Terinspirasi sebenarnya juga ada unsur benar dan baik, namun apa yang sudah menyeruak ke publik biasanya dapat dipetik inspirasi positifnya, dan seharusnya kita melakukan itu. Karena, kita harus berpikir tentang jangka panjang, salah satunya berkaitan dengan keuntungan.
Apa untungnya kita terinspirasi oleh si B? Apakah kita nanti akan menjadi seperti si B? Bagaimana jika nanti kita benar-benar menjadi si B?
Tiga pertanyaan--diawali dengan perhitungan untung dan rugi--itu sebisa mungkin terlintas di kepala ketika melihat hal-hal yang menarik dan ingin diikuti jejaknya. Kita tentu perlu modal untuk dapat memberikan jaminan awal, bahwa nanti dapat melakukan apa yang ingin dilakukan berdasarkan inspirasi yang diperoleh.
Apa itu modalnya?
Kurang-lebih bernama pemahaman.
Percuma, wong nggak paham.
Artinya, secara khusus fenomena terkait Anarko dan hal-hal lain yang serupa, bisa saja menjadi kegagalan dalam memahami inspirasinya, dan itu akan membuat langkah perwujudannya--mencapai ekspektasi--juga menjadi tak optimal.
Semua bacaan pasti terdapat dua sisi, apalagi jika sampai bacaan itu adalah fiksi. Maka, sajiannya akan seolah-olah nyata dan menguras emosi, karena di dalamnya pasti terdapat pertarungan antara sosok baik dan sosok buruk. Situasi yang juga terjadi di realita, bukan?
Namun, jika kita membaca "It", karya Stephen King, apakah kita harus menjadi pembunuh untuk mewujudkan inspirasi dan ekspektasi dari bacaan tersebut?