Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

"Kala Cinta Menggoda" di Antara Pembaruan, Adaptasi, dan Nostalgia

22 Juni 2020   15:33 Diperbarui: 22 Juni 2020   15:23 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanggapan netizen 1. Gambar: Tangkapan pribadi/Youtube/Noah-Musica Studio

Sebelum tahun beranjak ke 2020, tentu kita masih mengingat lagu berjudul "Kala Cinta Menggoda" sebagai lagu yang dibawakan alm. Chrisye. Meski lagu ini mengudara pada 1997, generasi yang baru lahir tak jauh dari tahun itu tetap akan tahu.=

Bahkan, di tahun 2010-an lagu ini masih bisa akrab di telinga generasi muda masa kini. Memang soal instrumen musiknya sudah terasa zadul. Namun, jika berkaca pada tahun rilisnya, lagu itu sudah tak beda jauh dengan lagu-lagu yang dibawakan Stinky, Romeo, Slank, dan lainnya.

Artinya warna musik pop di masa itu sudah berada di peralihan modern. Sehingga, bagi yang menyukai lagu pop Indonesia, musik ala Chrisye tetap enak didengar.

Namun, perkembangan pada musik tak berhenti. Khususnya ketika memasuki tahun 2010-an. Saat itulah warna musik semakin beragam dan cenderung berpatokan pada musik digital.

Benar, tidak hanya dunia pendidikan saja yang berkeluh-kesah tentang keberadaan digitalisasi terhadap media pembelajaran, musik pun demikian. Memang kebanyakan dari kita hanya sebagai pendengar atau penikmat musik. Namun, kita tidak boleh tutup mata dengan fakta ini.

Setidaknya kita bisa mengakui bahwa selera musik kita semakin bergeser ke aroma musik digital. Terbukti lagu Lathi dari Weird Genius ft. Sara Fajira dapat dengan mudah diterima di telinga kita, khususnya yang muda.

Memang, kita tak bisa memungkiri bahwa "penguasa" musik saat ini adalah kaum muda--kaum tua masih menguasai tv. Di sinilah yang kemudian membuat musik-musik yang beredar harus memanjakan telinga kaum muda.

Perubahan selera musik ini tak bisa dipungkiri telah digiring oleh lagu-lagu dari mancanegara khususnya Western (Amerika Serikat) dan K-pop (Korea Selatan). Lagu-lagu dari Dua Lipa, Billie Eilish, dan lainnya terdengar sangat digandrungi.

Begitu pun dengan lagu-lagu dari Blackpink, Red Velvet, BTS, Seventeen, dan lainnya. Karya-karya mereka telah membuat penggemar musik khususnya di Indonesia kegirangan. Inilah yang membuat musisi di Indonesia juga perlu beradaptasi.

Salah satu musisi yang sangat terlihat beradaptasi dengan perubahan itu adalah NOAH. Sejak memperdengarkan lagu yang berjudul "Seperti Kemarin" pada 2014, kita yang telah akrab dengan karya Peterpan, mulai diberikan musik "demo" oleh Ariel dkk., kira-kira begitulah nanti karya NOAH.

Hal ini dipertegas dengan adanya album "Second Chance" (2015). Mereka memperkenalkan lagu-lagu era Peterpan ke bentuk yang akan menjadi ciri NOAH. Meski terdapat pro-kontra di kalangan pendengar, karena masih banyak yang susah move-on, namun NOAH terlihat sudah bergerak cepat dan tepat.

Tepat, karena pada era saat ini alunan musik akan banyak diprakarsai oleh musik digital. Meski kita tetap harus menguasai basic instrumennya secara organis, tetap saja pada akhirnya ada ketertarikan dan tuntutan untuk mempelajari musik digital.

NOAH kemudian memperkenalkan lagu-lagu seperti "Cinta Bukan Dusta" dan "My Situation". Dua lagu itu membuat pendengar mulai terbiasa dengan musik kombinasi antara instrumental yang dibawakan Lukman dengan tempo digital yang diolah oleh David.

Menariknya, secara aliran yang diusung oleh NOAH adalah pop-alternatif. Ini membuat mereka bisa mengeksplorasi musiknya. Hal ini terdengar mirip dengan apa yang terjadi pada LINKIN PARK.

Album terakhir Linkin Park bersama Chester Bennington. Gambar: Linkinpark.com
Album terakhir Linkin Park bersama Chester Bennington. Gambar: Linkinpark.com
Bagi penggemar rock-metal, lagu-lagu LINKIN PARK seperti kurang manly. Namun bagi pendengar umum, lagu-lagu LINKIN PARK lebih manusiawi terhadap telinga. Terbukti dua lagu di album terakhir mereka (2017), "Heavy" dan "One More Light" mendapatkan tribut oleh banyak orang yang bahkan mungkin tidak begitu menyukai rock.

Itulah yang menjadi keuntungan dari adanya aliran alternatif. Ketika disambungkan dengan aliran yang solid seperti pop dan rock, akan menciptakan keluwesan bagi pengkaryanya. Hal ini yang sepertinya menjadi potensi yang dimanfaatkan oleh NOAH.

Vidklip Kala Cinta Menggoda dirilis pada 21 Juni 2020. Gambar: Youtube/NOAH
Vidklip Kala Cinta Menggoda dirilis pada 21 Juni 2020. Gambar: Youtube/NOAH
Hingga akhirnya kita kembali mendengarkan lagu lawas yang berjudul "Kala Cinta Menggoda". Lagu yang awalnya terdengar ceria mampu disulap oleh NOAH menjadi lebih mellow. Dengan perubahan tersebut membuat tempo yang modern dari David sangat terasa.

Ketika awal mendengar, memang terasa kurang gereget. Namun ketika sudah memasuki pertengahan dan akhir, rasanya telinga kita ingin kembali mendengarnya--lagi dan lagi.

Terlepas dari warna baru yang diberikan NOAH untuk lagu ciptaan Guruh Soekarno Putra tersebut, kita juga diperlihatkan bahwa kreativitas tak akan sepenuhnya luntur ketika berada di situasi yang kurang kondusif. Terbukti, lagu ini tak hanya berhasil diproduksi secara audio namun juga video klip.

Prosesnya pun dikabarkan dengan cara di rumah saja. Tentu ini menjadi kabar yang inspiratif. Jika NOAH bisa, tentu kita juga seharusnya bisa. Setidaknya bisa mengapresiasinya.

Memang, karya yang diluncurkan di tengah gejolak permasalahan global ini bukanlah yang pertama. Ada karya lagu dari Rhoma Irama, Ari Lasso, Radja Band, Goodnight Electric, dan lainnya. Ini membuat kita semakin sadar bahwa dalam situasi apa pun, berkarya tetap harus jalan terus.

Tanggapan netizen 1. Gambar: Tangkapan pribadi/Youtube/Noah-Musica Studio
Tanggapan netizen 1. Gambar: Tangkapan pribadi/Youtube/Noah-Musica Studio
Ini juga dibuktikan dengan karya NOAH dengan lagu yang video klipnya disutradarai Upie Guava. Kita bisa melihat syuting dengan jaga jarak tetap dapat sinkron.

Bahkan, ketika melihat adegan yang mengharuskan Ariel berinteraksi dengan model vidklip perempuannya, nyaris terlihat seolah itu dilakukan secara tatap muka. Luar biasa!

Pada akhirnya kita mengakui bahwa lagu ini berunsur tiga hal, yaitu pembaruan, adaptasi, dan nostalgia. Untuk pembaruan, kita sudah menemukannya dari karya musik yang dihasilkan oleh NOAH dengan penjelasan tersebut.

Tanggapan netizen 2. Gambar: Tangkapan pribadi/Youtube/Noah-Musica Studio
Tanggapan netizen 2. Gambar: Tangkapan pribadi/Youtube/Noah-Musica Studio
Sedangkan untuk adaptasi, kita tentu akan melihat tentang situasi saat ini. Situasi yang tak hanya meresahkan bagi orang-orang yang bekerja secara struktural namun juga bagi orang-orang yang berkecimpung di dunia kreatif.

Soal nostalgia, kita pasti akan merasakannya. Karena ini adalah lagu yang pernah hype di masanya. Maka, harapannya dengan karya ini kita bisa kembali mengingat salah satu masterpiece permusikan Indonesia yang kini tak hanya dilestarikan, namun juga perlu diperbarui.

Jadi, selamat mendengarkan, Indonesia!


Malang, 22 Juni 2020

Deddy Husein S.

Berita terkait:

Kompas dan Liputan6.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun