Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tiga Hal Ini Juga Bisa Terjadi pada WNA

21 Januari 2021   19:26 Diperbarui: 21 Januari 2021   19:33 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penguasaan bahasa asing penting untuk menjadi modal sebagai WNA di negara lain. Gambar: Thinkstock via Kompas.com

Hal ini juga kemudian diperparah jika mereka tidak mau berusaha mendengar atau memperhatikan gestur lawan bicaranya. Mereka malah berusaha mencerocos dengan bahasanya sendiri. Padahal, lawan bicaranya tidak paham maksudnya.

Cerita ini menurut saya aneh, karena seharusnya mereka yang sedang menjadi pelancong di negeri orang seharusnya mau belajar menguasai bahasa dari luar negerinya. Minimal, bahasa Inggris yang baku atau kosakata-kosakata yang sangat penting untuk dikatakan saat berada di penginapan atau tempat lain yang umum dijangkau wisman.

Memang, saat melancong biasanya ada tour guide, tetapi belum tentu mereka juga melayani wisman sampai ke ranah pribadi, seperti penginapan. Itulah mengapa, seharusnya wisman juga sudah tahu istilah-istilah yang bakal muncul dalam ranah tersebut.

Misalnya, seorang wisman ingin ke toilet. Minimal, dia tahu bahwa dalam penunjukan lokasi toilet yang disediakan untuk tamu yang belum reservasi akan terdapat istilah arah. Entah, "please", "go/walk", "straight", "turn", atau "left/right". Istilah-istilah itu jelas sangat umum untuk menunjukkan di mana tempat yang ingin dituju.

Hal ini juga bisa berakibat fatal jika tidak menguasai sedikit bahasa Inggris. Bahkan, minimal untuk mengucapkan "toilet".

Saya yakin, seorang resepsionis atau bahkan petugas kebersihan hotel juga paham jika seorang wisman mengatakan kata paling minimalis, yaitu "toilet". Tinggal diberi penekanan nada bertanya, mereka pasti paham maksudnya.

Tidak perlu sampai harus membuat gestur menurunkan celana. Duh, malu-maluin!

Berdasarkan cerita dari teman itulah, saya akhirnya mendapatkan gambaran nyata bahwa WNA yang khususnya wisman juga punya kekurangan. Salah satu yang fatal memang tentang kebahasaan.

Jikalau mereka ternyata lebih "menguasai" bahasa tempat tujuan, maka lebih baik itu yang digunakan walau dengan terbata-bata dan berlogat "unik". Itu akan lebih baik daripada tetap menggunakan bahasa sendiri--dengan cerocos panjang/lebar--yang terkadang belum tentu dipahami oleh orang-orang di tempat destinasi.

Faktor ini pula yang terkadang saya khawatirkan terjadi pada orang Indonesia, jika mengetahui bahwa makin ke sini banyak orang luar negeri (LN) mempelajari bahasa Indonesia. Saya khawatir, jika kemudian orang Indonesia menjadi arogan dan tidak mau belajar bahasa negara lain, minimal bahasa Inggris.

Itu yang menurut saya juga bisa menjadi pangkal dari keberadaan wisman-wisman di Indonesia yang diantaranya abai terhadap bahasa internasional yang kemudian berpotensi menjadi "efek bola salju". Penguasaan bahasa internasional dan/atau dari negara lain--khususnya tujuan destinasi--sangat vital, karena bisa menjembatani pemahaman terkait peraturan negara/destinasi, dan mencegah aksi-aksi norak sebagai WNA.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun