Kemenangan atas Real Madrid di babak 16 besar (27/2) sebenarnya tidak begitu mengejutkan. Selain karena, secara skuad kedua klub itu sama-sama memiliki pemain yang berkualitas, keduanya juga memiliki pelatih yang pernah berjaya di ajang Liga Champions.
Namun, idealnya laga itu dimenangkan oleh Real Madrid karena faktor tuan rumah. Selain itu mereka bermain dengan kekuatan terbaiknya, sedangkan Manchester City bertandang tanpa memainkan Sergio Aguero meski si pemain tetap ada di bangku cadangan.
Lalu apa yang membuat Manchester City dapat memenangkan pertandingan dan membawa pulang agregat 1-2 ke Manchester?
Pertama, karena mereka berhasil membangun optimisme pasca meraih hasil bagus di lanjutan Premier League akhir pekan kemarin. Mentalitas kemenangan itu dianggap sebagai pendongkrak kepercayaan diri para pemain saat mereka sedang diguncang dengan kabar larangan bertanding di Liga Champions dua musim ke depan.
Kedua, karena mereka diduga telah memiliki keinginan untuk menebus hukuman tersebut dengan hasil maksimal di musim ini. Mereka memang telah dapat disebut gagal total di Premier League, namun seharusnya nasib mereka dapat lebih baik di Liga Champions.
Ketiga, karena faktor Pep Guardiola. Pelatih ini adalah eks Barcelona yang tentunya sangat mengenal gaya utama permainan Real Madrid. Meski Los Blancos sering bergonta-ganti pelatih, orientasi kemenangan dengan mencetak gol dan efektivitas membangun serangan adalah ciri utama Real Madrid.
Baca juga: Haruskah Guardiola ke Juventus?
Bagus, namun hal itu tidaklah cukup jika harus bertemu dengan klub yang ingin menguasai permainan dan memiliki dorongan untuk terus meneror pertahanan El Real secara masif. Gambaran tersebut yang diperagakan oleh Manchester City dini hari tadi yang membuat Sergio Ramos dkk. kesulitan untuk menaklukkan tamunya.
Zidane itu semakin pelik ketika Sergio Ramos dikartumerah.
Real Madrid memang berhasil unggul terlebih dahulu dengan gol yang diciptakan Isco. Namun, Manchester City segera merespon dan bahkan mampu segera membalikkan keadaan. Permasalahan tim asuhan ZinedineSituasi yang sama dengan dua laga fase 16 besar, Chelsea vs Bayern Munchen dan Napoli vs FC Barcelona. Ini membuat fase 16 besar sudah dihiasi tiga kartu merah dan tentunya menjadi kerugian bagi Real Madrid karena harus bertandang ke Manchester tanpa sang kapten.
Namun, kehilangan Ramos seharusnya tidak menjadi permasalahan besar bagi Real Madrid. Mereka seharusnya dapat memaksimalkan kualitas mereka di lini tengah dan lini depan. Mereka harus mampu memperagakan permainan yang mirip dengan pertandingan melawan Valencia di Piala Super Spanyol beberapa waktu lalu.
Saat itu, mereka bermain dengan banyak pemain tengah dan membuat permainan Los Che tak berkembang. Ini seharusnya dapat dilakukan ketika berada di Etihad Stadium. Membiarkan Manchester City bermain sesuai karakter mereka jelas akan menjadikan Real Madrid sebagai bulan-bulanan.
Maka dari itu, akan lebih menarik jika Real Madrid bermain lebih fokus pada satu titik dan memberikan ketidaknyamanan pada bidang permainan Kevin De Bruyne dkk. Jika hal itu mereka lakukan, target untuk membalikkan keadaan bisa saja terjadi.
Namun apakah Manchester City akan pasrah dipermalukan di kandang sendiri seperti di musim lalu?
Jawabannya bisa saja tidak. Karena di laga ini saja Pep Guardiola sudah mampu mencoba bermain dengan cara sedikit berbeda. Hal ini dapat dilihat dari formasinya yang menempatkan Bernardo Silva sebagai striker, bukan Gabriel Jesus. Padahal penyerang asal Brazil itu adalah striker murni.
Beruntung, implementasi dari formasi itu dapat dibilang berhasil. Mereka dapat membalas ketertinggalan menjadi 1-1 dan berhasil pula membalikkan keadaan dengan eksekusi penalti dari Kevin De Bruyne.
Jika taktik itu dapat menghasilkan kemenangan dan di kandang lawan yang dikenal sangat sulit ditaklukkan, maka di kandang sendiri seharusnya Pep Guardiola dapat menghadirkan kembali taktik yang dapat membuat Karim Benzema gagal mencetak gol lagi.
Perjalanan Manchester City di Liga Champions musim ini patut diikuti. Karena, mereka memang diharapkan dapat mencari pembuktian bahwa mereka tidak hancur di musim ini. Mereka harus tetap seperti tim kuat di musim kemarin yang bahkan sebenarnya ideal untuk bertemu dengan Liverpool di partai puncak Liga Champions.
Baca juga: Musim Apes Man. City dan Liga Liverpool
Di musim ini, mereka harus menuntaskan misi mereka sebagai tim besar --yang dicap pesakitan, yang ternyata masih sanggup berprestasi. Apalagi jika benar-benar sanggup menjuarai Liga Champions dan mengalahkan sang juara bertahan Liverpool, maka bisa saja "hutang" di Premier League dapat dianggap lunas.
Namun, apakah gelar juara Liga Champions akan dicabut jika mereka berhasil meraihnya?
Malang, 27 Februari 2020
Deddy Husein S.
Berita terkait:
Ligaolahraga.com 1, Ligaolahraga.com 2, Liputan6.com.