Tetapi, mengapa tidak muncul di nominasi Kompasianival 2020, selain Bu Hennie dan Mbak Dewi Puspa?
Hal ini yang sedikit berbeda dengan perempuan yang mungkin lebih mengandalkan rasa. Jika sedang tidak 'klik', ada kemungkinan untuk tidak menulis.
Termasuk tentang zona nyaman. Menurut saya, kebanyakan penulis perempuan sudah fokus dengan satu hal. Ketika di situ sedang kehabisan ide, maka sulit untuk menulis. Kalaupun tetap menulis, kemungkinan besar akan terlihat tidak seperti yang biasanya.
Selain itu, saya juga menyoroti tentang kebiasaan menjadi penggemar. Kaum perempuan menurut saya menjadi penyumbang kelompok penggemar dibandingkan menjadi pelaku.
Sedikit out of the box, misalnya tentang Kpop. Saya tahu, kaum laki-laki juga ada yang suka, tapi jumlahnya pasti tidak sebanyak perempuan. Bahkan, ketika di media sosial kaum lelaki menjadi penggemar (misalnya) Blackpink, tetapi saat konser Blackpink di Indonesia, yang paling histeris tetaplah perempuan.
Menurut saya itu juga secara implisit (mungkin) terjadi di Kompasiana. Mungkin, jika saya merupakan admin Kompasiana, saya akan mencari tahu data statistik jenis kelamin pemilik akun Kompasiana yang menjagokan para calon nominator maupun calon pemenang anugerah.
Jika ternyata memang lebih banyak kaum perempuan yang "tersihir" oleh pesona para 'pejantan kompasianer', maka saya pikir mereka telah lupa untuk memilih kompasianer perempuan yang padahal banyak yang hebat. Bagaimana dengan saya?
Saya sebenarnya mencalonkan satu perempuan untuk maju nominasi, karena menurut saya saat ini dia sudah lebih matang dan tahu zona untuk khusus menulis seperti apa jika di Kompasiana. Tetapi, ternyata dia tidak masuk nominator.
Lalu, bagaimana dengan nominator?
Sampai saat ini saya enggan untuk memberitahukan siapa saja yang saya pilih. Tetapi, hasilnya sudah sesuai prediksi saya.