Jika di artikel sebelumnya, penulis menyiratkan bahwa Indonesia seharusnya meraih emas di cabor sepak bola putra meski tidak perlu juara umum. Namun, kenyataannya Indonesia tidak meraih keduanya. Memang, soal juara umum biasanya identik dengan tuan rumah. Karena, saat penggelaran itu, biasanya tuan rumah sudah mencanangkan target sangat tinggi, agar tidak malu sebagai tuan rumah.
Baca juga: Persepsi Tuan Rumah Menjadi Juara Umum. (Fsyahbasamalah)
Indonesia tentu maklum jika tidak juara umum, karena bukan tuan rumah. Bahkan, sangat maklum jika kalah bersaing dengan Thailand dan Vietnam. Karena dua negara tersebut selalu berupaya maksimal di setiap event olahraga se-ASEAN tak peduli di negara mana mereka akan berpartisipasi. Artinya, mentalitas kedua negara ini sudah patut diacungi jempol.
Lalu, di mana letak gengsi bagi Indonesia ketika mengikuti ajang multievents olahraga se-Asia Tenggara itu?
Jawabannya jelas di sepak bola, meski Indonesia juga memiliki kualitas di cabor-cabor lain. Misalnya, badminton. Di olahraga itu, Indonesia bahkan menjadi salah satu negara terkuat. Sehingga, emas sudah pasti mampir di cabor badminton.
Namun, tetap saja Indonesia perlu merasakan lagi medali emas di sepak bola. Apalagi Indonesia pernah merasakan juara pada 1991 di tempat yang sama, Filipina. Sehingga, ada harapan jika Indonesia akan mengulangi prestasi tersebut dengan generasi yang bahkan belum lahir kala itu.
Harapan ini tentu tidak terlalu muluk, ketika tim sepak bola putra Indonesia dapat melaju ke semi final dan lolos ke final. Artinya, Indonesia memiliki peluang besar untuk meraih medali emas untuk ketiga kalinya.
Baca juga: Arogansi Park Hang-seo. (Deddyhs_15)
Usaha keras sudah dilakukan dan masyarakat tentu sangat mengetahuinya. Sehingga ketika akhirnya Indonesia gagal meraih medali emas, maka masyarakat Indonesia tidak terlalu bersedih. Indonesia sudah melakukan upaya yang terbaik. Hanya, mereka kalah cerdik.
Namun, mereka sudah berhasil memenangkan hati masyarakat Indonesia. Sehingga tidak mengherankan jika akhirnya masyarakat berani berharap bahwa alumni Sea Games 2019 ini akan lebih moncer di level timnas senior dan mampu membuktikan diri bahwa mereka sudah pantas merasakan gelar juara.
Pondasi sudah terbuat di tanah Manila, tinggal bagaimana federasi, tim pelatih, dan kompetisi sepak bola profesional di Indonesia merawat dan mengelola kaki-kaki hebat tersebut. Harapannya timnas sepak bola Indonesia dapat meraih kesuksesan di masa depan dan itu tidak bisa dengan proses sebentar. Harus juga melalui pengalaman pahit seperti di Stadion Rizal Memorial tadi malam (10/12).
Hal ini juga seperti cabor lain, yang mana perlu penantian panjang untuk menuntaskan dahaga juara atau medali emas di Sea Games. Seperti duet ganda campuran badminton Indonesia yang mampu meraih medali emas melalui perjuangan Praveen Jordan dan Melati Oktavianti. Atau duet yang harus menunggu penantian sangat lama untuk merasakan emas di Sea Games, yaitu Greysia Polii dan Apriyani Rahayu.
Mereka mengajak kita untuk melihat perjuangan dan proses. Jika biasanya kita melihat ganda putri masih terseok-seok di setiap turnamen badminton dunia, maka kali ini kita diajak untuk optimis dan akhirnya berbuah manis. Greysia Polii dan Apriyani Rahayu menggenggam emas Sea Games 2019!
Begitu pula dengan cabor lainnya yang tak kalah seru dan uniknya digelar di hari yang sama dengan laga final sepak bola putra. Yaitu, pertandingan final voli putra antara tuan rumah Filipina melawan Indonesia.
Perlu diketahui bahwa rekam jejak Indonesia di cabor ini juga tidaklah istimewa. Bahkan sekitar satu dekade, Indonesia tidak melihat medali emas disumbangkan oleh tim voli putra. Namun, kali ini Indonesia dapat menunjukkan kapasitasnya yang berbeda dari masa lalu.
Bersama pemain-pemain yang telah diajak bertanding melawan tim-tim besar di Asia, membuat Putu Randu dkk bisa mengatasi tekanan di partai puncak. Apalagi lawannya adalah tuan rumah, maka tekanan akan sangat besar untuk timnas Indonesia selain target "buka puasa" medali emas.
Li Qiujiang terlihat bagus. Gestur dan komunikasinya dapat memperlihatkan keyakinannya terhadap skuad asuhannya. Termasuk pilihan pemain yang terlihat tepat. Pergantian libero dari Bastian ke Raka adalah salah satu buktinya.
Di sini taktik yang diterapkan Mr.Melalui perjuangan straight game alias 3 set saja, Indonesia akhirnya menuntaskan perlawanan Abdilla dkk dengan skor 21/25, 25/27, dan 17/25. Indonesia pun berpesta di cabor voli putra. Mereka juga yang diyakini penulis menjadi daya tawar bagi masyarakat atas kekalahan tim Indonesia di cabor sepak bola putra.
Setidaknya, kita tahu bahwa Indonesia masih memiliki kualitas di pentas olahraga. Bahkan, dengan gestur yang dimiliki para pemain voli putra Indonesia, kita juga tahu bahwa kunci untuk menang dan juara adalah percaya diri dan fokus. Jika dua hal ini dapat dikelola dengan baik, termasuk oleh pelatihnya, maka emas akan hadir di genggaman.
Jadi, selamat Indonesia! Meski kita tak juara umum, kita tetaplah bangga dan perlu untuk merayakannya. Terima kasih para atlet Sea Games 2019! Perjuangan kalian akan dikenang dan dilanjutkan. Semoga!
Malang, 11-12-2019
Deddy Husein S.
Berita terkait:
Cnnindonesia.com 1, Cnnindonesia.com 2, Kompas.com, Viva.co.id, Cnnindonesia.com 3.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H