Hanya ada dua faktor yang membuat Inter Milan gagal juara di musim pertama dengan Conte. Juventus dan Inter Milan.
Jika Serie A tidak ada Juventus, maka Inter memiliki peluang besar untuk juara. Tetapi, adanya Juventus juga untuk mengeliminasi tim-tim yang berpotensi untuk juara seperti Lazio dan Atalanta. Wah, pilih ada atau tidak ada Juventus, nih?
Faktor kedua jelas ada pada Inter. Mereka tidak sepenuhnya konsisten dalam mengelola potensi. Banyak laga yang sebenarnya mereka dijagokan untuk menang justru hasilnya berbeda.
Begitu pun ketika mereka disangsikan untuk menang, malah dapat memetik 3 poin dengan gaya. Ini membuat Inter seharusnya introspeksi sendiri. Mereka cenderung merepotkan diri sendiri.
Lalu apakah kerjasama antara Inter dengan Conte harus berakhir?
Jelas tidak. Karena, siapa yang ideal untuk menggantikan Conte? Nyaris tidak ada. Bahkan sekalipun itu Diego Simeone.
Bukannya meragukan kapasitas Simeone, tetapi yang paling kenal dengan Serie A adalah Conte, bukan Simeone. Ditambah dengan gaya main yang diinginkan Simeone cukup berbeda dengan Conte.
Simeone cenderung menyukai sepak bola pragmatis, sedangkan Conte lebih menyukai dominasi pada permainan. Filosofi Conte mendekati cara bermainnya tim besar, alih-alih underdog.
Bukannya Simeone bertaktik buruk, tetapi apakah gaya melatihnya akan cocok dengan sepak bola Italia? Bagaimana jika sepak bola ala Simeone lebih cocok dengan atmosfer La Liga atau Premier League?
Jika merujuk pada klub yang dilatih Simeone, maka kehadiran taktik Simeone adalah untuk meruntuhkan dominasi Barcelona dan Real Madrid. Sekilas ini cocok dengan misi Inter yang ingin menghancurkan Juventus.
Tetapi, apakah di Serie A memiliki banyak klub yang seperti Barcelona dan Real Madrid? Jawabannya belum ada. Sekalipun AC Milan dalam misi kebangkitan, juga adanya Atalanta yang sangat produktif di musim ini.