Itu seperti kasus memakai masker. Saya yang saat ini sudah nyaman menggunakan masker, belum tentu orang lain saat ini sudah nyaman menggunakan masker. Padahal, dalam waktu yang sama sebelumnya, sudah sama-sama memulai kebiasaan bermasker.
Apakah ini berdasarkan latar belakang orangnya?
Menurut saya, iya. Orang yang nyaman menggunakan masker juga perlu ditelisik latar belakangnya. Contoh sederhananya, apakah dia perokok berat atau bukan.
Ini juga bisa berlaku pada orang yang diberi vaksin. Perkembangan fisiknya akan ditentukan pula oleh latar belakangnya. Misalnya, apakah dia akan menunjang aktivitasnya dengan pola hidup sehat atau tidak.
Sebagai orang yang tinggal di salah satu kota pendidikan, saya tentu sangat akrab dengan status anak indekos. Saya pun anak indekos, bersama orang-orang yang sudah berkeluarga dan mereka berprofesi sebagai pedagang.
Lalu, apakah pemberian vaksin akan sampai menjangkau anak indekos?
Anak indekos atau yang paling sering disebut anak kos-kosan juga seharusnya masuk dalam kategori subjek wajib vaksin. Karena, mereka mencakup banyak sub-sub status sosial.
Mereka bisa berstatus pelajar, mahasiswa, karyawan konter hape, karyawan minimarket, sampai pekerja lepas. Bahkan, guru-guru muda atau karyawan kampus juga ada yang masih berstatus anak kos.
Sebenarnya, pedagang keliling yang mengekos juga bisa disebut anak kos sekalipun sudah berkeluarga. Lagipula, bapak-ibu pemilik kos-kosan akrab dipanggil bapak-ibu kos. Berarti, orang-orang yang sedang mengekos bisa dianggap anak kosnya.