Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pindah Kewarganegaraan Tidak Segampang Pindah Kos

14 Oktober 2020   05:17 Diperbarui: 14 Oktober 2020   20:48 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tentukan kapan kita bisa mengubah sesuatu untuk menjadi lebih baik. Gambar: Pexels/Alexas Fotos

Tetapi, hal ini sudah membuat saya pusing. Semakin pusing jika ketebalan dompet menyusut dan tanda-tanda pemasukan hanya cukup untuk membeli paket data sebulan dan sisanya untuk beli makan nasi lalapan beberapa porsi.

Saya terkadang berpikir kalau seandainya saya pulang kampung, pasti ceritanya berbeda. Walau di sisi lain, semakin ke sini justru nilai tukar barang di kampung halaman malah terasa lebih mahal jika sama-sama bersifat langsung jadi.

Justru di tempat rantauan ini, saya masih dapat menemukan barang-barang jadi yang harganya terjangkau. Faktor 'identitas' kotanya atau dominasi status penduduknya di suatu daerah juga mempengaruhi.

Kemampuan memperoleh uang juga perlu dipertimbangkan. Gambar: Pexels/Karolina Grabowska
Kemampuan memperoleh uang juga perlu dipertimbangkan. Gambar: Pexels/Karolina Grabowska
Artinya, kalau mau pindah warga negara, carilah negara yang nilai tukar barang dan jasanya sama atau lebih terjangkau daripada Indonesia. Hal ini juga dilakukan oleh banyak orang manca yang akhirnya tinggal lama di Indonesia, karena faktor itu--walau tidak diakui secara jujur.

Contohnya, bisa dilihat dari pesepak bola asing yang bermain di Indonesia. Mereka rata-rata akan kembali--hingga memboyong keluarga--ke Indonesia dan berusaha survive di Indonesia. Mereka tahu nilai tukar di sini lebih murah dari negara asalnya.

Dari tiga faktor tersebut, faktor terakhirlah yang sebenarnya patut dipikirkan secara mendalam. Apakah kita pindah kewarganegaraan untuk menjadi orang yang lebih tinggi derajatnya dari jati diri kita sebelumnya, atau malah terdegradasi?

Minimal, kita bisa menyamakan derajatnya dengan diri kita sebelumnya. Kalau malah turun, mending tahan dulu keinginan untuk pindah warga negara.

Pindah kos saja terkadang repot. Harus mengurus ini-itu, juga harus mengenal si ini-itu yang belum tentu seakrab yang sebelumnya.

Itu artinya, melakukan perpindahan bukan hal yang mudah. Jika ada yang di antara kita memiliki keinginan untuk berpindah tempat, sebaiknya dimulai dari yang sederhana dulu.

Kecuali kalau ada yang berpindah kewarganegaraan karena sudah memiliki "back up" di negara tersebut, baru up to you. Tetapi, kalau hidupnya masih sebatang kara dan susah bersosialisasi, lebih baik stay at home.

Tentukan kapan kita bisa mengubah sesuatu untuk menjadi lebih baik. Gambar: Pexels/Alexas Fotos
Tentukan kapan kita bisa mengubah sesuatu untuk menjadi lebih baik. Gambar: Pexels/Alexas Fotos
Menurut saya, negara adalah rumah. Baik-buruknya negara saya itulah rumah saya. Jika saya ingin rumah saya menjadi lebih baik, maka saya akan berupaya mengubahnya menjadi lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun