Masalahnya, hal itu sulit untuk dijamin. Itulah yang membuat saya ragu untuk meminjam buku orang lain. Walaupun, sekali-dua kali pernah.
Berangkat dari membeli dan membaca buku, saya mulai membangun minat untuk menulis. Tetapi, saat itu medianya masih belum jelas.
Ada suatu masa saya memiliki media untuk menulis, tetapi secara teknis saya masih sulit untuk berkembang. Akhirnya, saya memilih untuk menahan diri.
Sepertinya saat itu, saya terlalu bernafsu untuk mengeluarkan hasil tanpa memperkaya isinya terlebih dahulu. Dari situlah saya mencoba untuk menata ulang pondasi untuk menulis.
Memang, seiring berjalannya waktu saya juga menyentuh buku-buku dari penulis-penulis terkenal di Indonesia. Tetapi, itu malah bukan untuk menyenangkan diri saya melainkan untuk mengimbangi kepalanya orang lain.
Itu pula yang membuat saya menjadi lebih percaya diri dibandingkan sebelumnya, walau masih belum banyak. Masih banyak yang belum saya perkuat, yaitu kembali lagi tentang upaya menulis.
Awalnya, saya berangkat sebagai orang yang gemar cuap-cuap di media sosial (medsos). Tetapi, pada akhirnya saya mulai berpikir, bahwa menulis di media sosial (medsos) terkadang mengganggu orang lain.
Nahasnya, ketika orang lain terganggu, maka orang lain itu juga mengganggu saya. Otomatis saya juga merasa terganggu.
Berangkat dari suatu pengalaman buruk bermedia sosial, saya akhirnya cenderung pasif--hingga seperti saat ini. Padahal, dulu saya menjadikan media sosial sebagai "alter ego", dan itu demi membangun kepercayaan diri.
Sudah di dunia nyata lebih banyak diam, masa di dunia maya juga diam? Begitu kira-kira yang saya pikirkan.