Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mengapa PSSI Lemah Literasi?

18 Desember 2020   15:45 Diperbarui: 18 Desember 2020   15:50 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mochamad Iriawan Ketum PSSI saat ini. Gambar: PSSI.org

"... orang lapangan (sepak bola) sudah pasti tahu aturan main sepak bola."

Indonesia gawat literasi, dan nahasnya itu juga bisa terjadi di kalangan atas. Salah satunya pada PSSI. Saya pun kemudian melontarkan pertanyaan seperti yang ada di judul tersebut.

Saya mempertanyakan itu, setelah membaca berita tentang penunjukkan Persija Jakarta sebagai wakil Indonesia di Piala AFC 2021. Apa pokok permasalahannya?

Permasalahannya adalah penunjukan Persija sebagai wakil Indonesia tidak mengacu pada ketentuan umum sepak bola dan khususnya pada AFC. Sudah seperti yang penggemar sepak bola ketahui, bahwa pengiriman delegasi ke kompetisi sekonfederasi (AFC, UEFA, dan lainnya) selalu mengacu pada klasemen akhir liga domestik.

Setelah itu, acuan alternatifnya adalah pada hasil kompetisi domestik lain, seperti piala liga. Namun, hanya sang juara yang berhak mendapatkan kompensasi untuk berlaga di kompetisi sekonfederasi. Contoh paling mudah jelas ada pada Premier League, karena sebagian besar penggemar bola di Indonesia menonton Liga Primer Inggris.

Pada musim 2019/20 terdapat hasil akhir yang penuh drama, karena pertarungan memperebutkan jatah ke Eropa sangat sengit. Bahkan, tiket Eropa terakhir, yaitu di Liga Europa harus menunggu final Piala FA. Karena, di sana ada Arsenal yang berjuang mengambil tiket terakhir itu.

Arsenal wajib juara, karena mereka hanya mampu finis ke-8 di klasemen akhir Premier League. Sedangkan, jatah ke Liga Europa sebenarnya mentok di posisi ke-6.

Itu pun bisa terjadi jika wakil Inggris yang menjuarai piala liga seperti Piala FA dan/atau Piala EFL diraih oleh klub yang sudah lolos ke Liga Champions. Seperti Manchester City yang juara Piala EFL, membuat Tottenham Hotspur yang finis ke-6 dapat kesempatan ke play-off Liga Europa 2020/21.

Seandainya yang juara Piala FA adalah Chelsea, maka limpahan tiket ke Liga Europa akan didapatkan oleh Wolverhampton Wanderers yang finis ke-7. Sedangkan, Chelsea sudah memastikan jatah bermain di Liga Champions pasca finis ke-4.

Namun, kesempatan Wolves urung terjadi, karena trofi Piala FA jatuh ke tangan Arsenal. Itu yang membuat justru Arsenal yang finis di bawah Wolves yang ke Liga Europa 2020/21.

Artinya, pertimbangan kompensasi untuk melaju ke kompetisi sekonfederasi harus dicapai melalui status sebagai juara Piala Liga, bukan runner-up. Jika menjadi finalis saja sudah pasti dapat mewakili Inggris di Eropa, mengapa Arsenal berjuang mati-matian untuk menang?

Dari sinilah kita bisa memiliki pemahaman terkait aturan main di dunia sepak bola. Apakah beda rimba, beda hukumnya?

Ternyata sama. Seperti yang saya baca di berita, ternyata aturan di AFC juga demikian. Pertimbangan untuk lolos ke Piala AFC adalah juara liga dan runner-up liga--Indonesia mendapatkan dua jatah, jika tidak ada kompetisi piala liga.

Namun jika ada, maka juara piala liga akan turut ambil bagian di Piala AFC mewakili juara liga. Bagaimana jika ternyata klub yang sudah lolos ke Piala AFC--karena juara liga--juga menjuarai piala liga?

Maka, limpahan tiket kedua akan jatuh ke runner-up liga. Jelas, bukan?

Pertimbangan baru kemudian hadir ketika ternyata ada penentuan 7 klub yang lolos lisensi profesional AFC, yang artinya merekalah yang berhak ke kompetisi sekonfederasi (Liga Champions Asia dan/atau Piala AFC). Tujuh klub itu adalah Arema FC, Bali United, Bhayangkara FC, Borneo FC, Persib Bandung, Persija Jakarta, dan Persipura Jayapura.

