Jika ada yang menyebut istilah Parma, apa yang ada di pikiran Anda? Kalau Anda penikmat bola dan gemar membaca, mungkin langsung terbersit tentang tim legenda yang pernah melahirkan bakat-bakat hebat yang salah satunya adalah kiper ikonik Italia, Gianluigi Buffon.
Mereka juga pernah diperkuat pemain tenar dari Argentina, Hernan Crespo. Artinya, klub yang menghuni daerah Emilia Romagna itu bukan klub kaleng-kaleng.
Hal ini juga bisa dilihat dari riwayat mereka yang pernah merengkuh trofi UEFA Cup yang kemudian membuat skuadnya diincar banyak klub di Serie A. Seperti Buffon yang kemudian hengkang ke Turin untuk memperkuat Juventus, dan membuatnya identik dengan Juventus bagi generasi penikmat bola masa kini.
Artinya, klub ini dipenuhi dengan kisah dinamis bak roller coaster. Hal ini dapat dipertegas dengan kiprah mereka di liga yang sudah merasakan semua divisi baik di era kuno (sebelum 1990) maupun di era baru (selepas 1990-an).
Selama 89 berkompetisi secara resmi, mereka cenderung "hobi" naik-turun tangga*. Begitu pun saat mengisi tabel klasemen akhir, khususnya di Serie A.
Ketika musim 2014/15, I Gialloblu sempat terjun bebas ke dasar klasemen akhir. Lalu, musim 2018/19 mereka kembali ke Serie A dan mengakhiri musim di posisi 14.
Meski masih di papan tengah, tapi posisi mereka membaik di musim 2019/20 dengan menempati urutan 11. Namun, saat ini mereka malah melalui 2 laga awal musim 2020/21 dengan kekalahan.
Situasi ini cukup aneh, karena Parma sedang berada di situasi yang seharusnya bagus. Kenapa?
Dampaknya, ia diprediksi akan menjadikan Parma sebagai kekuatan baru di Serie A. Selayaknya ketika PSG, Manchester City, atau Chelsea yang berhasil menjadi klub kuat setelah dirangkul para pebisnis kelas kakap.