Sebelum kick-off semifinal pertama yang mempertemukan RB Leipzig vs Paris Saint-Germain (19/8) di Estadio Da Luz, Portugal, sempat muncul dugaan bahwa akan ada kejutan yang ingin dilakukan klub kaya baru, Leipzig. Namun, kenyataannya tak demikian.
Justru, PSG berhasil menang dengan skor telak 3-0 atas Leipzig. Duel antara klub kaya Prancis dan Jerman itu sebenarnya menarik, dan sedikit unpredictable, karena Leipzig mampu mengalahkan Atletico Madrid yang lebih berpengalaman dari klub asuhan Julian Nagelsmann tersebut.
Namun, apa yang terjadi di laga perempatfinal itu tak terulang di laga semifinal ini. Mengapa bisa demikian?
Pertama, karena PSG belajar dari laga melawan Atalanta di laga sebelumnya. Di laga perempatfinal itu, mereka nyaris tersingkir jika PSG tidak melakukan pergantian pemain yang jitu dan usaha yang tak kenal lelah dari Neymar Jr. dkk.
Namun, di laga semifinal kali ini Thomas Tuchel tidak lagi meremehkan Leipzig. Mereka langsung tancap gas dan memainkan skuad yang diprediksi lebih baik untuk menghadapi strategi Nagelsmann. Itulah yang membuat Leipzig tidak bisa sepenuhnya bertarung dengan PSG seperti kala berjumpa dengan Atletico.
Kedua, PSG menempatkan pemain berpengalaman di depan, yaitu Angel Di Maria. Pemain ini memang tak seperti Neymar yang dikenal mampu menarik perhatian para pemain belakang.
Ketiga, keberanian Tuchel menempatkan Neymar dan Mbappe di awal laga. Artinya, lini pertahanan Leipzig harus berduel dengan pemain-pemain yang mobile dalam menempati ruang.
Hal ini pasti akan berbeda jika Tuchel memainkan Mauro Icardi. Taktik itu akan cukup terbaca seperti ketika Atletico memainkan Diego Costa. Tuchel rupanya tidak ingin meniru langkah konservatif Atletico untuk menghadapi racikan strategi Nagelsmann.