Sulit untuk menampik prediksi bahwa yang akan menjuarai Liga Champions musim 2019/20 ini adalah Bayern Munchen. Banyak alasan yang dapat mendasarinya.
Satu diantaranya, mereka adalah tim paling produktif musim ini. Hal ini sudah dijelaskan di artikel sebelumnya yang membahas langkah pesimistis Barcelona* saat akan berjumpa Bayern Munchen.
Hasilnya, penggambaran itu menjadi kenyataan setelah Barcelona digebuk dengan skor super telak, 2-8. Meski skor itu sedikit di luar dugaan, tetapi jika berdasarkan statistik di kiprah semusim penuh Bayern, maka skor itu ada dasarnya.
Berdasarkan tingkat produktivitas itu, Bayern juga dijagokan untuk dapat mengalahkan Paris Saint-Germain (PSG) yang terlebih dahulu menjejakkan kakinya di final. Namun, hal ini bisa terwujud seandainya Die Roten sukses menyingkirkan gangguan dari Olympique Lyon.
Mengapa masih ada kata "seandainya"?
Alasan pertama sudah jelas bahwa laga ini belum berlangsung, maka apa pun bisa terjadi. Tim yang produktif seperti Bayern Munchen bisa saja tiba-tiba dibuat tak berdaya oleh Lyon.
Hal ini bisa seperti yang dilakukan Lyon atas Manchester City, meski secara statistik produktivitas Man. City di kompetisi ini masih cukup normal--tidak seganas Bayern. Perbedaan yang bisa menjadi landasan untuk melihat kedua klub itu adalah Bayern bisa menghancurkan Chelsea dengan skor telak, sedangkan Man. City malah kalah dari Chelsea di Premier League.
Inilah yang kemudian perlu diperhatikan oleh Rudi Garcia. Bayern lebih gahar dari Manchester City, karena Pep cenderung terlalu jenius hingga gemar mengutak-atik strategi. Sedangkan Hansi Flick terlihat lebih simpel dalam mengeluarkan kelebihan skuadnya.
Namun, Lyon tidak boleh segera mengibarkan bendera putih. Masih ada 90 menit yang dapat dihitung-hitung peluangnya untuk bisa memberikan perlawanan ke Thomas Muller dkk.
Alasan kedua, Lyon bisa mencoba berharap bahwa Bayern akan meremehkan mereka dan membuat kesalahan. Hal ini sebenarnya juga menjadi modal Lyon untuk menyingkirkan Manchester City.
Manchester City diduga meremehkan kekuatan Lyon dengan mencadangkan Riyad Mahrez, Bernardo Silva, dan David Silva. Taktik high-pressing seperti yang dijalankan dengan adanya Phil Foden di laga melawan Real Madrid tidak ada juga di laga ini.
Itu artinya, Lyon bisa saja menemukan hal serupa di laga melawan Bayern. Meski ada besar kemungkinan Bayern tak melakukannya, karena mereka harus belajar dari kegagalan Manchester City dan PSG yang juga sempat kesulitan saat bertemu Atalanta.
Baca juga: Manchester City Disingkirkan Lyon
Jika alasan kedua tak terjadi, maka Lyon harus menggunakan alasan ketiga, yaitu bermain sampai darah penghabisan. Penyebabnya adalah musim depan mereka akan absen di Liga Champions. Tentu, ini cukup mengejutkan ketika melihat Lyon mampu mendepak Juventus dan Manchester City, namun di kancah domestik mereka keteteran.
Padahal jatah Eropa untuk Ligue 1 hanya 4. Kuota ini lebih sedikit dari kompetisi top yang mendapatkan jatah 6 klub untuk berlaga di Eropa--bisa sampai 7 klub dengan syarat tertentu. Ini artinya, Memphis Depay dkk. harus tampil all out untuk bisa menyaingi kualitas Bayern Munchen.
Bagi penggemar Lyon, bisa saja ada yang menyumpah-serapah atas berhentinya kompetisi Ligue 1 2019/20 dan membiarkan Lyon tak beranjak dari kursi ke-7 itu. Tetapi, apakah Lyon akan mampu finis lebih baik?
Jawabannya belum tentu. Jika menghitung sisa pertandingan yang belum dilalui, maka, Lyon paling maksimal mencapai 70 poin. Apakah itu cukup untuk melampaui 4 klub di atasnya?
Jawabannya juga belum tentu, karena jika melihat jumlah kekalahan Lyon, mereka lebih banyak dari 2-4 klub teratas. Ditambah dengan tren di 5 pertandingan terakhir yang juga tak istimewa.
Satu-satunya keunggulan bagi Lyon untuk masih diperhitungkan untuk finis lebih baik adalah statistik mencetak gol dan kebobolan. Meski tidak istimewa, tetapi statistik mereka lebih baik dari klub-klub yang bercokol di atasnya.
Atas dasar inilah, Lyon diprediksi bisa menancapkan targetnya untuk bisa membalikkan prediksi publik, bahwa mereka juga harus diperhitungkan untuk lolos ke final musim ini. Jika mereka bisa mengalahkan Bayern, tidak hanya membuat publik dunia terhenyak, tetapi juga membuat publik Prancis bersorak.
Akan ada klub Prancis dan pelatih Prancis yang akhirnya dapat menjejakkan kaki kembali di partai final. Langkah Rudi Garcia akan melanjutkan kiprah Zinedine Zidane sebagai pelatih Prancis yang akrab dengan final Liga Champions meski bersama klub asal Spanyol, Real Madrid. Akankah hal ini terjadi?
Bagaimana jika memang Lyon yang justru lolos ke final?
Jawaban sementaranya adalah PSG yang akan menjadi juaranya. Karena, jika berkaca pada duel dua klub ini di pentas domestik, Lyon--dengan berat hati--bisa dikatakan adalah pecundang.
Meski mereka bisa saja berkata bahwa, "kami lebih berpengalaman dari PSG di Liga Champions". Tetapi, di final nanti yang bisa mempengaruhi hasil pertandingan tak hanya sejarah, melainkan skuad yang bermain.
Tuchel sebagai pelatih PSG lebih diuntungkan dengan seabrek pemain berkualitas baik di starting line-up dan cadangan. Sedangkan Lyon cenderung mengandalkan pemain-pemain muda yang sebagian besar "hanya" memiliki semangat.
Jadi, jika berdasarkan uraian sederhana tersebut, Bayern diharapkan sangat serius untuk menghadapi Lyon. Begitu pun Lyon, mereka harus tampil di luar tekanan dan lebih cerdik dari lawan.
Semoga laga semifinal nanti berjalan sangat seru. Selamat menonton!
--- UEFA Champions League (@ChampionsLeague) August 19, 2020
Malang, 19 Agustus 2020
Deddy Husein S.
Terkait:
Pikiran-rakyat.com, Detik.com, Goal.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H