Indonesia kembali menuai kekalahan dari Vietnam yang kali ini terjadi di final Sea Games 2019. Bertanding di Stadion Rizal Memorial, Manila, Filipina, skuad asuhan Indra Sjafri gagal mengulangi kesuksesan mereka juara di tempat yang sama pada 1991.
Satu faktor utama yang membuat timnas Indonesia gagal di partai yang dapat disebut sebagai rematch tersebut adalah Park Hang-seo. Pelatih asal Korea Selatan itu rupanya sudah menemukan formula yang lebih tepat untuk mengalahkan Andy Setyo dkk. Hal ini dapat dilihat dari kejeliannya dalam menerapkan taktik secara teknis dan non-teknis yang begitu lengkap.
![Terjadi dua kali pertemuan antara Park Hang-seo dan Indra Sjafri di Sea Games 2019. (Indosport.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/12/10/pelatih-timnas-vietnam-u-23-dan-pelatih-timnas-indonesia-u23-169-5defb468097f366ea0146252.jpg?t=o&v=770)
Taktik dari teknis kedua adalah mengganti kiper yang lebih percaya diri untuk menghadapi Indonesia. Meski awalnya Park Hang-seo ragu di pos penjaga gawang, karena keduanya sama-sama pernah melakukan blunder. Namun, langkah mengganti kiper yang (mungkin) belum move on dari laga pertama bertemu Indonesia adalah suatu hal yang krusial dari taktik Park Hang-seo.
Taktik dari teknis ketiga adalah penerapan formasi yang berbeda. Jika di pertemuan fase grup, Park Hang-seo menggunakan formasi 4-3-3, maka di final ini dia memilih menggunakan formasi 3-5-2. Formasi ini sudah dicoba saat bertemu Kamboja di semi final dan terlihat manjur.
Formasi ini yang membuat permainan timnas Indonesia cukup kesulitan untuk bermain lebih percaya diri untuk menguasai bola. Karena, ketika bola mereka lepas, maka ada dua pemain di dekat pertahanan mereka yang siap untuk menjadi sasaran end passing dan langsung head-to-head dengan Andy Setyo dan Bagas Adi.
Hal ini membuat taktik Vietnam secara teknis sangat komplit. Mereka bertahan kompak dan mampu memperagakan serangan balik dengan dua penyerang selalu siap berduel dengan dua bek tengah Indonesia. Apalagi jika dua full back Indonesia overlap, maka lini pertahanan Indonesia hanya menyisakan duet bek tengah.
Di mana Zulfiandi?
Sebenarnya perannya kali ini sangat vital. Apalagi ketika Evan Dimas cedera dan ditarik keluar, maka peran Zulfiandi tak lagi hanya fokus membantu pertahanan, namun juga menjadi pembangun serangan bersama Syahrian Abimanyu dan Sani Rizki. Uniknya, ketika timnas Indonesia gagal membangun serangan, mereka tidak diserang dari tengah melainkan dari sisi flank, sehingga peran Zulfiandi sebagai jangkar yang menyaring bola dari lawan kurang terlihat.
Hal ini sepertinya sudah dijadikan patokan bagi Vietnam secara teknis yang dimasukkan ke skema counter attack dengan formasi 3-5-2. Artinya, mereka menerobos lewat flank untuk membuat lini tengah Indonesia terbuka dan membuat Zulfiandi meninggalkan area tengahnya. Ketika hal itu terjadi, maka pemain depan Vietnam akan tinggal berhadapan dengan satu/dua bek yang tersisa.
Inilah yang membuat jarang ada duel antara Zulfiandi dengan pemain Vietnam, kecuali di awal-awal babak pertama ketika Vietnam masih belum sepenuhnya memperagakan taktiknya. Melihat performa yang sedemikian rupa, maka secara teknis Vietnam layak menang.
Namun, ada satu hal yang perlu dikritisi dari permainan Vietnam, namun sebenarnya itu juga menjadi bagian dari taktik mereka. Yaitu, taktik non-teknis. Mereka mencoba mencari keuntungan dengan mudah jatuh ketika mendapatkan pressure dari pemain Indonesia, dan itu sangat menguntungkan Vietnam. Karena, dalam beberapa kesempatan dapat membuahkan tendangan bebas yang dua diantaranya menjadi gol untuk Vietnam.
Penulis menduga bahwa ini adalah taktik non-teknis yang disiapkan oleh Park Hang-seo yang kali ini lebih menghargai permainan timnas Indonesia dan jauh lebih siap untuk rematch dengan Indra Sjafri. Apakah ini sah?
Selama wasit gagal menemukan taktik ini sebagai trik untuk mencari keuntungan, maka apa yang dilakukan Vietnam sah. Termasuk apa yang dilakukan salah satu pemain Vietnam yang mencederai Evan Dimas. Meski Evan harus benar-benar kesakitan dan wasit tidak berhasil melihat kejadiannya secara jeli, maka apa yang dilakukan Vietnam juga sah.
Namun, kamera tidak bisa dibohongi. Untuk itulah, mengapa di persepakbolaan modern saat ini VAR diberlakukan. Karena, wasit dapat luput dari kejadian, sedangkan VAR tidak bisa dikelabui. Sayangnya di gelaran Sea Games 2019, VAR belum berlaku di cabang sepak bola. Sungguh menyedihkan.
Lalu, bagaimana dengan Indonesia?
![Indra Sjafri memiliki pengalaman bagus di timnas junior. (Indosport.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/12/10/4-persamaan-gelar-juara-timnas-indonesia-1-169-5defb472d541df5dda36bfb2.jpg?t=o&v=770)
Dari kekalahan ini, harapannya Indra Sjafri maupun calon-calon pelatih Indonesia di Sea Games selanjutnya ataupun di turnamen lainnya dapat belajar. Apa yang dipelajari? Yaitu mempersiapkan taktik secara komplit, baik teknis maupun non-teknis.
Selain itu, jangan selalu berpatokan pada hasil kemenangan untuk mencari kunci kelebihan dari permainan tim sendiri, namun juga melihat sisi kelebihan lawan meski lawan mengalami kekalahan. Ini yang sebenarnya dilakukan oleh Vietnam.
Ketika mereka melihat Indonesia mampu unggul terlebih dahulu di laga fase grup, di situlah mereka menaruh perhatian. Mereka berupaya untuk tak mengulangi situasi serupa. Selain itu, Park Hang-seo yang kali ini semakin terlihat arogan ternyata mengajak timnya bermain seolah bukan tim unggulan yang dijagokan untuk menang mudah. Hal ini terlihat dari skema permainan mereka yang lebih oportunis dibandingkan timnas Indonesia yang berupaya memegang kendali.
Seolah, kita diajarkan oleh Park Hang-seo cara bermain yang benar dengan taktik yang sebenarnya dilakukan oleh Indonesia di pertemuan pertama. Seolah lagi, kita ditunjukkan partai rematch yang saling bertukar peran. Jika di laga pertama, Vietnam mampu mendikte permainan Indonesia. Sedangkan di laga kedua atau laga pamungkas di Sea Games cabor sepak bola putra ini, Vietnam lebih memilih untuk menunggu aksi para pemain Indonesia dalam mengkreasi serangan.
![Park Hang-seo juga bisa tersenyum loh. (Bolalob.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/12/10/43120190829131439162-5defb622097f3663463b42d2.jpg?t=o&v=770)
Hal ini pula yang membuat penulis juga memaklumi kekalahan Indonesia atas Vietnam. Karena, dengan melihat permainan di final tersebut, secara keseluruhan timnas Indonesia sudah berupaya maksimal. Hanya, Vietnam sudah lebih perhitungan, lebih beruntung, dan tentunya jauh lebih maksimal.
Jadi, tetap semangat Garuda Nusantara!
Terima kasih sudah berjuang sampai titik darah penghabisan di final ini. Semoga esok lebih baik untuk kita.
Selamat Vietnam! Respect!
Malang, 10 Desember 2019
Deddy Husein S.
Berita terkait:
Bola.com 1, Bola.com 2, Cnnindonesia.com 1, Bolasport.com, Cnnindonesia.com 2.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI