Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tetap di Rumah, Ngaji pun Jalan Terus!

24 April 2020   08:46 Diperbarui: 24 April 2020   08:49 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh inovasi pada warung makan di perkampungan yang juga menyediakan westafel home made. | Gambar: Kompasiana/NURSINI RAIS

Sudah cukup lama, masyarakat Indonesia hidup dengan kebiasaan baru. Dari jaga jarak sosial, jaga jarak secara fisik, belajar di rumah, bekerja dari rumah, dan tentunya tetap di rumah.

Pasti awalnya banyak orang yang mengeluh tentang perubahan gaya hidup yang nyaris mencakup segala hal. Karena tidak hanya tentang bekerja dan belajar, beribadah pun ternyata ikut terpengaruh.

Mau tidak mau, dan tentunya banyak menimbulkan dilema bagi siapa saja. Tetapi, bukankah kita harus tetap sehat dan berupaya bangkit bersama untuk melawan corona?

Meski memiliki tekad demikian, kita tentu tidak bisa turun ke jalan lalu berteriak, "Ayo usir corona!". Karena, justru cara semacam itu akan memberikan santapan empuk bagi corona.

Sebenarnya sudah cukup banyak imbauan baik secara teoritis, akademis, medis, hingga agamis tentang bagaimana cara yang bijak untuk melawan corona. Hingga akhirnya kita tetap harus sepakat bahwa melawan corona adalah dengan tetap di rumah.

Inilah yang kemudian membuat kita harus menyesuaikan diri dengan keputusan tersebut. Berbagai hal pun muncul pada kehidupan sehari-hari kala pandemi ini.

Contoh inovasi pada warung makan di perkampungan yang juga menyediakan westafel home made. | Gambar: Kompasiana/NURSINI RAIS
Contoh inovasi pada warung makan di perkampungan yang juga menyediakan westafel home made. | Gambar: Kompasiana/NURSINI RAIS
Dari inovasi yang dilakukan para pemilik warung makan yang masih harus tetap buka. Karena, memang lapar juga berbahaya bagi manusia, bukan?

Baca juga: Yuk, Melihat Covid-19 dari Kaca Mata Berbeda! (Nursini Rais)

Di situlah letak awal tubuh dapat kekurangan imunitas. Jadi, melawan corona juga harus dengan asupan gizi yang tetap terjaga. Tetap makan yang cukup, ya!

Lalu, ada pula inovasi tentang bagaimana cara bekerja dengan tetap koordinatif agar tak ada miskomunikasi antar pihak yang terkait. Itulah mengapa dewasa ini marak adanya telekonferensi dengan memanfaatkan berbagai macam aplikasi atau software berbasis video call.

Ada banyak layanan daring yang menyediakan fitur telekonferensi dari yang paling populer seperti Skype, Google Hangouts, hingga yang kini banyak menjadi perbincangan secara global; Zoom.

Baca juga: Menepis Sawala Zoomboombing Karena Host Kudet (Faqih Ma'arif)

Zoom nyatanya tak hanya dapat digunakan sebagai media komunikasi saat bekerja dari rumah, namun juga untuk belajar dari rumah. Memang, proses belajar akan lebih banyak membutuhkan pengumpulan tugas di akhir, dan biasanya akan mengandalkan layanan surat elektronik (surel), kuisioner daring, dan ruang kelas online seperti Google Classroom salah satunya.

Baca juga: Panduan Google Classroom untuk Belajar Online (Himam Miladi)

Namun di dalam proses belajar pasti juga diperlukan adanya interaksi untuk penyaluran materi dari pendidik ke peserta didiknya. Di situlah dibutuhkan media yang mirip ruang seperti kelas, namun secara daring.

Itulah yang membuat Zoom juga dapat digunakan untuk belajar dari rumah. Hal ini tak lepas dari masih butuhnya peserta didik untuk dapat melihat langsung bagaimana materi pelajaran tersebut dapat tersampaikan dan menemukan simulasinya.

Karena, peserta didik pasti butuh contoh dalam mengerjakan soal-soal yang nantinya akan dikirimkan oleh pendidiknya di akhir sesi. Dan, tidak semua materi pelajaran dapat dimengerti hanya melalui teks, tanpa adanya simulasi dari pendidiknya, persis saat di kelas.

Layanan seperti Zoom dapat menjadi media proses adaptasi dari yang awalnya harus bertatap muka dan melihat langsung bagaimana semua materi harus diterangkan secara langsung, kini harus melalui telekonferensi atau panggilan video.

Apabila disadari, sebenarnya metode ini sudah banyak terjadi sebelumnya, hanya tidak secara masif. Apalagi di Indonesia yang masih banyak menggunakan metode konvensional baik di lembaga didik maupun lembaga birokratif. Jika tidak demikian, untuk apa ada resepsionis, bukan?

Itulah yang membuat cara serba daring ini masih menjadi cara yang istimewa dan cenderung mahal--sebelum pandemi hanya sekolah dan universitas tertentu yang dapat dijangkau atau menyediakan jalur daring saat belajar-mengajar. Secara tak sengaja, pandemi ini membuat kita harus cepat belajar menjalankan sendi-sendi kehidupan secara daring.

Termasuk dalam hal belajar. Menariknya, tidak hanya belajar tentang bidang akademis atau hal-hal yang bersifat pengetahuan umum, namun juga dapat diterapkan pada pelajaran yang bersifat agamis; ngaji.

Ngaji secara daring dan dimediasikan Zoom ternyata cukup menarik untuk diterapkan. Artinya, saat pandemi ini masih berlangsung dan membuat pemerintah menetapkan PSBB dan yang terbaru adalah pelarangan mudik, maka kegiatan ngaji tetap dapat jalan terus.

Hal ini dicontohkan dari ilustrasi di atas yang memperlihatkan bagaimana proses ngaji dapat berlangsung dengan Zoom atau aplikasi serupa. Memang, Zoom dirumorkan banyak menjadi awal permasalahan pada penggunanya, seperti peretasan termasuk zoomboombing.

Baca juga: Zoom, Antara Dibutuhkan dan Ditakuti (Yupiter Gulo)

Namun, keberadaan Zoom tetap dapat digunakan untuk kebaikan, seperti ngaji. Menariknya, saat ngaji secara online sudah marak banyak diterapkan, nyatanya ada pula yang masih ngaji secara konvensional atau bertatap muka.

Ilustrasi mengaji secara konvensional (tatap muka). | Gambar: REUTERS via IBTimes.co.uk
Ilustrasi mengaji secara konvensional (tatap muka). | Gambar: REUTERS via IBTimes.co.uk
Hal ini awalnya cukup dipertanyakan, karena tentu faktor keamanan harus diperhitungkan pula. Namun, menurut pernyataan salah seorang yang mengaku masih mengadakan bimbingan ngaji secara tatap muka, hal ini tetap diiringi dengan persyaratan ketat.

Yaitu, peserta yang datang dibatasi ataupun dikenakan sistem bergilir. Ini yang kemudian membuat ada ide bahwa hal ini juga seharusnya bisa dilakukan secara online.

Artinya, ketika rumor keamanan menggunakan Zoom menyeruak, kita masih bisa menggunakan aplikasi yang sudah terpercaya dan tidak perlu khawatir dengan adanya keterbatasan terhadap jumlah peserta atau orang yang dapat dilibatkan dalam interaksi video call tersebut.

Kita masih bisa menggunakan akses tersebut dari WhatsApp yang memiliki fitur video call, walau hanya maksimal 4 akun (1 hosted, 3 invited) yang terlibat. Melalui aplikasi semacam itu, kita bisa mengolaborasikan cara konvensional dengan cara masa kini dalam satu kesempatan.

Kita tetap belajar budaya antri yang seringkali dibiasakan dalam metode konvensional dengan belajar praktis yang selalu ditawarkan oleh teknologi digital.

Ketika pandemi ini masih memaksa kita untuk tetap di rumah, jangan biarkan kegiatan sehari-hari kita termasuk belajar ngaji dapat terputus. Begitu pula dalam hal pemilihan aplikasi yang dapat digunakan, juga jangan lupakan faktor kepercayaan dan keamanan yang sudah dikenali.

Jika sudah ada yang dapat dikuasai serta sudah terpercaya, mengapa harus mencoba hal baru yang belum tentu mudah dikuasai? Lagipula, jangan gampang menggunakan hal baru karena faktor ikut-ikutan tren belaka. Coba pelajari terlebih dahulu seluk-beluknya, baru gunakan dengan tepat.

Jadi, selamat ngaji dari rumah! Semoga berkah, ya!

Malang, 24 April 2020
Deddy Husein S.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun