Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Liga 1 2020, Harus Lanjut atau Tidak Sama Sekali

8 November 2020   15:38 Diperbarui: 8 November 2020   15:40 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi covid-19 masih menjadi masalah bagi kehidupan dunia, termasuk Indonesia. Bahkan, Indonesia juga sempat memiliki tingkat kasus yang tinggi dalam sehari.

Atas dasar itu, banyak pihak dan bidang kelimpungan, termasuk di sepak bola Indonesia. Terbukti, Indonesia menjadi salah satu negara yang masih tidak kunjung memutar kembali kompetisi sepak bola sampai kalender 2020 nyaris habis.

Faktor penghadang bergulirnya kembali kompetisi adalah izin penyelenggaraan yang tidak diberikan oleh pihak Polri. Hal ini membuat jadwal kembalinya kompetisi dari yang awalnya akan dilanjut pada Oktober sempat ditunda ke November. Walau akhirnya kita tahu, bahwa itu juga tidak terlaksana.

Menurut kabar yang dijanjikan, kompetisi akan kembali muncul di Indonesia pada Februari 2021. Ada yang senang, ada pula yang tidak senang.

Bagi yang senang, kabar ini membuat masih adanya harapan. Khususnya bagi para pemain dan pelatih yang menggantungkan hidupnya pada aktivitas di lapangan. Bahkan, juga para pelaku bisnis yang bergerak di bidang olahraga, khususnya sepak bola.

Salah satunya seperti apparel yang menyediakan jersey pada klub. Mereka bisa sangat terpengaruh dengan keadaan ini, seperti yang dialami apparel yang mendukung Persik Kediri, Madura United, dan Persiraja Banda Aceh pada musim 2020.

Jersey Persik dengan apparel MBB yang harus gulung tikar. Gambar: Goal/Abi Yazid
Jersey Persik dengan apparel MBB yang harus gulung tikar. Gambar: Goal/Abi Yazid
Apparel itu kemudian tidak lagi dapat bekerja sama dengan Persik, karena dikabarkan mengalami kebangkrutan. Persik pun akhirnya harus berganti apparel, dan tentunya membuat jersey mereka berubah.

Itu menjadi keunikan, karena Persik dan dua klub tersebut menjadi klub yang mengeluarkan jersey dengan dua brand berbeda hanya untuk musim 2020. Di sisi lain, itu juga menjadi keprihatinan, karena kita melihat dampak pandemi juga bisa dengan cepat menghancurkan bisnis di sepak bola Indonesia.

Jersey baru Persik pasca berpisah dengan MBB. Gambar: Agtvnews.com/Linda Kusuma
Jersey baru Persik pasca berpisah dengan MBB. Gambar: Agtvnews.com/Linda Kusuma
Jersey baru Madura United. Gambar: Madura United via Tribunnews.com
Jersey baru Madura United. Gambar: Madura United via Tribunnews.com
Melihat kejadian semacam itu, muncul pemikiran bahwa sebaiknya kompetisi sepak bola Indonesia segera dilanjutkan. Tentunya dengan jaminan ketatnya penerapan protokol kesehatan, agar semua yang terlibat di sepak bola tidak terkena virus corona selama berkompetisi.

Namun, harapan itu sepertinya sulit untuk segera diwujudkan. Sepak bola Indonesia yang bergantung pada PSSI dan PT. LIB seperti tidak mudah untuk menemukan pelitanya.

Hal itu membuat muncul pesimistis, bahwa kita akan dapat melihat sepak bola kembali bergulir dalam waktu yang pasti. Bahkan, ketika dua pihak berwenang itu bersama semua klub yang ada di Indonesia masih sulit untuk mewujudkan kembali kompetisi yang berani "berdampingan" dengan ancaman covid-19.

Pada satu sisi, masih tertundanya kompetisi sepak bola di Indonesia bisa memberikan kemungkinan bahwa tidak akan muncul kasus covid-19 dengan klaster sepak bola. Hal ini bisa saja akan menjadi berbeda, jika kompetisi sudah digelar dan muncul tambahan kasus dari klaster sepak bola.

Ini seperti yang terjadi pada kompetisi di luar negeri, khususnya di Eropa. Ketika kompetisi kembali digelar, secara estafet muncul kasus-kasus covid-19 yang melanda pihak-pihak di dalam sepak bola. Salah satunya adalah pemain.

Cristiano Ronaldo sempat harus menjalani karantina pasca dinyatakan positif covid-19. Gambar: Instagram/Cristiano via Tempo.co
Cristiano Ronaldo sempat harus menjalani karantina pasca dinyatakan positif covid-19. Gambar: Instagram/Cristiano via Tempo.co
Tidak tanggung-tanggung, pemain sekelas Cristiano Ronaldo dan Zlatan Ibrahimovic telah menjadi 'penyintas' covid-19. Itu artinya, ada konsekuensi yang tidak bagus ketika kompetisi kembali digelar dengan covid-19 yang masih belum lenyap dari bumi.

Tetapi, jika melihat situasinya seiring berjalannya waktu, kita seperti sudah tidak terlalu panik jika ada pemain-pemain yang terkena covid-19. Lagipula, mereka juga bisa sembuh dan kembali dapat bermain seperti sediakala.

Itulah yang membuat satu sisi lainnya dari keberlanjutan kompetisi sepak bola di tengah pandemi dapat dianggap tidak terlalu membahayakan. Bahkan, itu tetap lebih baik, daripada tidak sama sekali dilanjutkan.

Pandangan ini yang sebenarnya juga bisa diberlakukan untuk sepak bola Indonesia. Mengapa?

Karena, kita sudah dapat menemukan banyak preferensi dari luar. Itu artinya, kita tidak perlu repot dalam menduga-duga apa yang akan terjadi jika kompetisi kembali bergulir di tengah pandemi.

Jika perlu, pihak LIB atau PSSI mengirim delegasi untuk mempelajari seluk-beluk pelaksanaan kompetisi di tengah pandemi. Tidak hanya di Eropa, mereka juga perlu mempelajari cara sepak bola di negara-negara tetangga yang telah menjalankan kompetisi.

Berdasarkan dua kultur sepak bola tersebut, kita akan mencari titik tengahnya. Salah satu bentuk dari titik tengah yang perlu dicari adalah upaya mencegah fanatisme dan kebandelan.

Fanatisme ini bisa mengerucut pada respon suporter ketika kompetisi kembali digulirkan. Apakah mereka akan mencoba menerobos larangan berkerumun dan masuk ke stadion atau tidak.

Hal ini yang sebenarnya (mungkin) ditakutkan oleh pihak pemerintah dan melalui Polri. Itulah mengapa, surat izin penyelenggaraan kompetisi urung dikeluarkan oleh Polri.

Namun, dengan alasan itu, kita menjadi tahu bahwa pihak pemerintah dan Polri tidak percaya dengan kepatuhan masyarakat bola. Mereka juga tidak berani memberikan tanggung jawab kepada masyarakat bola untuk memastikan bahwa mereka bisa diajak mencegah penyebaran virus corona dengan latar belakang sepak bola.

Pencegahan memang bagus. Tetapi, pada akhirnya pencegahan itu seperti terlihat sebagai menunda sesuatu yang bisa menjadi permasalahan di kemudian hari.

Bahkan, walaupun nantinya akan ada vaksin covid-19, itu juga belum tentu memberikan jaminan bahwa penyebaran virus akan terkendali. Bahkan, bisa saja malah terjadi kesembronoan, karena merasa sudah mendapatkan vaksin, berarti sudah bebas.

Padahal, keberadaan covid-19 ini bukan hanya menyasar pada problematika kesehatan, tetapi juga pola hidup secara luas. Seperti ekonomi juga gaya hidup.

Selain fanatisme yang identik pada kelompok suporter, kita juga perlu memperhatikan kebandelan. Kebandelan ini tidak hanya pada suporter, tetapi juga pada pemain, pelatih, wasit, dan pihak-pihak yang bersentuhan langsung dengan sepak bola.

Kita perlu berkaca pada apa yang terjadi di luar negeri. Para pemain bisa terkena covid-19, karena mereka tidak menjaga ruang interaksinya.

Sosok seperti Valentino Rossi juga harus terkena covid-19 karena tidak menjaga ruang interaksinya. Gambar: Instagram/Valentino Rossi via Detik.com
Sosok seperti Valentino Rossi juga harus terkena covid-19 karena tidak menjaga ruang interaksinya. Gambar: Instagram/Valentino Rossi via Detik.com
Alhasil, satu per satu bertumbangan. Itulah yang perlu dihindari oleh para pemain di Indonesia. Jika memang para pemain tetap ingin bersama keluarga kecilnya, buatlah mereka sama dalam menjalani pola hidup ketat, agar si pemain tidak akan terkena covid-19.

Hindari membuat pesta kecil-kecilan yang sebenarnya (maaf) tidak penting, seperti ulangtahun. Usia bertambah itu berarti jatah nyawa berkurang, jadi buat apa dirayakan?

Kalau hanya dijadikan momen berdoa bersama keluarga itu bagus. Berarti menjadikan momen ulangtahun sebagai kesakralan dalam memaknai hidup. Jangan malah menjadi ajang pamer hadiah mobil.

Artinya, jika Liga 1 sah digulirkan pada Februari 2021, maka pihak penyelenggara harus mewajibkan para pemain berada di lingkup yang dijangkau oleh pengawasan klub--penerapan bubble pertama. Para pemain, klub, dan penyelenggara juga harus transparansi dalam mengevaluasi ruang interaksinya selama kompetisi.

Belajar pula dari apa yang terjadi di Eropa, sepak bola Indonesia juga harus memiliki standar pemeriksaan terkait kasus covid-19 yang sesuai standar yang diberlakukan AFC. Jangan sampai, jika nanti ada klub Indonesia bermain di level Asia, mereka mendapatkan hasil tes yang berbeda dengan hasil tes di liga domestik.

Berdasarkan dua hal itu beserta standardisasi tes covid-19, harapannya pihak penyelenggara Liga 1 dapat menemukan titik tengah yang tepat, dan sesuai dengan apa yang bisa dilakukan Liga 1. Bahkan, dalam hal penyelenggaraan kompetisi, Liga 1 juga bisa menerapkan apa yang dilakukan Liga Malaysia yang memainkan sistem satu putaran saja.

NBA bisa diselenggarakan dengan aman meski tingkat kasus covid-19 di AS sangat tinggi, karena ada sistem bubble. Gambar: NBA via Usatoday.com
NBA bisa diselenggarakan dengan aman meski tingkat kasus covid-19 di AS sangat tinggi, karena ada sistem bubble. Gambar: NBA via Usatoday.com
Liga 1 juga bisa menerapkan sistem venue yang dipilih dengan pertimbangan zona aman covid-19--penerapan bubble kedua. Minimal ada 4 stadion yang dapat digunakan untuk menyelenggarakan 9 laga per pekan.

Jika per klub melakoni 17 laga (1 putaran), maka mereka hanya perlu sekitar 5 bulan untuk menjalani 1 musim penuh. Itu pun dapat dijalankan dengan format akhir pekan, atau jarak laga per klub minimal 4-5 hari. Ideal bukan?

Jika merujuk pada bulan yang ditentukan, yaitu Februari, maka kompetisi akan berakhir paling lambat Juni atau awal Juli. Itu sudah pasti akan terpotong sekitar 1-2 pekan untuk momen hari raya. Namun, jika kompetisi tidak pernah mengubah jadwal pertandingan, entah dengan alasan nonteknis terhadap bola, maka jadwal itu akan terlaksana dengan lancar.

Jika kemudian ada yang mengeluhkan jadwal padat, itu basi. Semua kompetisi di dunia ini juga merasakannya, tidak hanya di sini saja.

Bahkan, mereka ada yang lebih padat daripada di Indonesia yang terkadang tidak ada Piala Indonesia. Juga tidak banyak klub Indonesia yang berkompetisi di level Asia, karena kadang mentok di putaran Asia Tenggara.

Satu-satunya yang akan "mengganggu" adalah jadwal jeda internasional. Tetapi, selama pihak liga sudah menghitung dengan tepat jadwal tersebut sejak awal, dan semua komitmen termasuk pihak Polri, maka kompetisi akan aman-aman saja.

Selain itu, kompetisi untuk musim 2020 harus terwujud. Jika tidak, maka lebih baik dihapus saja. Kita harus melihat keadaan yang lain seperti turnamen internasional, hingga perihal nonsepak bola lain yang biasanya mengganggu jalannya kompetisi di Indonesia.

Daripada kita menjadi anomali, karena membuat acara dengan caranya sendiri. Lebih baik move on dari agenda 2020 jika memang sudah tidak sanggup mengatasinya.

Jangan sampai apa yang sulit diwujudkan oleh pihak federasi dan operator kompetisi membuat kehidupan para pelaku di lapangan menjadi rusak dan tidak sesuai standar yang diharapkan. Misalnya, seperti kebutuhan Timnas Indonesia.

Kita juga harus memikirkan itu, karena kompetisi kita juga untuk itu. Kalau kita menyelenggarakan kompetisi saja susah, bagaimana mau berharap timnas kita dapat berbicara banyak di dalam turnamen tim nasional?

Jadi, jika Liga 1 2020 ingin kembali, maka yang perlu dilakukan selain menghilangkan pesimistis dan ketakutan-ketakutan, adalah memperhatikan regulasi umum (sepak bola) dan khusus (kesehatan), jadwal, serta transparansi.

Transparansi akan menjawab segalanya ketika kompetisi di Indonesia mengalami permasalahan, baik yang teknis maupun nonteknis. Kita akan menunggu hal itu terjadi. Semoga!

~ Malang, 8 November 2020

Deddy Husein S.

Terkait:

Detik.com 1, Detik.com 2, Detik.com 3, Detik.com 4, Goal.com 1, Goal.com 2, Agtvnews.com, Tempo.co, Kompas.com, Detik.com 5, Detik.com 6, Usatoday.com, Sportingnews.com.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun