Saya dan kalian tidak perlu harus menjadi Liverpool mania untuk turut berpesta di Anfield, karena Liverpool adalah cerminan dari pemuda yang mendapatkan pilihan hadiah. Lalu dia mencoba membuktikan bahwa pilihannya tepat dengan proses jatuh-bangun yang siapa pun nyaris pernah menjadikannya sebagai meme.
Kini, kita tahu bahwa untuk mencapai kesuksesan tidak hanya dengan menekuri proses yang lama, tetapi juga menentukan pilihan-pilihan yang tepat. Liverpool memang harus bersabar dengan pembangunan dinasti Klopp yang nyaris tak lepas dari cemoohan.
Namun, saya juga melihat bahwa mereka memiliki opsi-opsi yang tepat dan terkadang membuat kita berpikir bahwa mungkin ini adalah cerminan klub oportunis dan realistis yang jarang merugikan klub lain. Hal ini dapat dilihat dari mereka yang menurunkan tim reserve saat Piala Liga, dan berani "melepas" Liga Champions untuk fokus ke Premier League musim ini.
Jangan lupa pula dengan musim lalu, bahwa mereka juga terlihat seperti telah mengetahui jika Premier League akan kembali mendarat ke Etihad Stadium, alih-alih Anfield Stadium. Itulah yang membuat mereka berhasil menggebuk Barcelona di semifinal leg kedua dan lolos ke final.
Seharusnya, apa yang dilakukan klub atau tim sepak bola itu seperti Liverpool. Realistis dan oportunis. Karena, tidak ada yang sangat sempurna dalam sebuah kompetisi. Pasti ada yang sangat sulit diraih dan ada yang sangat mungkin untuk diraih.
Jika sudah seperti itu, maka saya harap tidak hanya klub-klub Eropa yang belajar dari buka puasanya Liverpool setelah berpuasa selama 30 tahun. Tetapi juga sepak bola Indonesia yang harus belajar dari keberhasilan Liverpool tersebut.
Jangan sampai setiap pelatih yang gagal menembus target dari manajemen langsung dipecat. Berilah kesempatan, dukungan, dan kepercayaan tinggi. Tanpa itu, saya yakin Jurgen Klopp juga pasti tak akan lama di Anfield.
Jadi, selamat merayakan juaranya Liverpool, bolamania! Semoga kita semakin menghargai proses dan cerdas dalam menentukan pilihan, ya!
Malang, 27 Juni 2020
Deddy Husein S.