Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Apakah Inter Milan Sangat Membutuhkan Lionel Messi?

27 Agustus 2020   05:42 Diperbarui: 27 Agustus 2020   08:52 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Duet Lukaku-Martinez harus awet di Inter. Gambar: Twitter/EuropaLeague

Sebenarnya, ide menulis tentang isu transfer Messi ke Inter sudah muncul sejak H-1 final Liga Europa (Sevilla vs Inter Milan) kemarin (21/8). Bahkan, tanpa mempedulikan apa hasilnya, tetap saja ada dilematis tentang isu kemungkinan transfer ini terealisasikan.

Memang, sulit rasanya bagi pendukung klub bola mana pun yang menolak untuk melihat Messi bermain di klub dukungannya. Namun, tidak bisa dipungkiri juga jika ada yang merasa klub dukungannya (sepertinya) tidak butuh Messi.

Salah satu klub itu menurut saya adalah Inter Milan. Mengapa?

Pertama, Inter Milan dalam waktu sekitar 1 dekade terakhir--sejak 2009--sudah berupaya bermain bagus tanpa pemain yang super menonjol. Hal ini dapat diperlihatkan dengan keberhasilan Inter menjuarai Liga Champions* dan treble winners bersama Jose Mourinho (2009/10).

Saat itu, Inter tak lagi bermain dengan mengandalkan pemain yang menonjol, seperti Zlatan Ibrahimovic. Kepergian Ibra memang bisa disebut bencana, karena klub asal kota Milan itu telah banyak diberikan sumbangan gol-gol oleh penyerang asal Swedia itu.

Biasanya ketika Inter bermain tanpa Zlatan--sebelum pindah, mereka seperti tidak bergitu produktif. Itulah yang membuat ada dugaan jika Inter akan kelimpungan ketika harus kehilangan Ibra yang memilih hengkang ke Barcelona.

Namun, faktanya berbeda. Inter justru tampil trengginas dan malah mampu menjungkirbalikkan prediksi banyak orang. Betul, Inter malah menjuarai Liga Champions dengan mengalahkan Bayern Munchen yang saat itu juga seperti di final kemarin (23/8), sangat dijagokan banyak orang.

Berdasarkan fakta itu, saya menganggap ketiadaan pemain yang menonjol seperti Ibra justru memberikan keuntungan bagi Inter. Inter jauh lebih kolektif, dan mereka mampu memanfaatkan keberadaan duet maut Diego Milito dan Samuel Eto'o*.

Pemandangan itu yang kemudian seolah terduplikasi di musim 2019/20. Butuh satu dekade kemudian untuk kita bisa melihat adanya duet maut pada Romelu Lukaku dan Lautaro Martinez.

Memang, I Nerazzurri gagal meraih satu pun trofi di musim tersebut. Namun, secara penampilan, mereka telah menanjak. Skuad asuhan Antonio Conte itu menjadi lebih kolektif dan tidak kehilangan produktivitasnya.

Baca juga: Kunci Sukses Sevilla Kalahkan Inter Milan

Kedua, Inter harus belajar dari keberadaan Mauro Icardi. Para pendukung Inter Milan bisa diprediksi masih menaruh respek terhadap kualitas Icardi di lapangan. Namun, ada satu hal yang membuat Icardi patut dicoret dari Inter, yaitu intrik si pemain di luar lapangan.

Pemain yang terkesan menonjol atau sangat diandalkan biasanya akan berpotensi membuat hal-hal tertentu di luar teknis permainan. Hal ini bisa saja akan terjadi jika Inter memiliki pemain yang terlampau menonjol dan sulit dibumikan oleh tim manajemen, pelatih, dan rekan-rekannya.

Sebenarnya, hal ini nyaris terjadi pada Lautaro Martinez. Namun berhubung si pemain masih muda dan torehan statistiknya tak seganas Lukaku, maka egonya masih bisa dikontrol.

Setidaknya si pemain bisa menyadari sendiri kualitasnya tanpa harus diberitahu oleh netizen yang budiman. Hal ini yang patut dicermati oleh manajemen Inter jika ingin merekrut pemain yang sudah memiliki track record seperti Messi.

Jika berkaca pada bagaimana Messi (akhirnya) bisa membuat kehebohan di Barcelona, maka hal itu juga bisa saja terjadi di Inter. Tentu, ini akan menyedihkan jika klub yang sedang berupaya bangkit sebagai klub besar yang disegani malah digerogoti dengan masalah 'rumah tangga' (lagi).

Ketiga, Inter juga harus melihat bagaimana Juventus mulai mudah ditebak peta kekuatannya. Musim 2019/20 memang masih menjadi musimnya Juventus di Serie A. Hal ini dibuktikan dengan juaranya La Vecchia Signora ke-9 kali secara beruntun.

Namun, kita tak bisa menutup mata bahwa Juventus menjadi kian bergantung dengan performa Cristiano Ronaldo. Padahal, ketika Ronaldo belum berkaos putih-hitam, Juventus sudah dua kali menapaki tangga final Liga Champions*.

Ronaldo semakin tajam di Juventus, tetapi buat klubnya mudah dihentikan. Gambar: AFP/Marco Bertorello via Kompas.com
Ronaldo semakin tajam di Juventus, tetapi buat klubnya mudah dihentikan. Gambar: AFP/Marco Bertorello via Kompas.com
Bagaimana dengan adanya Ronaldo?

Juventus harus tersingkir di partai 8 besar saat 2018/19*, dan pada musim 2019/20* langkah Juventus malah berakhir di fase 16 besar. Ironis. Semakin ironis ketika kita melihat ada satu pemain yang sangat ingin merengkuh trofi Liga Champions, yaitu Gianluigi Buffon.

Namun kenyataannya bermain bersama Ronaldo tak serta-merta langsung menghadirkan trofi Liga Champions. Itulah sisi kekurangan bagi tim yang telanjur memiliki pemain yang super menonjol.

Baca juga: Karena Barcelona bukan Juventus

Lalu, apakah otomatis Inter harus menolak kesempatan memiliki Messi?

Jawabannya tentu tidak. Inter tetap boleh saja memiliki Messi, asalkan mereka bisa membuat Messi membumi. Bagaimana caranya?

Cara pertama adalah tetap memprioritaskan Lukaku sebagai topskor klub, yang artinya menempatkan Messi sebagai pelayan Lukaku. Bahkan, meski Lukaku sedang di tren yang kurang produktif, pelatih tetap harus membantu Lukaku untuk dapat menjaga level konfidensinya.

Duet Lukaku-Martinez harus awet di Inter. Gambar: Twitter/EuropaLeague
Duet Lukaku-Martinez harus awet di Inter. Gambar: Twitter/EuropaLeague
Cara kedua adalah mempertahankan Lautaro Martinez. Dengan adanya duet Lukaku dan Martinez di depan, maka Inter tetap memiliki senjata yang lebih dulu diandalkan selain pemain baru, meskipun itu sekaliber Messi.

Menjaga duet ini juga akan membuat Messi bisa membuktikan omongannya*, yaitu ingin menjadi pemain yang banyak membuka ruang dan peluang bukan sebagai pencetak gol utama. Jika sudah demikian, maka permainan Inter memang akan lebih komplit.

Cara ketiga adalah Inter harus menerapkan gaya main bertransisi cepat seperti biasanya. Mereka harus tetap menggunakan flank kanan-kiri dengan memanfaatkan kualitas akselerasi Ashley Young dan Danilo D'Ambrosio.

Jangan sampai dengan kehadiran Messi, malah tumpuan menyerang menjadi beban Messi. Biarkan Messi lebih banyak bermain tanpa bola, agar pergerakannya menjadi tidak mudah ditebak oleh lawan, sekaligus memberi tingkat kepercayaan diri tinggi kepada para pemain lain.

Artinya, kedatangan Messi bukan untuk membuat Conte memasang strategi Messi-oriented*, justru sebaliknya. Messi-lah yang harus beradaptasi dengan permainan ala Conte. Bukankah bertahannya Conte di Inter* untuk membuat skuad si Biru Hitam dapat bermain semakin sesuai dengan keinginan Conte?

Maka dari itu, ketika (seandainya) Messi benar-benar datang, Inter harus menjadi tim yang percaya diri dan tidak menganggap Messi adalah segalanya. Kedatangan Messi memang akan berdampak positif dalam meraih perhatian publik terhadap Inter. Namun dalam hal permainan, Messi harus seperti pemain lainnya, yaitu beradaptasi dengan taktik pelatihnya.

Baca juga: Pesimistis di Langit Barcelona

Satu poin tambahan jika Messi berlabuh ke Internazionale adalah nasib pemain lain. Salah satunya adalah Christian Eriksen. Tentu kita tahu bahwa kedatangan Eriksen bisa menjadi taktik alternatif Conte untuk bermain dengan playmaker.

Tetapi dengan adanya Messi, peran itu (diprediksi) akan langsung dipercayakan kepada Messi. Ditambah dengan adanya Nicolo Barella yang memiliki prospek jangka panjang yang luar biasa untuk Inter, maka nasib Eriksen bisa kacau dengan kedatangan Messi.

Interisti pilih Messi atau Eriksen?

Meski saya mengakui kedatangan Messi akan membuat mentalitas permainan Inter meningkat pesat, tetapi keberadaan Eriksen tetaplah patut dipertahankan. Usianya yang lebih muda dari Messi juga sebenarnya bisa menjadi daya tawar.

Hanya, sebagai pemain yang pernah sangat diandalkan di klub-klub sebelumnya, maka bisa saja Eriksen memilih hengkang dari Inter daripada hanya menjadi pelapis Messi. Alasannya pun tak jauh-jauh dari segi teknis, yaitu jaminan bermain di timnas untuk gelaran Euro 2021 nanti.

Baca juga: Eriksen ke Inter adalah Kenaikan Karier atau Penurunan?

Itulah mengapa, ketika isu tentang Messi ke Inter mencuat, saya malah berpikir bahwa Inter sebenarnya tak akan kekurangan dalam segi kualitas tanpa transfer tersebut. Karena, mereka sudah memiliki pemain-pemain Eropa seperti Eriksen, dan pemain seperti Eriksen pasti akan berupaya mengeluarkan kualitasnya secara maksimal di klubnya--agar dapat menyegel tempat utama di timnas.

Jadi, tanpa Messi pun sebenarnya Inter masih sangat bisa untuk tampil bagus. Hanya, kalau memang Messi lebih ingin ke Inter daripada ke Man. City, silakan! Bukankah begitu, Interisti?

Malang, 26 Agustus 2020
Deddy Husein S.

Goal.com, CNNIndonesia.com, Kompas.com.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun