Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menariknya Format Liga Champions 2020 bagi Penggemar Layar Kaca

19 Agustus 2020   18:17 Diperbarui: 19 Agustus 2020   18:12 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menonton Liga Champions 2020 dengan format daruratnya. Gambar: diolah dari Britishcouncil via Tagar.id dan Championsleague/Twitter

Sebenarnya beberapa waktu lalu sempat ada pesimistis terhadap keberlanjutan kompetisi sepak bola, khususnya di Eropa. Namun, pesimistis itu berhasil dijawab oleh pihak UEFA. Mereka pun terus membangun upaya dan narasi optimis, hingga terwujudlah keberlanjutan setiap kompetisi domestik di beberapa negara.

Walau ada beberapa kompetisi memilih mengakhiri musim, seperti Jupiler Pro League Belgia, Eredivisie Belanda, dan Ligue 1 Prancis, kita akhirnya menemukan adanya kebangkitan di kompetisi lain. Kompetisi pertama yang mengawalinya adalah Bundesliga Jerman.

Secara berturut mulai diikuti oleh Premier League Inggris, La Liga Spanyol, Serie A Italia, Super Lig Turki, Primeira Liga Portugal, dan lainnya. Mereka kemudian menjadi pondasi dari keberlanjutan kompetisi akbar di Eropa, UEFA Champions League (Liga Champions).

Kembalinya Liga Champions di hadapan para penggemar sepak bola tentu bisa menjadi pelipur lara. Maklum, kita pasti butuh suntikan semangat kala melawan keadaan yang masih genting akibat pandemi covid-19 ini.

Sebagai penggemar sepak bola tentu media hiburan yang paling ditunggu adalah Liga Champions. Di sanalah kita bisa menyaksikan permainan dari pemain-pemain terbaik dunia.

Namun, ada satu hal yang membuat kita awalnya sedikit mengernyitkan dahi, yaitu tentang format Liga Champions 2020. Biasanya kita tahu bahwa kompetisi Liga Champions menggunakan sistem laga kandang-tandang.

Ini yang membuat dalam setiap fase terdapat banyak jadwal pertandingan, dan digelar dalam waktu yang cukup lama--nyaris semusim. Di Liga Champions setiap klub berhak menggelar pertandingan di kandangnya masing-masing, atau minimal masih di daerah terdekat dari markasnya.

Misalnya seperti Atalanta yang musim ini bersaing di Liga Champions dengan modal numpang kandang duo klub asal Milan, San Siro. Dampaknya pun bagus bagi klub tersebut karena memiliki kesempatan mengajak penggemarnya menyaksikan pertandingan sengit lebih dekat--biasanya hanya di layar kaca.

Namun, situasi saat ini tidak memungkinkan bagi semua klub untuk mengajak penggemarnya menyaksikan persaingan sengit di Liga Champions secara langsung. Semua penggemar harus menyaksikannya dari layar kaca atau live streaming, juga klub-klub itu tidak dapat lagi bermain di kandangnya.

Seperti Liga Champions di musim darurat ini, semua klub yang lolos ke fase knock-out harus menjalani laga di arena netral, yaitu Portugal. Portugal dipilih karena jumlah kasus covid-19 tidak sebesar negara Eropa lainnya.

Data kasus covid-19 di Portugal. Gambar: diolah dari Google/Wikipedia/Covid19 Portugal
Data kasus covid-19 di Portugal. Gambar: diolah dari Google/Wikipedia/Covid19 Portugal
Alasan ini juga digunakan oleh UEFA untuk menetapkan Jerman untuk menjadi arena duel kontestan Liga Europa. Pemilihan ini tepat, karena kompetisi Eropa pertama yang restart memang Jerman.

Sedangkan pemilihan Portugal sebagai arena persaingan klub-klub terbaik Eropa selain karena tingkat keamanannya, juga karena stadion di Portugal sudah berpengalaman menggelar final Liga Champions. Ditambah, tidak adanya klub asal Portugal yang bertahan di fase tersebut membuat tidak ada pihak-pihak yang mencurigai klub tertentu yang berpotensi diuntungkan.

Data kasus covid-19 di Jerman. Gambar: diolah dari Google/Wikipedia/Covid19 Jerman
Data kasus covid-19 di Jerman. Gambar: diolah dari Google/Wikipedia/Covid19 Jerman
Setelah penentuan arena perhelatan fase gugur, UEFA juga menetapkan peraturan single match. Artinya, setiap laga harus mengeluarkan pemenangnya, alias kalah-pulang. Jika terjadi skor imbang selama 90 menit, maka terjadi babak tambahan waktu 2x15 menit.

Jika masih imbang juga, maka pemenangnya diputuskan dengan babak adu penalti. Pemandangan ini sebenarnya tidak asing untuk persaingan di Liga Champions, namun sejak kompetisi elit ini menerapkan sistem nilai gol tandang, penentuan pemenang hingga melalui babak adu penalti sebagian besar hanya terjadi di final.

Hanya fase puncak itulah yang digelar di satu tempat alias single match. Namun kali ini aturan tersebut berlaku di sisa fase yang ada, kecuali babak 16 besar leg kedua bagi Manchester City vs Real Madrid, Juventus vs Lyon, Barcelona vs Napoli, dan Bayern Munchen vs Chelsea.

Melihat perbedaan sistem itu tentu terjadi pula perbedaan pengalaman atau sensasi bagi penonton Liga Champions di layar kaca untuk musim ini. Apa saja?

Pertama, jadwal yang padat dan digelar hanya dalam waktu sebulan membuat penonton tidak akan lupa dengan agenda menonton pertandingan Liga Champions. Jika dibandingkan dengan Liga Champions yang seperti biasanya, tak jarang penonton layar kaca sengaja dan tak sengaja telah melewatkan agenda menonton kompetisi tersebut.

Selain karena lupa, penonton juga bisa saja terganggu oleh jadwal menonton pertandingan lain. Jika musim kompetisi tergelar seperti biasanya, maka banyak jadwal pertandingan yang tersaji di layar kaca baik di level domestik penonton--penggemar bola asal Indonesia juga menonton Liga 1--maupun kompetisi domestik luar negeri (Liga Inggris dll).

Baca juga: Sepak Bola Indonesia 2020 akan Lanjut

Belum lagi jika penontonnya kurang selektif dalam menentukan pertandingan mana yang akan ditonton dalam kurun waktu 2x24 jam--biasanya terjadi saat akhir pekan. Ini pasti akan membuat penonton kewalahan, dan dapat dipastikan akan ada jadwal-jadwal pertandingan yang terlewatkan, salah satunya Liga Champions.

Kedua, penonton tak perlu lagi selektif dalam menonton Liga Champions musim ini, karena jadwalnya lebih sedikit. Akibat peraturan single match, jadwal yang tersaji hanya 7 laga jika tanpa menghitung lanjutan leg kedua fase 16 besar.

Rinciannya adalah 4 laga di fase 8 besar, 2 laga di semifinal, dan 1 laga final. Jika di fase 8 besar ada 2 laga yang digelar dalam 1 waktu yang sama, maka penonton hanya butuh satu waktu pula untuk menonton pertandingan itu.

Artinya, hanya perlu 5 malam (dinihari) untuk menonton lanjutan Liga Champions musim ini dari 8 besar ke partai penentuan gelar juara. Tidak perlu sering begadang*, bukan?

Salah satu ilustrasi orang yang sering begadang. Gambar: KatarzynaBialasiewicz via Kompas.com
Salah satu ilustrasi orang yang sering begadang. Gambar: KatarzynaBialasiewicz via Kompas.com
Tetapi, pihak UEFA masih sadar bahwa setiap laga Liga Champions sejak fase 8 besar perlu digelar dengan jadwal berbeda agar semua laga dapat disaksikan oleh penonton layar kaca. Hasilnya, 7 laga yang 5 diantaranya telah tuntas dapat ditonton selama 7 malam saja. Setelah itu, boleh saja penggemar layar kaca istirahat dan kembali lebih selektif dalam menentukan jadwal begadangnya untuk menonton Liga Champions musim depan.

Ketiga, seperti yang sudah diungkap oleh banyak kaum penonton layar kaca, pertandingan Liga Champions musim ini sangat seru*. Alasannya, dengan laga sekali main, semua klub dipastikan memperagakan permainan terbaik mereka.

Nyaris tidak ada pertandingan yang mengecewakan bagi penonton terlepas dari siapa yang menang dan kalah. Seperti laga antara Atalanta vs PSG. Di situ kita seperti dipertontonkan bagaimana akan lahir Cinderella baru di Liga Champions, karena Atalanta nyaris menang.

Laga Barcelona vs Bayern Munchen bisa menjadi representasi keseruan Liga Champions dengan format darurat. Gambar: Twitter/ChampionsLeague
Laga Barcelona vs Bayern Munchen bisa menjadi representasi keseruan Liga Champions dengan format darurat. Gambar: Twitter/ChampionsLeague
Begitu pun dengan adanya laga horor antara Barcelona vs Bayern Munchen. Meski banyak orang tidak ingin lagi mengingat tragedi mengenaskan itu--bagi penggemar Barcelona, dapat diyakini bahwa laga itu tetap sangat menarik. Kapan lagi kita bisa menyaksikan 10 gol dalam 1 laga dan di level kompetisi antar klub terbaik di Eropa?

Baca juga: Lyon Bisa Singkirkan Manchester City

Itulah yang membuat penonton layar kaca kini bisa menemukan sensasi yang berbeda dengan format baru Liga Champions musim ini. Bisa saja pengalaman ini tidak akan terulang lagi di masa depan*.

Jadi, bagi mas-mas/mbak-mbak yang belum punya anak, bersiaplah untuk membagikan kisah ini pada anak-anak kalian kelak. Karena, musim ini kita telah menjadi saksi terhadap duel seru, langka nan berdarah di setiap laga di Portugal, termasuk di final nanti (24/8).

Selamat mengenang Liga Champions musim ini!

Malang, 19 Agustus 2020

Deddy Husein S.

Terkait:

Republika.co.id, Okezone.com, Bola.net.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun