Pasca menulis artikel tentang juara dunianya Joan Mir di kelas MotoGP 2020, saya membuat sebuah lelucon tentang Mir yang mengendarai motor di jalan raya Indonesia. Kemudian di situ ia harus bertemu dengan "emak-emak matic".
Apa yang akan terjadi? Bisakah Mir menyalip/menikung mereka?
Ternyata lelucon saya mendapatkan tanggapan dari teman. Teman pertama, mengatakan bahwa Mir pasti bisa menikung mereka. Itu karena Mir cenderung lebih hebat saat di tikungan daripada berduel cepat di trek lurus.
Pemikiran itu tidak salah, karena memang kita melihat kemampuan Mir dari ajang tersebut. Rasanya cukup mustahil melihat Mir ada di jalan raya dengan mengendarai sepeda motor, apalagi di Indonesia.
Pembahasan terkait teknis di MotoGP pun sempat terjadi ketika si teman yang pertama ini membahas tentang Mir. Ia juga menyinggung tentang penggunaan ban dan pengaruhnya ke hasil balapan.
Setahu saya, pemilihan ban memang salah satu faktor keberhasilan pembalap di lintasan. Ada tiga hal yang menjadi pertimbangan pemilihan ban, khususnya di MotoGP.
Pertama, adalah gaya balap. Seorang pembalap biasanya memiliki gaya balap yang berbeda dengan pembalap lain. Itu juga membuat pilihan bannya terkadang sering berbeda antar pembalap.
Kedua, jenis mesin pada motor. Pada MotoGP terdapat dua jenis mesin yang bersaing, yaitu V4 dan in-line 4.
Ada Ducati, Honda, Aprilia, dan KTM yang menggunakan mesin V4. Sedangkan Yamaha dan Suzuki menggunakan mesin in-line 4.
Itulah yang kemudian menjadi kelebihan mesin in-line 4. Yamaha dan Suzuki punya kelebihan di tikungan. Namun, khusus pada musim 2020 ini, Suzuki terlihat komplit.
Mereka lihai di tikungan, juga kencang di trek lurus, alias tidak kalah dengan Ducati dan lainnya. Bahkan, mereka seperti sangat berbeda dengan Yamaha yang kali ini terlihat hanya mengandalkan pemilihan ban dan strategi kabur cepat pasca start.
Itulah yang membuat Maverick Vinales, Fabio Quartararo, dan Franco Morbidelli masih dominan dalam memenangkan seri. Bahkan, dua nama terakhir mampu memenangkan masing-masing 3 seri.
Hasil itu sedikit kontras dengan fakta kemampuan mesin mereka yang keteteran dalam hal beradu cepat dan daya tahan. Terbukti, Yamaha musim ini harus bermasalah dengan penggunaan mesin.
Namun, seperti yang disinggung sebelumnya, bahwa pembalap Yamaha sangat mengandalkan pemilihan ban. Mereka cenderung hati-hati dalam memilih ban.
Berhubung Yamaha tidak begitu kencang, maka akan sulit untuk membuat putaran ban sangat banyak, alias memanaskan suhu ban. Ini berbeda dengan motor-motor lain khususnya dengan mesin V4.
Motor-motor tersebut punya daya serang yang tinggi, maka penggunaan bannya juga tergolong boros. Itulah mengapa, pemilihan hard-medium dan hard-soft sering terjadi pada motor Ducati dan Honda.
Akan menjadi keunikan dan tanda tanya, jika ada pembalap dari motor tersebut memiliki medium-medium hingga medium-soft saat suhu aspal cukup tinggi dan cuaca cerah. Hal ini seperti yang terjadi pada balapan Valencia kemarin (15/11).
Ada Jack Miller yang merupakan pembalap Pramac Ducati, ternyata memilih medium-medium. Padahal, pembalap lain banyak menggunakan hard-medium.
Namun, pemilihan itu ternyata tidak menjadi blunder. Karena, Miller ternyata mampu mengelola bannya dan membuatnya masih bisa menyaingi kecepatan Morbidelli di akhir putaran. Beruntung, Morbidelli masih mampu menyalip kembali Miller di tikungan, dan sejak itu dia berhasil melewati garis finis pertama.
Berdasarkan fakta di balapan itu, kita bisa melihat dua contoh langsung dari pemilihan ban. Gaya balap dan jenis motornya.
Ketiga, suhu aspal. Suhu aspal sangat berkaitan dengan cuaca. Jika mendung, maka suhu aspal akan cukup dingin, meski tidak hujan. Maka, pemilihan ban tipe hard akan sangat jarang terjadi.
Ini akan berbeda jika pembalap menggunakan tipe medium dan tentunya hard. Pilihan hard-hard akan sangat bijak, karena ada jaminan daya tahan pada motor di kecepatan terbaik.
Namun, tidak menutup kemungkinan ada yang memilih ban hard-medium. Ini bisa terjadi pada pembalap yang menggunakan motor mesin in-line 4.
Artinya, dalam hal pemilihan ban ini sangat krusial dan bisa mempengaruhi kemampuan pembalap di atas lintasan. Pilihan ban juga bisa mempengaruhi kecepatan saat menikung.
Biasanya semakin aus ban, pembalap cenderung mengambil sudut tikungan yang lebar. Begitu pula jika ban masih baru alias belum menyetel dengan aspal, maka motor bisa susah dikendalikan, dan bisa tergelincir ketika menikung. Artinya, pembalap tidak hanya asal memacu motornya dengan kencang, melainkan juga tahu cara mengelola bannya selama balapan.
Itulah mengapa kejadian di San Misano terjadi, dan dari situ dia terlihat sangat berbahaya kalau mulai mendekati pembalap lain di akhir-akhir putaran. Bisa saja pembalap itu akan dipecundangi oleh Mir saat di tikungan.
Lalu, bagaimana jika kita mengandaikan Mir ada di jalan raya Indonesia dan bertemu 'emak-emak matic'?
Jika sudah demikian, maka Mir bisa menjadi pembalap "cupu", karena dia menjadi trauma kalau harus menyalip orang lain di tikungan. Dia harus menunggu momen di trek lurus untuk baru bisa beradu cepat dengan pembalap lain.
Persoalannya adalah bagaimana jika lawannya ternyata pembalap Ducati atau Honda, dan Marc Marquez? Bisakah Mir menyalip di trek lurus?
Itulah yang menjadi teka-teki untuk Mir di musim depan. Dan, mari berharap Mir tidak iseng ke Indonesia tanpa pengawalan saat mencoba motor pasarannya Suzuki. Dia harus menunggu momen roadshow agar terhindar dari 'emak-emak matic' di jalan raya. Ehehe.
~ Malang, 17-21 November 2020
Deddy Husein S.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H