Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Fabel: "Si Ntik dan Ntek"

7 Januari 2021   23:24 Diperbarui: 7 Januari 2021   23:24 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Pexels/iconcom

Aku Imajinasi. Kata ibu, ayah dulu memberi nama itu biar aku pandai berpikir dan selalu mau mendengarkan cerita fabel yang akan diceritakan oleh ibu, ayah, bahkan juga nenek. Cerita fabel memang akhirnya menjadi menu penutup yang wajib ada sebelum mataku terpejam.

Uniknya setiap aku tidur, banyak cerita juga datang di mimpiku. Ada yang menarik ada juga yang seram sekali. Bahkan, kadang bikin aku mengompol. Duh!

Tapi, sejak aku sudah sekolah, aku sudah tidak lagi mengompol. Walau sebenarnya mimpi seram juga masih ada. Tapi, aku sudah lebih berani untuk menghadapi mimpi itu.

Sebenarnya, aku ingin menceritakan bagaimana mimpi seramku yang kadang masih bisa kuingat setelah kedua tanganku memegang pensil. Tapi, kali ini aku akan menceritakan mimpi unik yang pernah kualami beberapa waktu lalu setelah aku sakit dan harus opname di rumah sakit. Yuk, dibaca!
....

Pada suatu waktu yang entah aku tidak bisa membedakan siang atau malam, aku merasa seperti sedang menjadi sosok yang berbeda. Aku yang biasanya berjalan dan berlari dengan kakiku, ternyata tidak lagi perlu melakukannya. Kenapa?

Karena, aku bisa terbang! Wah! Ini seperti mimpi yang menjadi kenyataan! Sudah lama aku ingin bisa terbang seperti pahlawan super di film-film. Aku pun bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat.

Aku tentu sangat menikmatinya. Sampai suatu ketika aku baru menyadari bahwa ada yang mengikuti pergerakanku. Aku pun menoleh dan seketika aku terkejut bukan main.

"Monster!"

Aku yang terkejut tanpa sadar telah kehilangan keseimbangan. Aku terjun bebas ke bawah sampai yang kusebut monster itu justru dengan sigap menolongku.

"Kau kenapa takut?"
"Kau bisa bicara?"
"Memangnya cuma kamu yang bicara?"
"Tapi...."
"Tapi apa?"
"Kau seperti...."
"Kau ini baru lahir ya?"
"Lahir?
Ya tidaklah. Aku sudah lama lahir. Umurku 8 tahun."
"8 tahun?"
"Iya."
"Kamu kenapa mundur-mundur begitu?"
"Heh, aku ini heran. Kenapa aku bisa bicara denganmu, dan kau seperti...."
"Seperti apa? Dari tadi kau terus mengatakan seperti, seperti tanpa kau lanjutkan."
"Apa kau sedang jadi superhero?"
"Superhero?"
"Iya. Superhero!"
"Maksudmu aku ini ibumu?"
"Hah, ibuku? Mana mungkin!"
Dak!
"Aduh!"

Aku seperti membentur suatu benda di belakangku. Aku menoleh. Aku langsung terkejut dengan apa yang kulihat dan aku langsung berteriak.
Anehnya, aku justru kehilangan kesadaran. Apa ini nyata? Kenapa aku tidak bangun?
Apa yang kulihat tadi? Itu tidak mungkin! Kenapa seram sekali wujudku?

"Heh, bangun!"

Tiba-tiba ada yang membuatku terbangun, tapi, aku kembali terkejut karena aku ternyata tidak terbangun di kehidupanku yang sebenarnya. Aku masih di sini. Aku berusaha kembali memejamkan mata, tapi aku malah dibentak oleh sosok yang sepertinya lebih galak dan lebih besar dari yang kulihat sebelumnya.

"Sudah, biarkan saja kalau dia masih begitu. Ini sudah waktunya kau mencari makan. Nanti biar aku yang urus dia."

