Kelima, jika sudah menemukan garis besarnya--lebih bagus lagi jika termasuk garis kecilnya, praktikkan itu juga pada anak-anak. Meskipun mereka masih anak-anak, tetapi ada peluang bahwa mereka akan seperti orang-orang yang sudah diamati tersebut.
Pada poin kelima inilah kita akan mendapatkan tantangan besar, yaitu apakah kita bisa membentuk anak kita menjadi yang ideal--sesuai karakternya--atau tidak. Inilah yang menurut penulis lebih patut diwaspadai daripada "hanya" perdebatan tentang anak yang cepat dewasa atau sesuai usianya.
Karena, memperdebatkan tentang anak yang cepat dewasa pilihannya hanya Baik dan Buruk. Sedangkan, permasalahan terbesar dari kenakalan anak adalah seringnya ketidakmampuan orang tua dalam mengenali karakter anak.
Itu pula yang penulis amati dari perjalanan pribadi sampai sejauh ini. Walaupun, kebetulan orang tua penulis melek terhadap literasi tentang karakter manusia, tetapi terkadang penulis menangkap adanya upaya dari orang tua untuk membentuk anaknya untuk tidak menjadi "versi gagalnya" dari karakter tersebut.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan untuk dibentuk untuk menyerupai karakter orang tuanya yang padahal garis-garis kecil karakternya sangat bertolak belakang. Jika sudah demikian, maka alarm pun patut dinyalakan, agar si anak tidak semakin tergelincir ke jurang ketidakjelasan jati dirinya.
Tulisan ini sekali lagi hanya berdasarkan pengalaman penulis saat menjadi anak lalu berupaya berkembang mencari jati diri. Penulis juga bukan pakar psikologi. Hanya seorang antah-berantah.
Namun, penulis sangat ingin membagikan keresahan yang sebenarnya menurut penulis itulah pokok permasalahannya. Selama orang tua masih sulit mempelajari karakter anaknya, sampai zaman kapan pun pasti para anak itu akan membuat kegaduhan. Dan, semoga penulis bisa menjadi salah satu orang tua yang dapat mempelajari karakter anaknya kelak.
~ Malang, 21 November 2020
Deddy Husein S.
Boleh dibaca:
Suara.com, BBC.com, Haibunda.com.