Siapa yang tidak ingin memiliki anak yang jarak usianya tak terlampau jauh? Apalagi bisa keluar bersama anak yang seolah sebagai adik atau keponakan. Tentu itu sangat menarik.
Bagi si anak pun, ketika jaraknya tak terlalu jauh dengan orangtua akan memberikan rasa nyaman. Ketika kenyamanan sudah terjadi, maka dapat disusul dengan rasa percaya diri.
Karena, dewasa ini tidak sedikit anak yang sudah menginjak remaja mulai merasa tidak menarik jika harus keluar dengan orangtuanya. Bukan salahnya si anak, karena di dalam pikirannya, (contoh) dia ingin mengajak orangtuanya untuk bermain wahana seperti roller coaster dan lainnya.
Namun, karena usia, kesehatan, dan penampilan yang tidak lagi matching, maka si anak juga berpikir keras untuk mengajak orangtuanya keluar. Ini lumrah, dan itulah mengapa anak-anak itu pun mulai berkhayal jika nantinya akan menikah muda, agar mereka tetap bisa nyambung dengan anak-anaknya.
Selain karena sering melihat perangai teman lawan jenis setiap hari. Biasanya juga dikarenakan ada sisi-sisi humanis yang membuat si anak sekolah dapat membayangkan akan menikah dengan temannya.
Kedua, karena melihat orangtuanya dulu juga menikah muda. Terkhusus bagi generasi kelahiran 1990-an biasanya memiliki orangtua yang menikah muda. Sedangkan dewasa ini mulai berkurang, karena memang semakin banyak orang yang lebih memilih mengejar pendidikan setinggi mungkin daripada segera menikah.
Sebenarnya generasi kelahiran 1990-an juga ada yang memilih segera menikah, namun jumlahnya tak sebanyak generasi sebelumnya. Meski demikian, menikah muda adalah cita-cita yang bahkan masih ada di pikiran generasi kelahiran 2000-an. Wow!
Faktor ketiga adalah daya jelajah atau eksplorasi dari orang-orang tersebut masih kurang jauh. Sehingga, pemikirannya masih tentang apa yang ada di sekitarnya, bukan tentang bagaimana cara hidup yang berbeda dari orang yang ada di sekitarnya.
Salah satu contohnya, ada di salah satu kampung yang ada di tempat asal penulis yang dulunya memiliki tradisi menikah dengan tetangga.
Melalui situasi yang sedemikian rupa, maka tidak mengherankan jika ada harapan untuk menikah muda. Bahkan, tidak menutup kemungkinan harapan itu akan mudah terealisasikan. Jadi, faktor lingkungan dan keterbatasan ruang eksplorasi individu juga menentukan pemikirannya tentang menikah muda.