Aku mendengar suara yang lebih berat dan terdengar berwibawa. Tapi, aku masih takut untuk membuka mata.

"Heh, nak. Buka matamu! Istriku sudah pergi. Kau aman."

Akhirnya aku berani membuka mata, dan kupandang sosok yang mirip dengan yang menolongku tadi. Tapi tubuhnya tidak segelap yang tadi, dia lebih berwarna abu-abu.

"Kau hanya singgah saja, nak. Aku juga tidak menyangka akan ada keajaiban ini. Entah, apa pertandanya."
"Bukannya ini mimpi?"
"Memang. Apa kau ingin kuajak jalan-jalan?"
"Ke mana?"
"Nanti kau akan tahu. Ayo!"

Aku pun menuruti ajakan sosok berwibawa itu. Kami terbang dan menuju tempat yang aku sangat familiar. Ini rumahku!

"Ini rumahmu, kan?"
"Iya."

Aku bisa masuk ke mana saja termasuk ke kamar orang tuaku. Ada pemandangan yang membuatku terkejut. Adikku yang masih bayi sedang ada yang mau mengusik. Aku pun ingin meluncur ke arah si pengusik, tapi si sosok berwibawa mencegah.

"Tenang saja. Dia tidak akan bisa menembusnya. Dia masih muda, dan baru pertama kali mencari makan untuk calon anaknya. Itulah kenapa dia ingin mencari makan di monster yang lebih lemah."
"Monster?"
"Iya. Mereka monster. Setidaknya begitu yang aku tahu secara turun-temurun."
"Kenapa disebut monster?"
"Karena mereka selalu berusaha membunuh kita. Maksudku kami."
"Itu karena kalian menyedot darah."
"Itu makanan kami. Khususnya untuk yang perempuan. Itulah makanannya. Tanpa itu, kami tidak akan berkembangbiak."
"Memangnya apa tidak ada cara lain?"
"Kami tidak tahu. Kami sudah lama hidup seperti ini. Yang perempuan memakan air dari tubuh kalian, yang laki-laki memakan air dari yang biasanya kalian siram air itu."
"Tanaman?"
"Iya."
"Kenapa yang perempuan tidak bisa memakan air dari tanaman?"
"Kebutuhan kami berbeda. Tugas kami juga berbeda. Bahkan waktu bekerja kami juga berbeda."
"Memangnya, apa pekerjaan kalian?"
"Menyambung rantai keturunan?"
"Memangnya yang kalian lakukan itu penting?"
"Menurutku iya. Jika tidak begitu kenapa ada kami?"

Aku terdiam. Tidak mau mengatakan apa.

"Aku tahu, kau datang dari intisari makhluk yang berbeda. Pasti yang kau pikirkan juga berbeda dengan kami. Tapi, yang aku pikir seharusnya bukan hanya kami yang harus disalahkan."
"Apa maksudmu?"
"Maksudku adalah kalian yang sakit karena gigitan kami bukan karena kami jahat. Tetapi, karena kalian yang menyediakan tempat untuk kami singgah, bahkan menetap.
Seperti itu (dia menunjuk pakaian-pakaian yang tergantung). Kami tentu suka berada di sana, karena merasa ada tempat tinggal.
Begitu juga dengan tempat yang biasa kalian tanpa benda itu (maksudnya pakaian). Di sana juga menjadi tempat anak-anak kami lahir, tumbuh, dan kemudian bisa menjadi aku.
Tempat-tempat seperti itu jelas tidak kami minta. Tapi, karena kami melihat itu ada dan kami butuh, maka itulah yang terjadi.
Itulah yang membuatku heran jika kalian marah. Menghantam kami dengan tangan besar kalian, atau juga dengan sengatan petir yang ada di benda itu (maksudnya benda yang mirip raket badminton tapi bisa teraliri sengatan listrik)."

Aku masih terdiam. Berusaha memikirkan apa yang ia katakan.
Sampai kemudian, pandanganku mengarah ke sosok yang aku kenali bahwa ia yang sebelumnya menolongku. Dia sepertinya mulai berani terbang ke arah orang yang tak lain adalah ayahku.

Sepertinya dia ingin mengikuti jejak yang lain yang telah berhasil membuat tangan-tangan ayahku mulai tidak tenang. Sesekali dia berusaha menepuk lengannya atau pipinya, tapi semua berhasil menghindar dengan cepat.

Aku melihatnya sudah mendarat di dahi ayahku. Sungguh, beraninya kau!

Dia berhasilnya menancapkan taringnya ke kulit bergaris tiga milik ayahku. Anehnya, aku masih diam saja. Aku juga melihatnya seperti sedang merasakan kenikmatan dari darah ayahku.

"Wah, sial! Sepertinya dia akan mati." Gumam si berwibawa ini. Tapi, dia diam saja. Sedangkan aku malah mulai deg-degan. Apalagi, aku melihat tangan ayah bergerak pelan.

Kegaduhan pun tiba-tiba terdengar. Mereka berusaha memanggil si sosok penolongku itu. Tapi dia seperti tuli.
Aku mulai geregetan, dan entah mengapa aku langsung meluncur terbang ke arahnya.

Plak!

Aku terbangun. Anehnya, aku melihat hari sudah cukup cerah. Kulirik jam weker kecil berwarna biru di atas meja belajarku. Pukul 05.00 pagi.
....

Begitulah mimpiku sekitar dua minggu lalu. Sehari setelah aku pulang dari rumah sakit, karena aku sempat sakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Kata ibu, itu karena gigitan nyamuk Aedes aegypti.

Gambar: Pexels/iconcom
Gambar: Pexels/iconcom
Nyamuk itu lebih berbahaya karena bisa menular ke orang yang masih satu tempat dengan pengidap DBD. Mereka juga kabarnya lebih suka bertelur di genangan air bersih yang tenang dalam waktu lama.

Tetapi, aku juga ingat kata si nyamuk berwibawa kalau ternyata pakaian yang digantung dalam waktu lama juga bisa menjadi rumah mereka. Sejak itu aku memang tidak lagi menggantung seragam sekolahku begitu saja.

Ibuku pasti menggantung seragamku yang sebelumnya dipakai dan besoknya masih dipakai dengan cara dihadapkan ke kipas angin kecil yang bisa terus menghalau para nyamuk untuk mendekat. Itu juga sama untuk pakaian kerja ayah dan ibu.

Soal bagaimana tidurku agar bebas dari nyamuk, setiap sebelum tidur kulit yang tidak tertutupi pakaian akan diolesi minyak antinyamuk. Juga di setiap ruang di dalam rumah ada tanaman pengusir nyamuk.

Lavender dipercaya ampuh mengusir nyamuk. Gambar: Pexels/Joyce Toh
Lavender dipercaya ampuh mengusir nyamuk. Gambar: Pexels/Joyce Toh
Jadi, sejak itu juga ayah dan ibu tak lagi perlu memanggil bapak pembawa tabung fogging ke rumah. Aku pun berharap tidak akan lagi digigit nyamuk walau pas musim penghujan begini, bayi-bayi nyamuk berkembang-biak.

Aku juga berharap tidak lagi bermimpi menjadi nyamuk, walau sepertinya aku merasa beruntung pernah mendengar cerita kehidupan tentang mereka dari versi mereka. Bagaimana dengan kalian yang membaca ceritaku? Apakah kalian juga ingin bermimpi jadi nyamuk?

Oiya, soal judul "Si Ntik dan Ntek", aku sih memberikan nama itu ke si penolong dan si wibawa. Menurutku mereka sudah berarti dalam "hidup singkatku" sebagai nyamuk. Ternyata di dunia nyamuk juga ada yang baik seperti ibu dan ayahku.
~
Malang, 7 Januari 2021
Deddy Husein S.

Terkait: Alodokter.com dan  Halodoc.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun