Menyukai sesuatu memang terkadang tidak bisa dijelaskan dengan alasan absolut. Bahkan, juga bisa membuat orang lain susah menerima rasionalitas yang terbangun untuk mendasari adanya rasa suka tersebut.
Hal ini juga berlaku saat menyukai sepak bola dan klub-klubnya. Tentu ada banyak klub yang dapat disukai atau didukung. Salah satunya adalah Borussia Dortmund.
Bagi yang hanya menyukai sepak bola karena tayangan Liga Inggris (Premier League) di televisi--ketika tv masih segalanya, tentu menemukan adanya orang yang menyebut Borussia Dortmund cukup terasa asing. Bahkan, meski mereka sangat rutin berkompetisi di pentas Eropa (Liga Champions).
Begitu pun saat ada yang mendeklarasikan diri sebagai pendukung Die Borussen.
Memangnya apa yang istimewa dari klub yang identik dengan warna kuning-hitam itu? Apakah hanya karena mereka pernah ke final Liga Champions 2013?
Sebenarnya ada cukup banyak alasan yang dapat menjadi landasan seorang penyuka sepak bola untuk mendukung Dortmund. Seperti tentang keberhasilan mereka menjadi pijakan bintang-bintang muda untuk mendapatkan menit bermain yang lebih banyak daripada di klub lainnya.
Keberadaan klub seperti Dortmund dapat membuat pemain seperti Nuri Sahin, Shinji Kagawa, Mario Goetze, Pierre-Emerick Aubameyang, hingga Robert Lewandowski mendapatkan kesempatan untuk membuktikan diri. Dua nama terakhir sangat terbantu oleh klub yang kini stadionnya bernama Signal Iduna Park tersebut.
Sebagai pemain, wajar pula jika Lewy kemudian memilih tempat yang selangkah lebih maju dan mampu menggaransi kemapanan.
Inilah yang membuat banyak pemain Dortmund lainnya tidak segan pula untuk hijrah ke Bayern, seperti Matt Hummels dan sebelumnya adalah Mario Goetze.
Namun, sepertinya hanya Lewandowski yang mampu bertahan dan membuktikan diri bahwa kualitasnya cocok untuk berbaju merah-biru.
Realitas ini membuat Dortmund menjadi tidak kunjung mampu sepenuhnya menjadi penantang gelar bagi Bayern, khususnya di Bundesliga. Dikarenakan para pemain bintangnya sering hengkang ketika sedang berada di titik kejayaan.
Suatu hal yang semakin miris adalah ketika Dortmund cukup sering gagal dalam meraih poin ketika bentrokan langsung dengan Bayern, seperti di musim ini.
Padahal situasi itu sangat memberi peluang bagi mereka untuk berebut posisi dengan Thomas Muller dkk. Seolah menjadi percuma ketika Erling Haaland dkk. mampu menggebuk kontestan Bundesliga lainnya, namun sulit menjegal langsung Bayern Munchen.
Gambaran ini jelas unik, bahkan terlihat belum ada klub yang sengenes Dortmund. Di Serie A (Italia) meski dalam beberapa tahun terakhir dimonopoli oleh Juventus, nyatanya masih banyak klub yang berupaya menjegal "Si Nyonya Besar".
Klub-klub seperti Napoli, Inter Milan, dan AS Roma secara bergantian mencoba untuk bertarung dan (mencoba) menggeser dominasi La Vecchia Signora.
Bahkan, kini ada satu klub lagi yang sangat dijagokan menjadi pesaing sengit Juventus, yaitu Lazio.
Begitu pula di Premier League. Gelar klub paling ngenes tidak bisa sepenuhnya disematkan ke Arsenal, karena semua klub papan atas bersaing ketat.
Tidak ada yang sepenuhnya dominan, meski Manchester United untuk saat ini mampu mengoleksi 20 gelar Premier League.
Bahkan, Arsenal masih bisa berdalih dengan bukti tiga kali menjuarai Piala FA dalam 4 musim beruntun, 2013-2017.
Ini membuat mereka masih memiliki catatan yang menarik, walau secara gelar mayor (EPL dan Eropa), mereka masih sangat haus akan pencapaian.
Namun, sayangnya mereka baru mampu juara di tahun 2017 dengan mengalahkan Eintracht Frankfurt. Itu merupakan gelar kedua bagi Dortmund setelah final 2012.
Saat itu pencapaiannya terasa spesial karena berhasil mengalahkan rival sengitnya langsung, Bayern Munchen. Namun, jika dilirik secara pencapaian akumulatif ataupun rekam jejak Dortmund di kompetisi ini, juga nyatanya tak terlalu mentereng.
Mereka bahkan tak lebih baik dari Werder Bremen, Schalke 04, dan Eintracht Frankfurt. Artinya, Dortmund masih kesulitan dalam menjegal kekuatan Bayern. Situasi ini yang membuat mereka juga sulit untuk menjadi Barcelona-nya Jerman.
Meski secara akademi, pengembangan klub muda, dan peremajaan klubnya cukup bagus---seperti Barcelona dan Ajax, namun mereka tidak mampu menjaga kekuatan itu sampai benar-benar mapan di level senior.
Inilah yang membuat penggemar Borussia Dortmund, khususnya yang tersebar di negara-negara non-Eropa seperti Indonesia, rasanya perlu terus bersabar. Mereka juga perlu menggantungkan harapan ke klub lainnya untuk dapat menjegal hegemoni Bayern.
Kira-kira siapakah yang mampu? Jika merujuk pada catatan di wikipedia bahwa Dortmund merupakan klub terkaya kedua di Jerman, seharusnya memang merekalah yang paling harus mewujudkan harapan itu.
Hal ini juga perlu disadari bahwa merekalah klub yang paling memungkinkan untuk menjadi penantang gelar juara di masa-masa mendatang.
Karena jika dibandingkan Werder Bremen, VfB Stuttgart, FC Koln, dan klub lainnya, Dortmund-lah yang paling memungkinkan untuk menjadi rival sesungguhnya Bayern Munchen.
Konsistensi mereka di papan atas sebenarnya cukup atau malah sangat baik. Hanya, mereka masih kurang garang dan konsisten dalam bertarung selama semusim penuh dengan Bayern.
Jika mereka bisa garang di Der Klassiker (derby jomplang dengan Bayern) dan konsisten meraup banyak poin di momen-momen krusial, maka peluang mereka untuk juara (lagi) di Bundesliga bisa tercapai.
Pencapaian ini jelas akan sangat penting, karena akan membuat para pemain menjadi yakin untuk bertahan lama di Signal Iduna Park, alias tidak tergiur hijrah, apalagi ke Bayern Munchen. Jika demikian, maka tak hanya mampu berprestasi di domestik, Dortmund juga dapat diprediksi menjadi penantang gelar di Eropa.
Jadi, sudah siapkah Dortmund untuk tidak lagi membuat penggemarnya terpehape di setiap akhir musim?
Malang, 7-6-2020
Deddy Husein S.
Terkait:
Goal 1, Goal 2, Cbssports, Kompas.