Pada tujuh klub itu tidak ada PSM Makassar yang merupakan juara Piala Indonesia 2019/20. Artinya, PSM gagal mewakili Indonesia ke Piala AFC 2021.

Lirikannya kemudian jatuh ke runner-up liga. Ternyata, di sana ada Persebaya yang juga belum lolos lisensi profesional AFC. Artinya, Persebaya juga gagal tampil di Piala AFC 2021.

Ke manakah jatah kedua akan mendarat?

Persipura. Mereka adalah penghuni ketiga klasemen akhir dan merupakan penyandang lisensi-pro AFC.

Persipura seharusnya yang mewakili Indonesia ke Piala AFC 2021 mendampingi Bali United yang merupakan jawara Liga 1 2019. Gambar: Liga 1 via Kompas.com
Persipura seharusnya yang mewakili Indonesia ke Piala AFC 2021 mendampingi Bali United yang merupakan jawara Liga 1 2019. Gambar: Liga 1 via Kompas.com
Jika merujuk pada fenomena Premier League musim 2019/20, maka itulah yang seharusnya juga terjadi pada Liga 1 2019. Patokan utamanya kompetisi di suatu negara untuk kemudian berada di kancah konfederasi adalah berdasarkan hasil akhir liga, bukan piala liga.

Jika ternyata menjadi finalis Piala Indonesia 2019/20 saja sudah dapat membuka kesempatan ke Piala AFC, mengapa final Piala Indonesia saat itu menyajikan banyak drama?

Bukankah Persija atau PSM bisa bermain santai karena keduanya sudah dianggap wajah sepak bola Indonesia ke Asia? Logika sederhananya begitu, jika disambungkan dengan keputusan PSSI yang ternyata mengirimkan Persija ke Piala AFC 2021, alih-alih Persipura.

Itulah yang menjadi ironi, karena ternyata sepak bola kita masih kurang melek terhadap literasi sepak bola. Dan, itu ditunjukkan oleh federasinya. Memprihatinkan sekali.

Itulah mengapa, tidak mengherankan jika sepak bola kita urung berprestasi di level multinasional. Karena pola kerjanya di level klub saja masih compang-camping dan cenderung membuat acara sendiri.

Menurut saya dengan keputusan Persija menjadi wakil Indonesia ke Piala AFC 2021 karena menjadi finalis Piala Indonesia 2019 adalah bukti kurang literasinya PSSI terhadap aturan main di sepak bola Asia. Padahal ini masih Asia, bagaimana dengan dunia?

Melalui tulisan ini, saya mengaku sangat prihatin dengan sepak bola Indonesia. Saya pun jelas turut prihatin kepada salah satu klub hebat di Indonesia, Persipura.

Satu-satunya klub yang selalu saya acungi jempol terkait pola kerjanya untuk sepak bola Indonesia. Tidak banyak drama, dan selalu memberikan penampilan terbaiknya di atas lapangan.

Walaupun saya bukan penggemar Persipura, tetapi saya selalu menjagokan dan menghormati Persipura atas nama sepak bola. Bagi saya, Persipura seharusnya menjadi wajah sepak bola Indonesia--tanpa menurunkan hormat saya kepada klub lain.

Alasan saya berpikir demikian, karena sesulit-sulitnya Persipura untuk kembali berjaya di Indonesia, tapi saya selalu melihat Persipura tetap profesional dan fokus dengan aspek-aspek sepak bolanya. Itulah yang membuat saya berharap ada jalan terang untuk Persipura terkait kasus ini.

Semoga pula PSSI sadar, bahwa sepak bola sangat butuh orang yang sangat melek dengan sepak bola. Orang lapangan memang kurang luwes di meja birokrasi dan administrasi. Tetapi, orang lapangan (sepak bola) sudah pasti tahu aturan main sepak bola.

~ Malang, 18 Desember 2020

Deddy Husein S.

Terkait:

PSSI.org, Detik.com 1, Detik.com 2, CNNIndonesia.com.

Baca dan Unduh Peraturan Kompetisi 2021 dari AFC di sini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun