Berdasarkan dua hal itu beserta standardisasi tes covid-19, harapannya pihak penyelenggara Liga 1 dapat menemukan titik tengah yang tepat, dan sesuai dengan apa yang bisa dilakukan Liga 1. Bahkan, dalam hal penyelenggaraan kompetisi, Liga 1 juga bisa menerapkan apa yang dilakukan Liga Malaysia yang memainkan sistem satu putaran saja.
Jika per klub melakoni 17 laga (1 putaran), maka mereka hanya perlu sekitar 5 bulan untuk menjalani 1 musim penuh. Itu pun dapat dijalankan dengan format akhir pekan, atau jarak laga per klub minimal 4-5 hari. Ideal bukan?
Jika merujuk pada bulan yang ditentukan, yaitu Februari, maka kompetisi akan berakhir paling lambat Juni atau awal Juli. Itu sudah pasti akan terpotong sekitar 1-2 pekan untuk momen hari raya. Namun, jika kompetisi tidak pernah mengubah jadwal pertandingan, entah dengan alasan nonteknis terhadap bola, maka jadwal itu akan terlaksana dengan lancar.
Jika kemudian ada yang mengeluhkan jadwal padat, itu basi. Semua kompetisi di dunia ini juga merasakannya, tidak hanya di sini saja.
Bahkan, mereka ada yang lebih padat daripada di Indonesia yang terkadang tidak ada Piala Indonesia. Juga tidak banyak klub Indonesia yang berkompetisi di level Asia, karena kadang mentok di putaran Asia Tenggara.
Satu-satunya yang akan "mengganggu" adalah jadwal jeda internasional. Tetapi, selama pihak liga sudah menghitung dengan tepat jadwal tersebut sejak awal, dan semua komitmen termasuk pihak Polri, maka kompetisi akan aman-aman saja.
Selain itu, kompetisi untuk musim 2020 harus terwujud. Jika tidak, maka lebih baik dihapus saja. Kita harus melihat keadaan yang lain seperti turnamen internasional, hingga perihal nonsepak bola lain yang biasanya mengganggu jalannya kompetisi di Indonesia.
Daripada kita menjadi anomali, karena membuat acara dengan caranya sendiri. Lebih baik move on dari agenda 2020 jika memang sudah tidak sanggup mengatasinya.
Jangan sampai apa yang sulit diwujudkan oleh pihak federasi dan operator kompetisi membuat kehidupan para pelaku di lapangan menjadi rusak dan tidak sesuai standar yang diharapkan. Misalnya, seperti kebutuhan Timnas Indonesia.
Kita juga harus memikirkan itu, karena kompetisi kita juga untuk itu. Kalau kita menyelenggarakan kompetisi saja susah, bagaimana mau berharap timnas kita dapat berbicara banyak di dalam turnamen tim nasional?