Suatu ujung sore setelah hujan deras yang mengguyur kampungnya Daijo.
"Piye Jo, daganganmu?" Tegur tiba-tiba tetangga sebelah rumahnya, Darmin.
Daijo yang sering melamun dengan ditemani kopi, sebatang rokok yang sudah terbakar di sela jarinya, dan beberapa potong roti sisa dagangannya, terlihat kaget.
"Alah, Min. Muesti ngageti wae. Yo iki ono sisane. Nyoh!"
Daijo menggeserkan sepiring roti ke Darmin. Pria yang seumuran Daijo itu tak sungkan mencomot satu roti dan melahapnya. Sedangkan Daijo tak peduli. Sepertinya dia sudah biasa dengan rutinitas ini.
"Padahal rotimu enak lho, Jo." Puji Darmin sambil tetap mengunyah.
"Yo enak, wong ono rasane."
"Rasah mbayar, yo?"
"Iyo."
Darmin tergelak, begitu pun Daijo yang kemudian memercikkan sisa rokoknya yang sudah mengabu.
"Kapan yo, pandemine buyar?" Darmin mulai membuka obrolan yang sebenarnya sudah terulang setiap hari.