Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seorang Pemuda yang Tidak Tahu Perannya untuk Negara

2 November 2020   07:04 Diperbarui: 2 November 2020   07:13 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Putri Tanjung dipercaya sebagai staf khusus presiden periode kedua Joko Widodo. Gambar: Instagram/putri_tanjung

Saya sebenarnya bukanlah orang yang cepat mengetahui informasi seputar politik juga pemerintahan. Namun, karena saya cukup sering membuka laman Kompasiana, maka informasi seputar politik dan pemerintahan menjadi cukup terbaharui.

Tentu, saya ucapkan terima kasih banyak kepada penulis-penulis konten di Kompasiana yang selalu mengunggah tulisan seputar dua hal tersebut. Tanpa mereka, saya mungkin lebih kudet dari apa yang saya rasakan sekarang.

Dari sekian banyak informasi yang dibagikan, saya tentu tidak melewatkan kesempatan untuk mengetahui apa yang sedang terjadi pada salah seorang figur berpengaruh di Indonesia yang tidak lain adalah Megawati Soekarnoputri.

Bu Mega adalah salah seorang mantan presiden yang tentunya saya hargai, karena sebagai bukti bahwa Indonesia sudah mengakomodir kesetaraan hak perempuan di ruang publik, khususnya di kursi pemerintahan. Kini, beliau adalah sosok hebat yang berkecimpung di ranah politik.

Pengaruhnya masih besar, dan setiap apa yang beliau sampaikan, dapat menjadi perhatian bagi masyarakat. Termasuk juga bagi pemerintahan. Apalagi, pemerintahan saat ini (pusat/daerah) sangat dekat dengan partai yang "diasuh", yaitu PDIP.

Berdasarkan rekam jejak dan sepak terjang luar biasa itu, saya juga memperhatikan apa yang sedang banyak diperbincangkan oleh orang-orang yang melek politik saat ini. Rupanya, ada yang menggelitik untuk dibahas terkait pernyataan beliau.

Kurang-lebih, beliau menyinggung perihal peran alias sumbangsih kaum pemuda terhadap bangsanya. Apa yang beliau sampaikan, menurut saya berbau kesangsian dan pengharapan yang menjadi satu.

Sebagai orang yang masih "berkepala dua", saya berpikir apa yang dipertanyakan oleh Bu Mega ada benarnya. Tetapi, ini khusus dalam kacamata saya.

Saya yang masih "ideal" untuk mengucapkan Sumpah Pemuda pada setiap 28 Oktober, secara pribadi menganggap diri saya belum saatnya memikirkan negara. Idealnya, saya fokus membangun diri saya untuk berguna untuk diri saya terlebih dahulu.

Mengapa demikian?

Karena, saya bukan lagi seorang anak yang ketika ditanya cita-cita oleh guru, lalu menjawab ingin menjadi polisi, dokter, guru, dan lainnya. Cita-cita semacam itu pasti berawal dari pengharapan untuk dapat memberikan peran penting kepada negaranya.

Tetapi, permasalahannya si anak belum tentu tahu (persis) bagaimana cara mewujudkannya. Itulah halangan bagi si anak yang kemudian sudah berubah menjadi pemuda. Dia tidak lagi bisa hanya berandai-andai, tetapi harus bisa merealisasikannya.

Jika tetap tidak bisa setelah berusaha, buang jauh saja mimpi itu. Alihkan fokus pada hal yang lebih realistis.

Itulah yang membuat saya tidak baper dengan pernyataan Bu Mega. Karena, saya pikir sebagai pemuda yang semakin realistis dan sedikit oportunis, saya juga sedang tidak memikirkan apa yang dapat saya lakukan demi negara ini.

Terkadang lebih perlu memikirkan yang sederhana, baru yang rumit. Gambar: Pexels/Andrea Piacquadio
Terkadang lebih perlu memikirkan yang sederhana, baru yang rumit. Gambar: Pexels/Andrea Piacquadio
Sekarang, saya lebih fokus untuk menjadi berguna bagi diri saya, juga khususnya bagi orang tua saya. Itulah mengapa, ketika ada orang yang menyangsikan peran pemuda yang kelasnya seperti saya, tidak masalah.

