"... hidup itu perlu seimbang antara kesenangan dan kesejahteraan."
Tulisan ini sangat berkaitan erat dengan hidup saya. Lahir di tempat yang pernah berkonflik hebat, lalu tumbuh dan berkembang di tempat yang penuh teka-teki tentang masa depan.
Saya sedari kecil susah diatur. Uniknya tubuh saya juga demikian. Misalnya, dalam hal makanan, dulu saya punya alergi.
Setiap habis makan sesuatu yang menyebabkan alergi, sudah pasti malamnya akan sakit sampai beberapa hari baru sembuh. Hal itu terus terjadi, dan juga semakin sering muncul ketika saya berpindah tempat.
Nahasnya, saya pernah hidup tanpa pengasuhan ibu. Saat itulah, saya merasakan perbedaan antara diasuh ibu dengan bukan ibu.
Ketika bersama ibu, saya sangat diajarkan untuk disiplin terkait makanan. Kalau tidak boleh, ya tidak boleh.
Ini yang berbeda jika saya diasuh orang yang berbeda. Mereka cenderung lebih bisa berkompromi. "Halah, sethithik ae. Iki malah dadi tombo." (halah, -cuma- sedikit saja. Ini malah jadi obat)
Begitu yang sering saya dengar ketika saya mengonsumsi makanan yang ada kemungkinan membuat saya sakit. Namun, hal ini juga bukan tanpa sebab.
Ketika hidup dengan ibu, saya memiliki makanan khusus atau alternatif. Hal ini juga cukup ditunjang dengan keadaan ekonomi yang berkecukupan kala itu.
Namun, hal itu berbeda ketika saya diasuh tanpa ibu. Makananannya jarang ada alternatif. Bisanya memasak itu di hari itu, saya pasti makan itu.