Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bagaimana Jika Kota Anda Menjadi Rumah Observasi Corona?

4 Februari 2020   08:15 Diperbarui: 4 Februari 2020   08:21 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesosialnya kita, terkadang kita berpikir tentang keamanan. Bahkan, atas nama keamanan jiwa protektif kita seringkali muncul. Tidak perlu jauh-jauh mengambil contoh.

Misalnya, ketika anak atau saudara perempuan kita hendak keluar malam, pasti kita akan berpikir lama untuk dapat memberikan izin atau merelakan keputusannya. Bahkan, meskipun dia adalah perempuan dewasa. Pasti ada rasa khawatir yang hinggap di pikiran kita dan berharap dia mengurungkan niatnya untuk keluar.

Mengapa hal itu terjadi? Karena kita tidak tahu seberapa aman situasi di luar sana. Artinya, sikap paranoid seringkali hadir ketika kita tidak tahu. Namun, paranoid juga dapat hadir ketika kita mengetahuinya. Apalagi jika itu berkaitan dengan kesehatan.

Banyak orang lebih memilih tidak banyak tahu tentang riwayat penyakitnya agar tidak terlalu paranoid terhadap kondisi tubuhnya. Itulah mengapa tidak sedikit orang berusaha menghindari pemeriksaan di rumah sakit, agar dirinya tidak memikirkan apa yang akan terjadi pada tubuhnya ketika sewaktu-waktu bertemu dengan pemicu penyakitnya.

Namun, pada akhirnya, kita perlu tahu tentang apa yang dapat membahayakan diri kita. Seperti bahayanya keluar di malam yang telah larut. Bahayanya berkendara di jalan yang sepi dan minim penerangan. Hingga keberadaan virus yang tidak mampu dideteksi oleh mata kita.

Jika sinyal bahaya yang dapat dilihat saja perlu diwaspadai dan dihindari, tentu sinyal bahaya yang tak mudah dilihat semakin perlu dihindari. Termasuk virus.

Sudah banyak orang yang mengetahui jika dalam sebulan terakhir ini, Indonesia sedang bergulat dengan kabar tentang salah satu virus baru nan berbahaya, yaitu Corona. Virus ini awalnya mewabah di China.

Namun, ternyata banyak negara -termasuk Indonesia- yang merasa menjadi korban dikarenakan keberadaan warga mereka yang tinggal di sana. Apalagi jika mereka tinggal di Wuhan yang dikabarkan menjadi titik pertama penyebaran virus Corona.

Dikarenakan virus ini susah terdeteksi, maka sikap paranoid mulai muncul di banyak masyarakat hingga skala negara (Jepang, Korea Selatan, Thailand, hingga Indonesia), dan itu adalah kewajaran. Karena, tanpa ada ketakutan, kita akan abai dengan keselamatan kita.

Ketika rasa takut berkurang, kewaspadaan kita juga akan menurun dan itu juga dapat memberikan ruang bagi virus untuk menyebar. Itulah mengapa reaksi warga di Natuna yang menjadi tempat evakuasi WNI dari China menolak pemilihan Natuna sebagai wilayah karantina atau yang kini disebut observasi Corona.

Mereka hanya sedang melakukan naluri sederhananya. Yaitu waspada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun