Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Bagai Padi yang Siap Panen, Begitulah Sarri Merayakan Scudetto Pertamanya

28 Juli 2020   22:25 Diperbarui: 30 Juli 2020   14:56 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolaborasi Dybala-Ronaldo menjadi kunci keberhasilan Juventus mempertahankan gelar Serie A. Gambar: AFP/Marco Bertorello via Tribunnews.com

Setelah melihat sosok Marcelo Bielsa yang mampu membawa klubnya, Leeds United kembali ke Premier League, saya kemudian melihat sosok Maurizio Sarri. Sosok yang memang nyaris 11-12 dengan Bielsa; keras kepala dan tetap menjadi diri sendiri.

Entah benar atau tidak, berdasarkan kacamata publik, saya melihat Sarri seperti Bielsa yang seolah dia adalah raja bagi dirinya sendiri. Jika tidak demikian, tentu sulit rasanya melihat sosok seperti Bielsa masih mau melatih klub dari divisi kedua di liga Inggris, alih-alih bertahan di Lazio.

Hal ini juga cukup terlihat pada Sarri. Ketika dia masih melatih Napoli, terlihat sekali aura ambisiusnya sangat besar. Entah, apakah hal ini terbawa dengan karakter presiden klubnya, Aurelio De Laurentiis, atau memang begitulah Sarri.

Ketika pindah ke Chelsea, keambisiusan Sarri lebih cenderung merasuk ke taktik di lapangan. Hal ini terbukti dengan keberaniannya memperkenalkan pakem "Sarriball".

Meski yang dia inginkan masih belum begitu meyakinkan untuk penggemar klub asal London Barat itu. Tetapi, nyatanya dia tetap mampu membawa klub yang berjuluk The Blues itu meraih juara Liga Eropa. Juara mayor pertama Sarri sepanjang karier melatih.

Setelah kesuksesan singkat itu, dia segera merapat ke Juventus, si peraih 8 gelar Serie A secara beruntun. Tantangannya pun semakin berat, karena di Juventus, Sarri dihadapkan pada banyak pemain yang berkualitas di setiap lini.

Salah satunya bernama Cristiano Ronaldo. Ini adalah tantangan besar, karena sejauh ini Sarri belum pernah melatih pemain sekelas pemenang Ballon d'Or.

Dugaan awal, Sarri akan kalah pamor dengan Ronaldo di ruang ganti. Namun, pilihan Juventus terhadap Sarri sebagai pelatih sebenarnya sudah tepat.

Ketepatan itu bukan berpatokan pada bagaimana Sarri dapat membawa Juventus mempertahankan gelar juara Serie A, melainkan bagaimana Sarri dapat mengajarkan kepada para pemainnya tentang arti saling menghargai.

Bagi saya, sikap saling menghargai itu penting, meski itu dilakukan oleh pelatih ke pemain. Karena, biasanya ada pelatih-pelatih yang sudah telanjur memiliki reputasi maupun karakter bermain yang kuat--dan kaku, alias tidak berkompromi dengan para pemainnya.

Ketika hal itu terjadi, sulit rasanya melihat seorang pelatih dapat membuat para pemainnya nyaman. Ditambah jika gaya melatihnya masih sulit untuk diterapkan di lapangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun