Sebenarnya terkadang gampang, tapi seringkali susah. Karena saya juga punya emosi. Ada rasa senang, sedih, dan tentunya marah. Ketika berpuasa, menahan lapar hampir dikatakan cukup mudah.
Namun, menahan diri untuk tidak emosi berlebihan itu sulit. Bahkan, ketika sedang asyik menonton film ataupun serial, saya juga bisa turut bergejolak. Padahal seharusnya saya sadar bahwa itu hanya tontonan.
Nyatanya pemikiran itu bisa terhempas, karena sajian ceritanya dan memang dasarnya saya cukup sensitif. Padahal saya laki-laki. Bukankah lelaki diidentikkan tangguh dalam membendung perasaan? Entahlah.
Menariknya, ketika Ramadan, saya lebih suka tontonan yang lebih mellow. Tidak banyak baku hantam dan lebih mengandalkan kompleksitas pembangunan cerita. Atau setidaknya terasa lebih nyata kisahnya dibandingkan tontonan-tontonan action yang kebanyakan fiktif.
Seingat saya, ada tontonan yang kala itu saya tonton saat momen Ramadan. Neerja. Film ini berkisah tentang pramugari yang terjebak pada sabotase pesawat oleh pemberontak dari suatu negara. Namun, berkat intelijensinya, Neerja dapat menghindarkan para penumpang dari kejadian yang lebih kritis.
Padahal, tontonan seperti ini justru mengundang emosi yang tidak sedikit dan tak sebentar. Memang, kadangkala terlihat norak. Namun, saya pikir mengelola emosi dengan simulasi menonton film semacam ini juga diperlukan.
Ketika sudah terjadi, terkadang saya tak bisa menghindari gejolak emosi yang terciptakan. Di situ saya juga kecewa karena masih saja terbawa perasaan secara berlebih. Padahal, seharusnya di momen Ramadan ini saya bisa lebih bijak dalam mengelola emosi.
Hal-hal semacam ini pula yang beberapa waktu lalu menggiring saya berani memutuskan untuk tak lagi banyak bermain media sosial (medsos). Bahkan, saya rela menghapus salah satu akun medsos saya, karena terasa tak bagus untuk emosi saya.
Bahkan, kini ketika saya masih memiliki dua akun medsos yang sama-sama berwarna biru, saya tetap tak banyak menyelaminya. Bahkan, hanya karena event Samber THR ini, saya kembali meramaikan dua akun tersebut dengan hanya mengunggah artikel-artikel seputar event ini.
Bisa jadi demikian. Namun, yang saya tahu orang yang anti sosial masih suka bermain media sosial. Bahkan, lebih aktif di sana. Tetapi, bagaimana dengan saya?
Apakah ini sudah lebih akut? Entahlah.
Paling pasti, dengan cara semacam ini saya bisa lebih tenteram, enjoy, meski memang terkesan kuno dan aneh. Masa' hari gini gak punya akun IG? Atau jangan-jangan punya fake account untuk jadi buzzer? :'D
Bisa jadi. Hm.., hanya becanda.
Tapi, yang paling pasti, jika ada akun bernama identik seperti saya di medsos bersimbol kamera kotak, bisa dipastikan itu hoaks. Kecuali jika saya sudah memamerkannya di sini (K) dan di forum-forum yang berisi teman-teman saya.
Lalu, apa inti dari curhatan ini. Saya sendiri juga tidak tahu. Mungkin kalian yang justru tahu maksud saya. Semoga.
Selamat berpuasa!
Malang, 5-5-2020
Deddy Husein S.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H