Justru, saya senang dengan kesangsian itu. Karena saya pikir, pemuda itu tugasnya bukan untuk menjawab harapan yang artinya harus memikul beban yang di luar kemampuannya.

Pemuda itu akan cukup berperan ketika dapat melakukan apa yang pemuda bisa lakukan dan tidak bisa dilakukan lagi oleh golongan tua. Menurut saya, itu sudah cukup, dan belum begitu perlu memikul yang lebih berat. Kecuali, jika memang si pemuda sudah terbiasa dengan beban berat melalui harapan-harapan besarnya.

Harapan itu pemberat, seperti jangkar. Ketika kapal ingin berhenti, dia butuh pemberat yang dapat menghentikan lajunya di atas permukaan laut.

Mumpung masih muda, fokus melakukan apa yang masih bisa dilakukan. Gambar: Pexels/Niko Twisty
Mumpung masih muda, fokus melakukan apa yang masih bisa dilakukan. Gambar: Pexels/Niko Twisty
Saya pikir, pemuda itu adalah kapal. Dia bisa berlayar ke mana saja. Sesuka hati, dengan banyak tujuan, dan berhenti bukan karena sudah cukup, melainkan untuk istirahat atau bisa juga karena sudah menemukan tempat yang tepat untuk membuktikan diri.

Selain itu, pemuda juga seperti kapal yang beraneka jenis dan fungsinya. Ada tipe-tipe kapal yang memang mampu memuat banyak penumpang dan barang. Ada juga yang hanya untuk sedikit penumpang atau dengan spesifikasi muatan barang tertentu.

Artinya, ketika seseorang ingin menilai peran pemuda seperti apa untuk negaranya, maka lihatlah tipe pemudanya terlebih dahulu. Coba saja lihat sosok yang semisalnya seperti Putri Tanjung.

Putri Tanjung dipercaya sebagai staf khusus presiden periode kedua Joko Widodo. Gambar: Instagram/putri_tanjung
Putri Tanjung dipercaya sebagai staf khusus presiden periode kedua Joko Widodo. Gambar: Instagram/putri_tanjung
Meskipun dia masih "berkepala dua"--ketika ini ditulis, tetapi dia sudah berupaya untuk berguna bagi banyak orang. Saya yakin, orang-orang yang sudah ia bantu adalah orang-orang yang secara pengalaman hidup lebih banyak darinya, tetapi secara kreasi dan inovasi belum tentu melebihinya.

Atau, kita tengok kembali rekam jejak duo Yahya; Tantowi dan Helmy Yahya. Keduanya adalah orang-orang yang sangat giat bekerja di masa mudanya.

Orientasinya pun sangat jelas saat itu, yaitu kesejahteraan. Mereka berupaya keras untuk menyejahterakan diri ketika muda, karena mereka berasal dari keluarga yang kurang mampu.

Alhasil, mereka berhasil membangun reputasi seperti yang kita ketahui sampai saat ini. Namun, ketika sudah merasa mapan dan secara usia sudah banyak, akhirnya mereka memilih mencari sisi lain dari kehidupan, yaitu kebahagiaan, keseriusan, dan kebebasan berekspresi.

Tantowi dan Helmy Yahya. Gambar: Wartakota/Kompas via Tribunnews.com
Tantowi dan Helmy Yahya. Gambar: Wartakota/Kompas via Tribunnews.com
Saat seperti itulah, mereka berhasil mengetahui apa yang bisa dilakukan dan (mungkin) belum bisa dilakukan oleh pemuda. Berguna bagi bangsanya.

Saya pikir, dua contoh dari tiga figur itu bisa menjawab bagaimana kita memandang peran pemuda untuk bangsanya. Ada kaum pemuda yang memang sudah mampu bertindak cepat, inovatif, dan melampaui ekspektasi. Ada juga kaum pemuda yang memilih bertahap namun pasti.

Lalu, bagaimana dengan saya?

Seperti judulnya, saya adalah pemuda yang masih belum tahu apa perannya untuk negeri ini.

~ Malang, 31 Oktober 2020

Deddy Husein S.

Terkait:

CNNIndonesia.com, Kompas.com, Suara.com, Youtube 1, Youtube 2.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun