Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Bagus Kahfi, Garuda Select, dan Menjalani Proses di FC Utrecht

6 Februari 2021   18:51 Diperbarui: 6 Februari 2021   21:27 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perkenalan pemain baru FC Utrecht, Bagus Kahfi. Gambar: Twitter/fcutrecht

Pada malam 5 Februari 2021, saya menemukan berita segar, yaitu tentang Bagus Kahfi yang resmi dikontrak FC Utrecht dengan durasi 18 bulan, alias sampai pertengahan tahun 2022. Sebagai orang Indonesia, tentu saya senang membaca berita itu.

Sebuah harapan baru, bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk melihat para pesepak bola Indonesia mulai berani menjalin interaksi dan menerima tawaran dari klub luar negeri. Apalagi, jika pemain yang bersangkutan juga masih muda, maka ada harapan yang namanya proses.

Dulu, ketika saya masih "belum sadar" dengan apa itu sepak bola, Indonesia juga pernah melakukan upaya membangun "koloni" hebat untuk sepak bola Indonesia lewat kerjasama dengan Italia. Kerjasama itu kemudian kita kenal sebagai "Indonesia Primavera" dan "Indonesia Baretti".

Jika merujuk pada laman media massa, sebutannya "PSSI Primavera" dan "PSSI Baretti". Namun, saya lebih srek dengan sebutan 'Indonesia'.

Seperti namanya, Primavera, maka itu berarti sebuah klub di Italia berisi pemain muda yang biasanya bermain di level U-23 sampai yang termuda. Mereka akan bermain selayaknya tim senior yang memiliki kompetisi semusim penuh, itu juga berlaku pada Tim Indonesia Primavera.

Beberapa alumni yang saya ingat adalah Kurniawan Dwi Yulianto, Kurnia Sandi, dan Bima Sakti. Sebenarnya, masih banyak dan pembaca bisa mencari tahu sendiri atau baca di sumber yang saya cantumkan di akhir tulisan.

Hipotesis dari kemunculan tim pengembangan bakat ini adalah jika di dalam skuad berisi pemain-pemain yang sudah lama bermain bersama, maka adaptasi antarpemain menjadi singkat tatkala dipanggil timnas. Apalagi, para pemain muda, khususnya di Indonesia biasanya masih belum memiliki kompetisi semapan level senior.

Pemain Indonesia dari pengembangan bakat PSSI Primavera. Gambar: Dok. Istimewa via Bola.com
Pemain Indonesia dari pengembangan bakat PSSI Primavera. Gambar: Dok. Istimewa via Bola.com
Selain itu, alumni Indonesia Primavera juga bisa menjadi pemain andalan klub di Indonesia, yang diharapkan kualitasnya tidak kalah jauh dengan pemain asing. Terbukti, tiga nama yang saya sebut adalah pemain-pemain yang pernah dan selalu menjadi andalan di klubnya masing-masing.

Setelah 'era Indonesia-Italia', perlu waktu yang cukup lama untuk memunculkan lagi pembentukan tim yang kini dikirim ke Uruguay. Tim pengembangan bakat sepak bola untuk pemain muda Indonesia itu bernama Sociedad Anonima Deportiva (SAD) Uruguay.

Pemilihan Uruguay saya duga karena kedekatan sepak bola Indonesia dengan pemain-pemain asing dari Amerika Latin, salah satunya Uruguay. Kebetulan pula, sepak bola Amerika Latin sering melahirkan regenerasi pesepak bola hebat tanpa pernah putus. Sebut saja Pele, Kempes, Maradona, Batistuta, Ronaldo, Ronaldinho, Kaka, Messi, hingga Neymar Jr.

Selain itu, secara iklim, Benua Amerika, khususnya Amerika Selatan mirip dengan Indonesia. Ini membuat pemain dipastikan minim alasan terkait adaptasi cuaca.

Memang, beda jarak pasti ada perbedaan suhu, namun itu tidak akan seekstrem perbedaan antara Indonesia dengan Italia. Atas dasar itu, adaptasi pemain dengan lingkungan di Uruguay lebih cepat, dan bisa fokus segera ke faktor teknis.

Beberapa pemain juga terlihat mulai menunjukkan performanya. Seperti Syamsir Alam, Alan Martha, hingga Manahati Lestusen.

Setelah mengarungi satu musim kompetisi, para pemain mulai menarik perhatian hingga ke publik Indonesia. Para pemain juga mulai mendapatkan kesempatan trial dan bermain di klub luar negeri. Seperti, CS Vise di Belgia dan DC United di Amerika Serikat.

Pemain yang paling menonjol saat itu adalah Syamsir Alam. Ia digadang-gadang akan menjadi penerus generasi penyerang tajam yang dimiliki Indonesia seperti Bambang Pamungkas salah satunya.

Salah satu generasi SAD Uruguay. Gambar: via Goal.com
Salah satu generasi SAD Uruguay. Gambar: via Goal.com
Namun, harapan itu seperti menjadi beban bagi Alam. Dia mulai tidak berhasil berkembang, meski sempat mendapatkan panggilan timnas.

Kariernya menjadi semakin terpuruk ketika ia gagal bersaing di level klub, bahkan di Indonesia. Hingga seperti yang kita tahu, bahwa Syamsir Alam kini lebih dikenal sebagai selebrita dibanding sebagai pesepak bola.

Nasib kurang beruntung di bidang sepak bola juga dialami Reffa Money dan Alan Martha. Reffa kini menjadi anggota militer, sedangkan Alan sepertinya masih berjuang menumbuhkan lagi kesempatan bermain bola.

Namun, dari sekian alumni "SAD Uruguay", masih cukup banyak yang bisa menjaga kariernya di sepak bola. Salah satu yang luar biasa tentu Yanto Basna, yang kini akrab dengan Liga Thailand (Thai League 2 dan Thai League 1).

Yanto, Manahati, Alfin Tuasalamony, Rizky Pellu, hingga Ryuji Utomo masih berada di level terbaik. Termasuk Hansamu Yama Pranata yang masih sering menjadi pemain andalan di timnas.

Setelah mengarungi program yang cukup panjang di Uruguay (2008-2012), Indonesia sempat tidak ada kabar dalam upaya membentuk skuad "pembenihan" timnas. Itu juga dikarenakan adanya beragam konflik di sepak bola Indonesia, seperti dualisme federasi, sanksi FIFA, sampai praktik suap-menyuap.

Hingga kemudian, pada 2019 muncul "Garuda Select". Tim ini berisi pemain-pemain muda yang berusia di bawah 19 tahun, yang sebagian besar berawal dari alumni Timnas U-16 atau U-17 yang sempat menjuarai Piala AFF U-16.

Garuda Select dikirim ke Inggris dengan dilatih oleh Des Walker. Hampir semua pemain yang berada di Garuda Select dapat menjadi "bahan bakar" Timnas Indonesia U-19 di berbagai pertandingan.

Garuda Select kemudian memiliki tiga generasi, dengan generasi pertama (Garuda Select I) adalah pemenang AFF U-16 2018. Mereka diantaranya adalah Ernando Ari, David Maulana, Supriadi, Bagas Kaffa, hingga Bagus Kahfi.

Garuda Select II. Gambar: PSSI.org
Garuda Select II. Gambar: PSSI.org
Para pemain yang telah bermain di Garuda Select I pelan nan pasti mulai menarik perhatian klub sepak bola (profesional). Tidak hanya di Indonesia, namun juga di luar negeri.

Memang, mayoritas mereka akhirnya direkrut klub Indonesia. Bahkan, diantaranya sudah mulai mendapatkan tempat di tim utama seperti Supriadi (Persebaya) dan David Maulana (Barito Putera).

Sampai kemudian, kabar terbaru datang dari alumni Garuda Select I, yaitu Bagus Kahfi. Sebenarnya, selama di Garuda Select, ia paling disorot karena sering mencetak gol.

Posisi sebagai penyerang memang memungkinkan Bagus untuk produktif. Bahkan, produktivitasnya bisa dikatakan sering menjadi harapan timnya.

Ketika dia absen, Garuda Select kerepotan untuk mencetak gol. Itu juga terjadi pada Timnas U-19 yang terlihat seperti kehilangan taji, akibat Bagus yang absen panjang setelah mengalami cedera parah.

Berkaitan dengan cedera itu, kemudian ada FC Utrecht yang bersedia membantu pemulihan Bagus. Awalnya, klub yang berlaga di Eredivisie itu hanya menyediakan tempat untuk pemulihan, bukan perekrutan sebagai pemain.

Tetapi, seiring berjalannya waktu klub asal Belanda itu juga mulai terindikasi ingin menjadikan Bagus sebagai pemain mereka. Hingga akhirnya, kabar itu terkonfirmasi pada 5 Februari 2021, alias masih berada di "aroma" bursa transfer musim dingin Eropa.

