Ada yang bersyukur, ada yang kecewa. Setiap orang pasti punya tanggapan masing-masing. Termasuk ketika menjadi penggemar klub sepak bola.
Premier League adalah salah satu liga yang populer dan membuat banyak orang mengenal dan memiliki klub idola. Ada Manchester United, Liverpool, Arsenal, Chelsea, Manchester City, bahkan juga ada yang menggemari Tottenham Hotspur serta Leicester City.
Dari sekian klub idola sebagian besar digandrungi karena keberhasilan mereka meraih titel juara Premier League. Bagi generasi lama, Liverpool jelas menjadi jagoan yang wajib dipilih. Namun, seiring berjalannya waktu kesuksesan itu beralih ke Manchester United dan Arsenal.
Sampai akhirnya dominasi trio merah dilunturkan oleh trio biru; Chelsea, Manchester City, dan Leicester City. Mereka menjadi klub populer masa kini, khususnya jika berbicara tentang Premier League saja.
Menariknya jika berbicara tentang gelar Premier League, selain mengagumi torehan trofi terbanyak yang dipegang oleh Manchester United, kita juga akan berbicara tentang rekor klub yang pernah tak terkalahkan selama semusim. Klub itu adalah The Invincibles Arsenal.
Namun, seolah mengikuti jejak Man. United, Arsenal juga seiring berjalannya waktu kehabisan magis. Sisa-sisa kehebatan Arsenal "hanya" dapat dilihat dari tiga gelar Piala FA dan tiga gelar pula Community Shield.
Setidaknya Arsenal belum lupa cara untuk meraih prestasi bersama Arsene Wenger. Namun, sepak bola adalah kehidupan; ada siklus, ada pergantian. Era Wenger telah usai.
Arsenal kemudian dilatih oleh Unai Emery yang sempat membuat optimis tinggi bagi Gooners. Setidaknya, mereka akan merayakan gelar Eropa bersama Emery, meski itu adalah Liga Eropa.
Namun, sayangnya Arsenal gagal. Bahkan, kegagalan mereka adalah karena Chelsea. Sama-sama punya pelatih baru, namun justru Chelsea yang beruntung.
Imbas dari kekalahan di final itu, Arsenal terlihat semakin limbung. Unai Emery pun akhirnya gagal bertahan lebih lama dan harus rela diganti oleh kolega dari Spanyol, Mikel Arteta. Awalnya sempat ditangani sementara oleh eks pemain Arsenal, Freddie Ljungberg.
Bersama Arteta, Arsenal memang tidak langsung tancap gas. Namun, mereka terlihat cukup membaik, seperti ketika mampu mengalahkan Manchester United di Emirates Stadium dan menahan imbang Chelsea di Stamford Bridge.
Dua laga itu menampakkan salah satu yang diinginkan para penonton terkait permainan Arsenal, yaitu intensitas. Bermain kompak, cepat, dan tentunya konstan. Ini yang sempat hilang saat Emery mulai gagal mempertahankan performa para pemainnya khususnya pasca gagal juara Liga Eropa.
Namun, catatan yang dibuat Arsenal bersama Arteta terlihat seperti menguap ketika Premier League restart pasca jeda akibat pandemi. Banyak faktor tentunya yang membuat Arsenal terlihat kacau jika itu berbicara hasil pertandingan.
Faktor pertama adalah Manchester City yang harus dihadapi langsung saat restart. Suatu hal yang menarik dan sudah diketahui adalah Manchester City dilatih oleh Pep Guardiola yang merupakan guru taktik bagi Mikel Arteta yang sebelumnya menjadi asisten pelatih di Man. City.
Baca juga: Man. City Tumbangkan Arsenal (Irfan Maulana)
Ibaratnya, ini adalah pertandingan antara guru dan murid. Untuk pertemuan pertama sudah sewajarnya sang guru yang menang, karena sang murid baru saja mempraktikkan pengetahuannya. Sedangkan sang guru sudah mengombinasikan taktik dari pengetahuan dan pengalaman yang menggunung.
Skor 1-0 untuk Pep sekaligus skor 6-0 untuk Manchester City selama musim 2019/20. Di sini secara hasil terlihat tak ada bedanya antara Unai Emery dengan Mikel Arteta, namun secara permainan cukup berbeda.

Laga ini kemudian dimaafkan, dan berharap di laga selanjutnya mereka segera bangkit. Lawannya pun di atas kertas tidak segarang Manchester City. Bahkan, secara peringkat Brighton Holve-Albion ada di bawah Arsenal.
Namun, ada satu hal yang dilupakan oleh publik terkait pertemuan dua tim tersebut, karena ternyata Arsenal cukup kesulitan dalam menghadapi Brighton. Bahkan, pertemuan pertama musim ini Aubameyang dkk. kalah saat di kandang sendiri.
Meski dalam sepak bola terkadang statistik dan masa lalu adalah mitos, namun nyatanya apa yang dikhawatirkan benar terjadi. Arsenal kembali kalah!
Artinya dalam 6 laga terakhir, Arsenal hanya menang sekali, yaitu pada 1 Oktober 2017. Selebihnya, Brighton mampu mencuri 3 poin penuh sebanyak 3 kali dan dengan skor identik, 2-1.

Sebenarnya ini sudah dilakukan Arsenal. Terbukti, mereka mampu unggul terlebih dahulu. Namun, mereka seolah lupa, bahwa yang dihadapi adalah tim yang sedang berupaya menghindari zona degradasi.
Itulah yang terlihat berbahaya dari Brighton. Mereka yang memang cenderung bukan tim kuat, justru akan sangat merepotkan ketika sadar terhadap bahaya degradasi. Mereka tentu ingin bangkit dari ketertinggalan sekaligus membuat Arsenal merana untuk kedua kalinya.
Brighton sungguh menjadi mimpi buruk secara maraton bagi Arsenal. Faktor posisi di klasemen juga membuat Brighton menjadi alasan kedua Arsenal harus kesulitan mengarungi kembalinya Premier League.
Namun, dua alasan ini tidak membuat kerja sama Arsenal dengan Arteta akan hancur. Karena, secara permainan Arsenal tidak sepenuhnya buruk. Mereka lebih bermasalah tentang tekanan.
Mereka terlihat sulit untuk kembali ke bentuk permainan sebelumnya yang sangat berintensitas tinggi dan seolah tak gentar dengan nama besar lawan ataupun tekanan dari statistik sebelumnya. Arteta harus memperbaiki bagian ini, karena untuk urusan teknis, sepertinya Arsenal tidak sangat buruk.
Meski demikian, ada permasalahan besar yang perlu dikonfirmasi kejelasannya, yaitu kabar kondisi Bernd Leno. Kiper asal Jerman itu harus cedera dan ditarik keluar sebelum babak pertama sepenuhnya selesai di laga melawan Brighton.

Memang, masih ada Emiliano Martinez yang tidak kalah bagus dari Leno. Namun faktor jadwal padat dan masih adanya kompetisi Piala FA akan membuat Arteta gamang terhadap stok kiper.
Piala FA memang sudah menjadi jatah untuk Martinez. Namun jika Premier League juga dilakoni oleh Martinez, maka ini menjadi jadwal padat baginya.
Di satu sisi ini sangat bagus, karena menjadi ajang pembuktian. Namun di sisi lain, secara stamina dan strategi, Arteta menjadi terbatas untuk mengeksplorasi perencanaan-perencanaan yang dia inginkan.
Ini membuat Arsenal terlihat semakin diselimuti kabut tebal saat musim sedang berlanjut. Ketika klub-klub lain sedang menikmati masa restart sebagai masa pembuktian hasil recharge selama 3 bulan. Arsenal justru harus pontang-panting kembali seperti saat Arteta baru datang. Duh!
Semoga Arsenal segera dapat mengusir kabutnya, ya! Tetap semangat, Gunners!
Malang, 20-21 Juni 2020
Deddy Husein S.
Berita terkait:
Viva dan Detik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI