Saat membaca judul, mungkin ada pembaca yang langsung menanyakan tentang "Remember Old Date". Sebenarnya, itu istilah iseng yang saya buat karena sulit menemukan istilah yang mewakili apa yang saya alami selama nyaris 2 pekan lebih di awal bulan Januari 2021.
Selama 2 pekan lebih, saya mengalami suatu kejadian yang dulu saya alami ketika pertama kali masuk sekolah pasca libur tahun baru. Misalnya, saya mengalami tahun baru 2012, dan saat itu saya kembali masuk di bangku depan kelas.
Berhubung, bulan Januari bukan kalender awal tahun pelajaran baru, maka saya tidak perlu repot masuk lebih pagi agar dapat mengklaim tempat duduk di baris depan-tengah. Ibarat pemain bola, saya berusaha memilih posisi sebagai pemain tengah dan agak ke depan.
Saya tidak menyebut istilah playmaker, karena belum tentu saya seperti Andres Iniesta. Mungkin, saya seperti Cesc Fabregas, yang kadang kreatif, kadang fokus mencetak gol, dan kadang tidak bermain.
Urusan bangku belajar di kelas juga tidak berarti saya adalah siswa cerdas nan culun, tetapi hanya karena saya bermata minus. Saya harus duduk sedekat mungkin dengan papan tulis, agar cukup dapat membaca tulisan di sana. Sederhana, kan?
Bahkan, sekalipun saya sudah di depan dan di tengah, terkadang mejanya sedikit saya geser lebih maju, alias offside. Mirip posisi Alvaro Morata yang tiga kali offside di kotak penalti Barcelona--saat Juventus vs Barcelona (29/10) di Liga Champions 2020/21.
Saat sudah masuk kelas dan guru juga sudah masuk kelas, pelajaran pasti dimulai. Aktivitas mencatat pun dimulai.
Walaupun, saya siswa laki-laki, kegiatan mencatat sebenarnya kesukaan saya. Bahkan, aktivitas ini adalah nomor dua dan bisa menjadi nomor satu, berebut tempat dengan aktivitas bermain bola.
Seiring berjalannya waktu, memang saya makin jarang bermain bola saat tingkat sekolah saya semakin tinggi. Padahal, juga bukan untuk mengalihkan waktu ke belajar, tetapi memang di masa itu, bermain bola terlihat kurang asyik.
Itulah mengapa, ketika ada orang yang heran kenapa saya bisa menulis bola tapi tidak pernah terlihat bermain bola, karena saya tahu bahwa menulis bola dengan bermain bola beda kasus. Menulis bola itu seperti ketika saya mencatat materi pelajaran di papan tulis.
Artinya, apa yang saya tulis juga belum tentu saya pahami dan dapat saya praktikkan. Seperti matematika, yang materinya sudah saya salin berlembar-lembar halaman, tetap saja nilai ujian matematika saya paling rendah dari semua mata pelajaran wajib ujian. Untung lulus!
Berhubung, saya sangat "akrab" dengan matematika, maka saya mencoba menjadikan momen mencatat materi pelajaran matematika sebagai contoh kasus pada momen pertama kali masuk sekolah pasca libur tahun baru. Ketika sedang asyik menulis angka-angka yang entah apa pentingnya angka itu bagi saya, kemudian saya harus mengumpulkan hasil tulisan tersebut ke guru.
Ternyata, saking asyiknya menulis angka-angka, saya sampai tanpa kontrol menulis angka 2/1/2011. Sekilas, terbaca angka cantik. Tetapi, itu bukan tanggal yang tepat untuk hari konyol ini.
Tanggal yang tepat adalah 2/1/2012, yang artinya hari Senin. Sesuai dengan hari pertama masuk pasca Tahun Baru 2012. Kalau saya kembali menulis '2011', maka hari Senin jatuh pada tanggal 3, yang artinya tanggal 2 masih bisa bangun kesiangan dan bisa ngenet ke warnet sampai sore, bro!
Akibat kesalahan menulis tanggal itu, saya pun diingatkan oleh guru untuk tidak salah menulis tanggal lagi, khususnya pada angka tahunnya. Jadi, pengalaman yang saya maksud adalah salah menulis tanggal. Lebih tepatnya, salah menulis angka pada tahun yang sudah berganti.
Setelah saya mencari di laman internet dan belum menemukan jurnal atau artikel akademis yang membahas secara khusus terkait pengalaman salah menulis tanggal, saya akhirnya menyebut pengalaman ini dengan istilah 'Remember Old Date'. Secara harfiah bisa disebut mengingat tanggal lama. Secara (sedikit) "terminologi", bisa diartikan sebagai kebiasaan salah menulis tanggal pasca tahun baru.
Berarti, dengan istilah itu, saya tidak sedang mengajak pembaca mengenang masa bergandengan tangan dengan si mantan, loh! Maaf, kalau sempat bikin pembaca sudah hendak menyiapkan selembar tisu.
Buktinya, teman saya yang bekerja di kantor dan bertugas sebagai pengisi data 'invoice', juga masih mengalami hal ini. Teman saya lainnya juga mengaku pada masa sekolahnya dulu sering mengalami kejadian ini.
Memang, sekilas ini terlihat remeh. Tetapi, jika kesalahan ini menyangkut soal pendataan hal-hal penting, seperti administrasi negara atau bisnis, maka kesalahan menulis tanggal juga bisa berakibat fatal.
Jika merujuk pada fenomena masa kini yang membuat kita mulai harus bekerja berdampingan dengan mesin atau yang paling khusus kita sebut 'AI', maka 'mereka' belum tentu memaklumi kesalahan menulis tanggal seperti yang dilakukan oleh guru saya. Hampir dapat dipastikan, bahwa berkas yang terdapat kesalahan pencantuman tanggal itu akan masuk ke dalam album dokumentasi yang sesuai angka tanggal di berkas itu.
Seandainya, ada manusia yang mau memeriksa ulang pendataan, data itu bisa diselamatkan. Bagaimana jika tidak?
Itulah mengapa, kesalahan menulis tanggal sebenarnya bukan hal yang remeh banget. Malah, sangat penting untuk diperhatikan, apalagi jika sudah memasuki ranah profesional.
Keberhasilan menulis tanggal yang sesuai, berarti ada bukti bahwa orang yang melakukannya bisa dikatakan sangat teliti dan patut dipercaya untuk melakukan hal-hal penting lainnya. Jika menulis tanggal saja sudah tanpa cela, pasti hal-hal besar lainnya akan semakin jeli pengerjaannya.
Lalu, bagaimana dengan pengalaman saya selama dua pekan lebih di bulan Januari 2021?
Bisa dilihat dari kesalahan yang saya buat di gambar ini:
Pertama, saya masih terbiasa menulis angka 2020 dengan sangat lancar. Kebetulan tahun 2020 banyak saya habiskan dengan aktivitas menulis, dan biasanya akan menyisipkan angka 2020.
Angka yang berulang membuat saya seperti secara otomatis dapat menulisnya dengan lancar. Kasus ini saya alami secara digital, karena secara tertulis, sejauh ini masih jarang menulis sesuatu yang sangat penting.
Sejauh ini masih hanya satu tulisan yang penting saya tulis tangan pada 2021, tentang 'ROD' ini. Sedangkan, yang lain masih berupa corat-coret.
Biasanya, tulisan tangan yang sangat penting--bukan sekadar corat-coret, akan saya bubuhi tanggal. Berhubung sejauh ini tulisan saya pada 2021 masih lebih banyak corat-coret (sketsa), maka belum mengalami 'ROD' secara manual, seperti saat sekolah.
Kedua, saya menaruh tanggal di akhir tulisan. Artinya, saat menulis di akhir baris, saya terkadang tidak terlalu cermat dalam mengontrol apa yang saya tulis. Ibarat seperti membubuhkan tandatangan di akhir surat cinta. Tangan terasa melakukan hal yang otomatis.
Seandainya, saya menaruh di awal, mungkin 'ROD' akan dapat terminimalisir. Itu seperti saat menulis judul. Biasanya, saat menulis judul saya pikirkan dulu dengan baik, sebelum menulis keseluruhan isinya.
Kalau ada yang bertanya apakah saya tim 'judul ditulis dulu' atau 'judul ditulis terakhir', sudah saya jawab. Meski demikian, setiap selesai "bertandatangan", saya selalu meninjau kembali judulnya sampai menemukan yang tepat untuk menjadi judul terakhir--yang 90% sesuai pembaca lihat.
Bahkan, pra-unggah dan pasca-unggah saya juga kadang masih meninjau ulang judul, dan tentu menggantinya jika menurut saya memang kurang pas. Itulah mengapa, saya menyiapkan judul pasca tulisan selesai juga masih berada di angka 90% final, belum 100%.
Lewat cara menulis tanggal di awal seperti menulis judul, maka penulisan tanggal akan berpotensi mendapatkan revisi seperti yang saya lakukan terhadap nasib judul. Tetapi, kalau ada pembaca yang merasa sebaliknya, maka gunakan cara sebaliknya, yaitu tanggal ditulis di akhir.
Walaupun, ini harus menyesuaikan kepentingan dari tulisan tersebut. Biasanya, tulisan-tulisan penting seperti berkaitan dengan administrasi dan bisnis, sudah memiliki pakem penulisan tanggal, antara di atas atau di bawah.
Ketiga, ketergesaan. Biasanya, tulisan yang ditulis dengan memburu batas akhir pemberlakuan tulisan itu diterima atau tidak akan menimbulkan ketergesaan, jika si penulis membuat dan mengumpulkannya secara mepet.
Hal ini sering saya alami selama dua pekan awal Januari 2021. Jika tulisan saya masih bisa diselamatkan, maka saya ubah tanggalnya menjadi sesuai. Tetapi jika tidak, dengan berat hati saya ikhlaskan.
Momen semacam itulah yang membuat saya resah dan mencoba mencari topik ini. Dan anehnya, pada tulisan saya yang membahas tentang 'Tilang Elektronik', saya masih mengalami salah menulis tanggal, walau beruntung masih di fase naskah--belum terunggah.
Padahal, jika merujuk pada kalender saat ini, Januari sudah tinggal sepekan saja. Namun, saya masih belum kunjung 'move on' dari tahun 2020.
Berdasarkan hal ini, saya kemudian memberanikan diri untuk menulisnya. Karena, saya pikir ini bisa juga berkaitan dengan salah satu pendapat penting dari Maxwell Maltz.
Berdasarkan pendapat Maltz dalam muatan Kompas.com, saya mendapatkan salah satu jawaban yang membuat 'ROD' bisa muncul, yaitu faktor kebiasaan. Menulis tanggal bisa masuk ke kategori kebiasaan, khususnya bagi yang bekerja di bidang kepenulisan seperti penulis artikel, sekretaris, bendahara, bahkan pemilik warung yang harus mencatat dagangannya.
Latar belakang tersebut akan membuat mereka menjadi terbiasa menulis tahun yang sama selama 100-300 hari lebih. Itu sudah sesuai dengan batas rata-rata orang dapat mengubah kebiasaan yang menurut Maltz sekitar 21 hari.
Jika berpatokan pada pendapat Maltz, maka seseorang yang menulis angka 2020 pada penulisan tanggal selama setahun, sudah pasti membuat orang itu terbiasa menulis angka 2020 setelah menulis hari dan bulan. Artinya, menulis angka 2020 sudah menjadi kebiasaan, seperti yang saya alami.
Lalu, apakah saya membutuhkan waktu tepat 21 hari untuk mengubah kebiasaan menulis '2020'?
Bisa iya, bisa tidak. Jika merujuk pada pengalaman saya menulis artikel tentang 'Tilang Elektronik', maka saya memang tergolong orang yang butuh sekitar 20 harian untuk mengubah kebiasaan.
Tetapi, mengubah kebiasaan bisa dilakukan dengan waktu yang lebih cepat, termasuk dengan tiga cara ini:
Pertama, tetap fokus meski hanya melakukan hal yang dianggap gampang. Misalnya, menulis tanggal.
Kedua, mengingat dampak dari kesalahan menulis tanggal. Kalau bagi saya, dampak yang saya alami adalah rasa kecewa yang kadang sulit diredam, kecuali dengan tidur atau menonton film. Supaya saya tidak sering bersuasana hati buruk yang berakibat pada berkurangnya jam produktif, maka saya harus kembali pada 'pasal' pertama.
Ketiga, harus melupakan yang lama, dan fokus pada yang baru. Ini juga seperti yang dinyatakan oleh Timothy Phychyl dan Elliot Berkman, bahwa mengubah/menghentikan kebiasaan lama berarti menggantinya dengan kebiasaan yang baru.
Jadi, kalau sudah ada tahun 2021, mau tidak mau harus mengganti angka 2020 dengan angka 2021. Jika sudah demikian, maka kebiasaan salah menulis tanggal bisa diatasi dengan segera.
Oiya, kalau pembaca kurang nyaman membaca istilah 'ROD', bisa juga menyebutnya dengan istilah yang lebih lekat dengan bahasa Indonesia. Bisa 'Salmentang'. Asal, jangan 'Salmenggal', rawan salah paham!
Kalau SMT, nanti dikira sekolah menengah teknik. Atau, malah dikira trio baru Liverpool, Salah-Mane-Takumi.
Demikian tulisan ini tersajikan dan berawal dari keresahan saya pribadi. Semoga, tulisan ini bermanfaat.
Baca juga: Kebiasaan Saltik yang Dimaafkan
Malang, 24 Januari 2021
Deddy Husein S.
Terkait: Kompas.com.
Tersemat: KBBI.web.id, Akseleran.co.id, BBC.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H