Bagus menandatangani 'seragam tempur' FC Utrecht. Gambar: Twitter/fcutrecht
Bagus menandatangani 'seragam tempur' FC Utrecht. Gambar: Twitter/fcutrecht
Kini, setelah "saga Bagus" berakhir, saya kemudian berharap bahwa Bagus dapat memanfaatkan waktunya untuk seratus persen pemulihan. Selama pemulihan itu pula dia bisa beradaptasi secara lingkungan.

Ada durasi sekitar 6 bulan bagi Bagus bersama Utrecht murni "hanya" untuk pemulihan. Artinya, Bagus tidak perlu pusing dulu dengan adaptasi teknis, melainkan fokus dengan fisik dan lingkungan sosialnya.

Proses ini jelas jarang terjadi, bahkan tidak terjadi pada dua pemain Indonesia di Eropa, Egy (Lechia Gdansk) dan Witan (FK Radnik Surdulica). Mereka direkrut dalam kondisi yang masih bisa untuk diajak berlatih, sedangkan Bagus tidak.

Itu artinya, Bagus punya kesempatan untuk belajar secara bertahap, baik teknis dan nonteknis.

Bersabar dengan proses juga tidak hanya dialamatkan kepada Bagus, melainkan juga kepada warganet, khususnya masyarakat Indonesia. Saya berharap warganet juga sabar dengan proses Bagus di FC Utrecht.

Sebaiknya, kita tidak sampai membuat suatu kehebohan atau penuntutan kepada klub untuk dapat segera memainkan Bagus. Karena, bisa saja 6 bulan yang diestimasikan oleh klub dan Bagus ternyata tidak semulus itu.

Begitu pun dengan tempat bermain Bagus yang bukan langsung di tim utama, melainkan di tim muda, yaitu Utrecht U-18. Ini adalah keputusan yang tepat bagi Utrecht, karena mereka juga telah menunjukkan (ke publik) di awal, bahwa Bagus tidak direkrut untuk langsung sebagai pemain di tim utama.

Artinya, warganet perlu tahu itu dan bersabar dalam menunggu Bagus untuk bisa siap debut di tim utama. Apa yang dialami Bagus juga seperti pemain muda lainnya.

Bukan karena Bagus pemain non-Eropa lalu "dikarantina" di tim muda. Pemain muda seperti Omar Rekik juga direkrut oleh Arsenal di bursa transfer musim dingin 2021 untuk bermain di tim muda (reserve).

Lewat kabar gembira ini saya harap tidak akan ada tingkah-tingkah yang terlalu gembira sampai kemudian membuat jemari kita terlihat norak di media sosial. Biarkan Bagus Kahfi diterima klubnya seperti para pemain lain yang tidak terlalu 'disokong oleh massa'.

Bagus Kahfi memang salah satu putra bangsa yang bisa orang Indonesia banggakan. Tapi, jangan sampai dalih kebanggaan itu mengubah kita menjadi sekumpulan orang-orang yang toxic di media sosial yang kemudian bisa menjadi lelucon bagi warga (negara) lain.

Bahkan, bisa juga sampai memengaruhi konsentrasi dan performa Bagus serta pemain Indonesia di luar negeri. Biarkan mereka berkembang dengan menyesuaikan situasi dan kondisi di sana. Kita sebagai penonton, cukup mengamati dari jauh, seraya mendukung dengan cara yang elegan.

Misalnya, tidak serta-merta mengikuti akun klub si pemain Indonesia. Atau, tidak mudah menanggapi unggahan mereka. Kalaupun, ingin menanggapi, tetap menggunakan tata bahasa yang elegan, sehingga mereka tidak seolah-olah memanfaatkan pemain Indonesia sebagai "umpan" keterikatan (engagement) di media sosial.

Selamat berjuang, Bagus Kahfi dan untuk semua pemain Indonesia lainnya yang sedang di liga lain!

Malang, 5-6 Februari 2021
Deddy Husein S.

Terkait: Kompas.com, Bola.com, Goal.com, PSSI.org, Okezone.com, CNNIndonesia.com.

Tersemat: Kompas.com, MediaIndonesia.com, PSSI.org, Wikipedia.org, dan Arsenal.com.

Baca juga:

Mengapa PSSI Lemah Literasi?

Menerka Urutan Jatah Vaksin Pemain Sepak Bola

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun