Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Mengapa Buku Jarang Populer Saat Harbolnas?

13 November 2020   20:02 Diperbarui: 15 November 2020   08:42 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masih dengan keyword sama, promo nonbuku (gadget) sampai dipromosikan oleh 3 media massa (lihat nomor 3). | Gambar: Hasil Tangkapan Layar Halaman Pencarian Google/Dokumentasi Pribadi

Setiap menjelang akhir tahun, momen belanja besar-besaran mulai bertebaran. Tiap e-commerce berlomba memberikan agenda bertajuk Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas).

Harbolnas sering muncul di tiap tanggal cantik, seperti 10.10, 11.11, 12.12, dan mungkin ada lagi. Bagi orang yang suka belanja online bisa lebih tahu tentang momen semacam ini.

Bagaimana dengan saya?

Sebagai orang yang jarang belanja online, momen semacam ini seringkali hanya jadi iklan lewat saja. Menurut saya, ketika mau berbelanja yang diperhatikan bukan momennya, melainkan ketersediaan uang dan kebutuhan/keinginan.

Kebutuhan dan keinginan bisa menjadi satu kesatuan jika itu berupa hobi. Misalnya, hobi membaca buku. Hobi itu kemudian melahirkan objek yang (harus/ingin) dibeli, yaitu buku.

Berkaitan dengan orang yang hobi membaca buku, maka ketika ada momen harbolnas yang dipantau juga buku. Namun, apakah promo buku bisa sepopuler promo produk lain?

Saya sebenarnya juga bukan orang yang setiap hari membaca buku. Tetapi, dalam beberapa tahun terakhir, produk yang lebih sering saya beli selain food beverages adalah buku.

Hal itu kemudian membuat saya juga memantau hingar-bingar buku kala ada momen Harbolnas. Namun, dari pemantauan sekilas saya, promo buku cenderung adem-ayem.

Promosinya juga seringkali hanya mengandalkan pihak penerbit atau toko buku, bukan e-commerce-nya. Padahal, buku-buku itu juga bisa dibeli lewat e-commerce.

Promosi 11.11 buku oleh penerbit dengan e-commerce. | Gambar: Gramedia via katalogpromosi.com
Promosi 11.11 buku oleh penerbit dengan e-commerce. | Gambar: Gramedia via katalogpromosi.com
Entah, apa yang membuat buku seperti produk segmented, padahal dewasa ini produk buku juga sudah banyak. Ini dapat dilihat dari jumlah penerbit kecil yang semakin banyak dan tersebar di tiap daerah.

Begitu pula dengan pertumbuhan minat penulisan, semakin lama juga semakin banyak. Artinya, buku sudah bukan barang langka. Tetapi, dalam situasi seperti Harbolnas, mengapa buku tidak menjadi barang yang dipromosikan secara heboh, dan mengundang perhatian masyarakat?

Ketika mencari promo dengan keyword 11.11. | Gambar: Hasil Tangkapan Layar Halaman Pencarian Google/Dokumentasi Pribadi
Ketika mencari promo dengan keyword 11.11. | Gambar: Hasil Tangkapan Layar Halaman Pencarian Google/Dokumentasi Pribadi
Masih dengan keyword sama, promo nonbuku (gadget) sampai dipromosikan oleh 3 media massa (lihat nomor 3). | Gambar: Hasil Tangkapan Layar Halaman Pencarian Google/Dokumentasi Pribadi
Masih dengan keyword sama, promo nonbuku (gadget) sampai dipromosikan oleh 3 media massa (lihat nomor 3). | Gambar: Hasil Tangkapan Layar Halaman Pencarian Google/Dokumentasi Pribadi
Pertanyaan itu sulit dijawab secara pasti. Namun, saya berupaya memberikan jawabannya berdasarkan apa yang saya tahu.

Pertama, pesta buku identik dengan bazar. Kalau ingin mencari buku dengan harga lebih terjangkau, maka carilah bazar buku.

Kedua, pembeli buku lebih mengutamakan fisik. Jika ingin mencari buku, lebih ideal jika datang dan melihat langsung buku yang dicari.

Kaum pemburu buku masih senang mencari buku murah langsung ke bazar. | Gambar: Dokumentasi pribadi Deddy HS
Kaum pemburu buku masih senang mencari buku murah langsung ke bazar. | Gambar: Dokumentasi pribadi Deddy HS
Ketiga, rawan pembajakan. Buku yang dijual secara online cukup rawan pembajakan.

Buku juga merupakan salah satu karya kreatif (intelektual) yang dilindungi oleh undang-undang hak cipta. Itu artinya, transaksi dan kepemilikan buku berbeda dengan kepemilikan produk lain.

Keempat, keyakinan produsen dan agen buku tidak sebesar di produk lain. Meskipun, penerbit kecil sudah bertebaran di mana-mana, pemasarannya terkadang masih belum maksimal.

Promo lebih sering digelorakan oleh penerbit. | Gambar: Gramedia.com
Promo lebih sering digelorakan oleh penerbit. | Gambar: Gramedia.com
Bahkan, pemasaran bukunya juga cenderung dari "mulut ke mulut". Berbeda dengan produk lain yang lebih percaya diri untuk dipajang dan dijual di lapak mana saja.

Kelima, keberadaan e-book memengaruhi harga. Dewasa ini, nyaris segala hal diubah ke bentuk digital, termasuk buku.

Ketika sudah demikian, maka harga dan wujudnya berbeda. Secara harga, e-book lebih ekonomis dibandingkan buku. Secara bentuk, e-book juga lebih praktis daripada buku.

Aplikasi membaca e-book. | Gambar: Google Play/Tangkapan Layar Dokumentasi Pribadi
Aplikasi membaca e-book. | Gambar: Google Play/Tangkapan Layar Dokumentasi Pribadi
Hal itu membuat penerbit mulai tidak perlu lagi repot untuk menghitung-hitung harga dan berapa eksemplar yang harus dicetak. Alhasil, ketika sudah jadi, harganya juga sudah sangat terjangkau dan abadi--tidak ada masa penarikan edaran.

Faktor terakhir itu menurut saya yang paling besar memberikan pengaruh kepada pola pemasaran dan pembelian buku sekarang dan nanti. Kalaupun masih ada pesta buku, kemungkinannya akan berkaitan dengan dua hal.

Buku lama dan buku luar negeri. Buku lama masih perlu disemarakkan di acara bazar, sedangkan buku luar negeri bisa dinikmati lewat acara besar seperti Big Bad Wolf (BBW).

Baca juga: Salah Satu Bazar Buku di Malang

Dua hal itu juga masih harus diselenggarakan secara offline. Hanya ketika ada momen tertentu--seperti pandemi, acara pesta buku akan diakomodasikan secara online.

Begitu pula dengan buku lama. Biasanya buku-buku lama baru dipasarkan secara online ketika memang sudah tidak ada wadah atau toko konvensional yang menampung.

Itu artinya, jika ada orang-orang yang ingin berburu buku, mereka masih harus memiliki momen tersendiri. Hanya, jangan sampai lupa untuk membagikan momen berpesta buku itu, agar orang lain juga bisa terpengaruh.

Selamat berbelanja--dengan bijak!

~ Malang, 12 November 2020
Deddy Husein S.

Terkait:

Kompasiana.com dan Kompas.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun