Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kejahatan di Youtube Nyatanya Tidak Hanya Prank

10 Mei 2020   10:34 Diperbarui: 10 Mei 2020   12:49 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mencuri konten (copyright). | Gambar: Shutterstock.com

Dalam beberapa hari ini, kita sedang dihebohkan kasus prank yang menjadi konten di Youtube dan membuat publik tidak terima. Tentu sudah banyak berita maupun ulasan tentang kasus tersebut, sehingga penulis tak akan membahasnya lebih banyak.

Singkatnya, si pembuat konten prank di Youtube telah dibekuk. Videonya yang sedang menangis di ruang tahanan atau mungkin ruang interogasi pun sempat menjadi konsumsi publik hingga bertebaran di grup chat.

Penulis secara pribadi tidak ingin larut untuk menanggapi fenomena tersebut. Karena, sedari awal saat menyelami konten-konten di Youtube selalu berupaya menghindari konten prank.

Bagi penulis, konten prank gampang aus. Sekali, dua kali akan boom! Menarik. Namun, setelah itu akan butuh effort yang lebih dan biasanya akan menjadi kian garing, padahal sudah dapat dipastikan bahwa persiapannya juga maksimal, loh!

Alasannya sederhana. Dewasa ini informasi cepat tersebar luas. Ambil contoh, prank orang yang bisa berbahasa Jawa padahal bukan orang Jawa.

Lambat laun konten ini akan diketahui masyarakat berbagai sudut di Pulau Jawa. Artinya, sasarannya akan mulai tak maksimal, jika tetap mengarah pada orang-orang Jawa yang kemudian sudah kenal siapa yang membuat konten tersebut.

Begitu pula ketika akhirnya konten prank itu dimodifikasi dengan merubah sasaran. Hasilnya akan menarik di awal. Namun, akhirnya menjadi awkward, karena yang di-prank mulai terlihat bingung dan mengundang rasa kesal pula--bagi penonton--atau malah merasa tak masuk akal.

Inilah yang membuat penulis akhirnya (terkadang) tidak lagi mengikuti perkembangan tentang channel yang masih menggunakan konten prank sebagai andalan. Walau pada akhirnya penulis melihat channel-channel tersebut mulai meninggalkan konten prank dan lebih mengarah pada ranah introduction dan education.

Artinya ada dua poin dari konten prank yang biasanya pernah dilakukan para Youtuber. Pertama, konten prank menaikkan viewers. Kedua, konten prank dapat menjadi penggebrak.

Namun, keduanya berkorelasi sama. Akhirnya akan aus. Tidak tahan lama.

Belajar dari situ, seharusnya Youtuber masa kini tidak mengikuti jejak mereka. Meniru memang tak masalah. Namun jika malah tidak lebih baik, khususnya secara kualitas, tentu akan merugikan.

Orang tua pun bisa menanggung akibatnya. | Gambar: Dokpri/Twitter
Orang tua pun bisa menanggung akibatnya. | Gambar: Dokpri/Twitter
Bukan hanya bagi si pembuat, namun juga bagi pihak-pihak yang terlibat secara sengaja dan tak sengaja. Apalagi jika sampai berkaitan dengan perasaan, bukankah kualitas manusia sebagian besar diukur dengan perasaannya?

Meski kita selalu diagungkan sebagai makhluk paling sempurna karena memiliki kecerdasan. Namun, yang paling banyak menentukan sikap kita terhadap perwujudan dan/atau penilaian baik dan buruk adalah perasaan kita.

Jika perasaan kita baik, maka akan menghasilkan sikap yang baik. Wujudnya akan baik. Begitu pun sebaliknya.

Itulah mengapa konten prank adalah salah satu konten kreatif yang berisiko untuk melukai perasaan dan akhirnya dapat menjadi salah satu tindak kejahatan. Siapa pula yang ingin dipenjara karena awalnya berharap menjadi content creator, bukan?

Walaupun penulis juga mengakui bahwa ada konten-konten prank yang secara tersirat memberikan nilai yang positif, namun penulis menyarankan untuk tidak memilih konten prank sebagai amunisi di channel atau lapak kreatif kita.

Bahkan, meski konten prank sebenarnya konten yang tidak sepenuhnya jahat. Mengapa? Karena, sebenarnya ada konten-konten yang justru lebih jahat dan sebenarnya tergolong tindak kriminal papan atas.

Ilustrasi pencurian yang ternyata tak hanya terjadi secara konvensional, namun juga secara digital. | Gambar: Pxhere.com
Ilustrasi pencurian yang ternyata tak hanya terjadi secara konvensional, namun juga secara digital. | Gambar: Pxhere.com
Pencurian konten orang lain (reupload). Benar! Pencurian juga terjadi di dunia kreatif, termasuk dunia kreatif digital.

Memang di Youtube ada undang-undang hak cipta atau yang sering disebut copyright. Secara pribadi, penulis menganggap pasti banyak content creator yang pernah terkena copyright. Karena, penulis juga pernah mengalaminya saat awal-awal mengunggah video. Hehe.

Contoh peringatan terkait copyright. | Gambar: Initu.id
Contoh peringatan terkait copyright. | Gambar: Initu.id
Sebenarnya ada jenjang copyright yang bisa dimaklumi dan tidak sama sekali. Seperti menggunakan musik yang sudah memiliki hak cipta sebagai backsound. Sebenarnya itu tidak masalah selama karya tersebut bersifat "boleh digunakan kembali".

Namun, konsekuensinya video tersebut tidak dapat dimonetisasi oleh pembuat video tersebut, melainkan dimonetisasi oleh pemilik musik yang dijadikan latar tersebut. Itulah yang membuat copyright yang dimaklumi akhirnya tetap harus dihindari.

Sedangkan yang satunya adalah yang sangat tidak bisa dimaklumi. Contohnya seperti gambar yang dilampirkan ini.

Contoh pencurian konten; dapat dilihat bahwa konten asli ditonton lebih banyak, dan penggunaan judul serta thumbnail lebih wajar. | Gambar: Dokpri/Youtube
Contoh pencurian konten; dapat dilihat bahwa konten asli ditonton lebih banyak, dan penggunaan judul serta thumbnail lebih wajar. | Gambar: Dokpri/Youtube
Tindakan reuploading seperti ini adalah kejahatan yang seharusnya menjadi perhatian besar masyarakat dewasa ini. Karena kejahatan ini setara dengan maling kulkas, tv LCD, sepeda motor, bahkan seekor ayam betina.

Kasus seperti inilah yang seharusnya diviralkan dan dihukum, baik secara undang-undang cyber, kepolisian umum, maupun sosial. Karena, yang seperti ini akan menumbuh dan melestarikan mental pencuri, bukan lagi sekadar peniru.

Ilustrasi pencurian sepeda motor. | Gambar: Antara
Ilustrasi pencurian sepeda motor. | Gambar: Antara
Memang, hal semacam ini belum berefek--menumbuhkan empati--bagi masyarakat luas. Namun, seiring berjalannya waktu pasti kita akan merasakan bahwa ini adalah musuh bersama yang patut ditumpas habis.

Bayangkan saja, jika selarik kalimat yang diciptakan sebagai "quote" di media sosial kita diambil oleh orang lain. Apakah kita menerimanya?

Mungkin ketika sudah menjadi penulis besar, hal ini tak akan jadi persoalan. Karena manajer yang mengurus, pengacara yang menuntut, hingga penggemar yang akan merundung di dunia maya.

Namun, hal semacam ini tak bisa dianggap enteng. Apalagi seperti contoh di atas. Beruntung, konten curian tersebut kini telah raib. Karena pihak yang memiliki konten asli telah bergerak cepat.

Reuploader juga merupakan contoh tindakan ilegal yang tak menghargai konten orang lain. Seperti dua akun tersebut. | Gambar: Dokpri/Youtube
Reuploader juga merupakan contoh tindakan ilegal yang tak menghargai konten orang lain. Seperti dua akun tersebut. | Gambar: Dokpri/Youtube
Channel asli milik (eks) host Tonight Show NET TV. | Gambar: Dokpri/Youtube
Channel asli milik (eks) host Tonight Show NET TV. | Gambar: Dokpri/Youtube
Meski demikian, penulis merasa praktik-praktik seperti ini masih dan akan ada, baik itu mudah terdeteksi maupun tidak. Namun yang harus kita lakukan sudah pasti, yaitu melaporkannya baik ke Youtube (send report), ataupun dengan mengirimkan bukti tersebut ke pihak pemiliknya.

Cara melaporkan konten yang ternyata bukan milik si pengunggah. | Gambar: Dokpri/Youtube
Cara melaporkan konten yang ternyata bukan milik si pengunggah. | Gambar: Dokpri/Youtube
Contoh netizen yang peduli dengan copyright. Salut! | Gambar: Dokpri/Youtube
Contoh netizen yang peduli dengan copyright. Salut! | Gambar: Dokpri/Youtube
Jika pihak Youtube ataupun cyber police gagal atau kesulitan melacak praktik-praktik semacam ini, maka kitalah yang menjadi content creator ataupun hanya penonton setia konten kreatif di Youtube yang membantu menumpas kejahatan ini. Bisa?

Semoga bisa, ya!

Selamat berkarya, dan tentunya dengan jujur!

Malang, 10-5-2020
Deddy Husein S.

Tulisan terkait:

Dailysocial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun