Artinya di sini ada logika yang berjalan seirama antara ekonomi dan kesehatan, walau ekonominya harus mengalah demi kepentingan terhadap kesehatan. Ketiadaan gelaran kelas MotoGP di Qatar jelas akan berpengaruh terhadap penurunan animo penikmat ajang balap motor bergengsi itu dalam mengikuti seri pertama di Losail.
Baca juga: MotoGP Terkena Dampak Corona
Namun Qatar, Dorna, FIM, dan IRTA berani memilih itu dan patut diapresiasi serta ditiru negara lain, termasuk Indonesia. Indonesia harus memprioritaskan kesehatan di atas segalanya meski tidak menjamin 100% bebas Corona. Tetapi itu lebih baik daripada menggiring masyarakatnya pada situasi yang masih sangat gelap.
Dua alasan utama itu yang membuat penulis juga berpikir tentang keselamatan diri sendiri. Bahkan sebelum Presiden RI, Joko Widodo memberikan kabar tentang 2 pasien positif Corona (2/3), penulis sudah tidak tertarik dengan diskon-diskon penerbangan tersebut ketika mendapati kabarnya. Karena menurut penulis virus Corona seperti bom waktu, pasti Indonesia juga akan terdapat korban yang positif terkena Corona.
Hal itu tidak lepas dari status negara kita yang sudah dikenal secara global dan pasti terdapat interaksi antar negara yangmana diantaranya sudah terjangkit virus tersebut. Kita tentu tidak bisa menolak kenyataan tersebut dan belum juga mampu mendeteksi segala kemungkinannya.
Secerdas apapun otak kita, jika kita tidak sehat, kita tidak akan mampu mengembangkan kecerdasan kita untuk berbakti kepada negara dan dunia secara total dan dalam waktu yang lebih lama. Begitu pula seandainya kita masih memegang uang. Ketika kita tidak sehat, uang itu akan surut, habis, dan bisa saja nyawa kita akhirnya juga tak tertolong.
Pemikiran penulis hanya sesederhana itu, dan bisa saja hal itu juga berlaku dalam sistem kehidupan secara nasional hingga global. Ibaratnya negara ini adalah tubuh. Ketika dia tidak sehat, maka konsentrasi tubuh itu hanya untuk menyembuhkan diri.
Belum tentu. Karena di dalam tubuh itu terdapat banyak pemikiran. Terkadang tubuh itu ingin membaca, menulis, makan, minum, dan lainnya. Banyak hal yang masih diinginkan, bukan?
Namun pada akhirnya tubuh itu harus sadar bahwa dalam 24 jam, tubuh itu harus beraktivitas secara urut, tidak bisa bersamaan. Ketika makan, mulut tentu hanya fokus untuk mengunyah, tidak dapat diiringi dengan aktivitas menenggak segelas air mineral, apalagi sambil berbincang.