Namun, saya melihat ini dapat dilakukan oleh Alfred Riedl. Entah mengapa dan bagaimana, tetapi saya melihat Alfred Riedl seperti melakukan self control yang kemudian membuat keadaan di sekitarnya menjadi (nyaris) lebih ideal.
Banyak contoh yang ia terapkan. Di dalam stadion, ia bisa membuat dirinya tak pernah larut dalam suasana pertandingan. Ia lebih memilih fokus mencermati pertandingan secara keseluruhan dibandingkan mengikuti irama pertandingan yang fluktuatif.
Sedangkan di luar stadion atau di konferensi pers dan agenda-agenda wawancara lainnya, ia akan menerapkan pola khusus. Sebenarnya penerapan pola khusus dalam agenda bincang-bincang atau tanya-jawab sudah pernah diperkenalkan oleh pemain Indonesia, Bambang Pamungkas.
Namun seolah belum familiar atau kebiasaan publik yang suka menyamaratakan semua tipe pemain, maka penerapan pola itu tak jarang mendapatkan cibiran hingga penyematan sikap-sikap kepada si pemain*. Padahal, sebenarnya ini adalah contoh yang bagus untuk diterapkan.
Alasannya pun salah satunya untuk pengendalian diri. Dengan penerapan pola khusus dalam agenda seperti itu, maka si "orang yang ditodong" tidak akan lost mind hingga membuatnya kelepasan dalam memberikan statement.
Dewasa ini, permasalahan ini kemudian juga menjadi viral. Entah karena disengaja atau tidak, yang pasti salah satu penyebabnya karena kurang/tidak ada pengendalian diri.
Jika sudah demikian, sulit rasanya untuk membuat suatu tindakan menjadi tepat dan bermanfaat bagi orang lain. Ditambah jika orangnya berstatus figur publik, maka tidak mungkin tiba-tiba membuat video singkat di media sosial lalu menyalahkan temannya, jika itu bukan karena sedang larut dalam suasana dan tidak mampu mengendalikan diri.
Permasalahannya, melakukan tindakan disiplin itu sulitnya seperti nyaris berkali-kali lipat dari pengendalian diri. Jika melakukan pengendalian diri saja sudah sulit, maka kedisiplinan bisa dikatakan jauh dari harapan.
Seperti pungguk yang merindukan bulan, maka kita mengharapkan kedisiplinan bisa menjadi habit diri kita seperti terus bermimpi. Memang, bukan berarti tak ada orang yang disiplin. Tetapi jumlahnya tak akan sebanyak orang yang tidak disiplin.
Artinya, kita tidak bisa membuat perbandingan 50-50. Nahasnya, hal ini masih terjadi di dunia profesional, termasuk di olahraga.