Akhirnya tantangan untuk bertemu kembali dengan Vietnam di final direalisasikan sendiri oleh timnas asuhan Indra Sjafri. Indonesia berhasil mengalahkan Myanmar dengan skor 4-2 di partai semi final yang digelar di Stadion Rizal Memorial, Manila, Filipina.
Keberhasilan ini membuat apa yang diucapkan oleh Indra Sjafri di prescon pasca laga terakhir melawan Laos dua hari lalu. Indra Sjafri pun meyakini mampu bertemu dengan timnas Vietnam, mengingat tim asuhan Park Hang-seo difavoritkan juga untuk melaju ke final.
Namun, kemenangan di semi final tidak diraih dengan mudah oleh Andi Setyo dkk. Mereka yang awalnya leading dua gol justru disamakan kedudukannya oleh Aung Kaung Mann dkk hanya dalam tempo sekitar dua menit. Sungguh mengecewakan.
Kekhawatiran akan kegagalan melaju ke final mulai membayang di benak pendukung timnas Indonesia. Namun, melihat ekspresi Indra Sjafri yang tidak sepenuhnya gusar, membuat ada harapan bahwa masih ada taktik yang disiapkannya. Terbukti, permainan Indonesia tetap menyerang dan (sebenarnya) masih mampu menghasilkan beberapa peluang.
Efektivitas dalam mengeksekusi peluang masih menjadi penghalang bagi timnas Indonesia untuk kembali unggul dari tim asuhan Velizar Popov. Hingga akhirnya peluit tanda berakhir laga di menit 90 berbunyi. Kedudukan masih 2-2 untuk merepresentasikan kekuatan keduanya yang cukup berimbang.
Namun, secara tersirat ada kegalauan yang tertangkap dari sang pelatih Myanmar menjelang akhir babak kedua di waktu normal. Dilihat dari ekspresi dan gesturnya, pelatih asal Bulgaria itu seperti tidak puas dengan kinerja lini belakang Myanmar yang mudah diobrak-abrik oleh lawan. Apalagi ketika Saddil Ramdani bertukar posisi dengan Egy Maulana dari kiri ke kanan, maka di situ sangat terlihat betapa sisi kiri pertahanan Myanmar sangat lemah.
Kekacauan dari lini kiri pertahanan Myanmar kembali menjadi "surga" bagi timnas Indonesia ketika mereka berhasil kembali menerobos masuk ke dalam kotak penalti Myanmar dan membuahkan gol keempat. Sang eksekutor peluang tersebut adalah Evan Dimas Darmono.
Pemain yang juga menjadi pencetak gol di pertemuan dengan Myanmar pada Sea Games sebelumnya berhasil mencetak dua gol. Brace tersebut juga menjadikannya sebagai pembuka dan penutup keran gol di pertandingan tersebut. Garuda Muda Sea Games 2019 lolos ke final!
Lalu, apakah ada yang perlu dicermati dari pertandingan ini selain keberhasilan timnas Indonesia untuk tetap semangat mengejar kemenangan?
Pertama adalah fokus dan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan. Fokus timnas Indonesia sebenarnya cukup baik, namun mulai kedodoran ketika Myanmar memiliki momentum untuk bangkit sedangkan timnas Indonesia tidak kunjung menghasilkan gol yang "killing the game".
Hal ini diperparah dengan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan yang tidak maksimal. Jika dicermati, dua gol yang tercipta dari Myanmar adalah kesalahan bola akhir dari pemain timnas dan nahasnya itu adalah pemain senior, Zulfiandi. Sosok yang menjadi gelandang jangkar itu kurang bijak dalam menghadapi pressure dari lawan dan membuat duet bek tengah timnas Indonesia gagal menutup pergerakan lawan.
Begitu pula dengan gol kedua yang sebenarnya tidak murni disebabkan oleh kegagalan Nadeo menangkap bola datar yang datang sangat kencang. Kepanikan yang terjadi dari lini tengah membuat pemain lain bisa berpotensi tertular kegugupan yang sama. Sehingga, terjadilah kesalahan antisipasi yang dilakukan oleh Nadeo.
Namun di poin kedua, timnas Indonesia beruntungnya menyadari letak kelemahan dan kekurangannya. Mereka sadar bahwa memberikan ruang berkreasi kepada lawan akan membuka kelemahan terhadap fokus di lini belakang. Sehingga, para pemain timnas Indonesia mencoba untuk kembali mengambil kendali permainan.
Beruntung, hal itu berhasil dilakukan dan membuat timnas Indonesia tidak kehilangan kepercayaan diri hingga babak tambahan waktu berlangsung. Tekanan yang terus diberikan oleh timnas Indonesia tetap terjaga, termasuk dengan pergantian pemain yang dapat dikatakan sangat tepat.
Seperti Alex yang kembali membuat lini kiri pertahanan Indonesia kembali solid dan nyetel dengan rekannya di tengah dan depan. Begitu pula dengan menjaga keseimbangan di lini tengah dan depan dengan memasukkan Rahmat Irianto dan Witan Sulaiman. Masuknya kedua pemain ini membuat agresivitas menyerang timnas tetap tinggi dan membuat timnas Myanmar gagal untuk mengulangi proses comeback mereka.
Di poin ketiga adalah keberhasilan taktik dan upaya menghadapi pressure dari Myanmar yang menunjukkan bahwa Indra Sjafri dan tim asuhannya telah belajar dari kekalahan mereka saat menghadapi Vietnam. Meskipun bayang-bayang terulangnya kejadian tersebut sempat muncul (saat skor 2-2), namun pengelolaan mentalitas sudah lebih baik. Tinggal, bagaimana timnas Indonesia tidak lagi berani memberikan kesempatan kepada lawan untuk berkreasi.
Memang, determinasi para pemain dapat cepat menurun. Apalagi jika pola permainan tetap tinggi, maka ada peluang bagi beberapa pemain untuk cedera. Seperti apa yang terjadi pada Firza Andika ataupun Egy Maulana yang sudah tidak maksimal menjelang akhir pertandingan. Kendala ini perlu diantisipasi di final nanti, apalagi jika harus "rematch" dengan Vietnam.
Fokus, dan semoga juara!
Malang, 7 Desember 2019
Deddy Husein S.
Baca juga:
Ketika Medali Emas Sepakbola Lebih Berharga daripada Juara Umum
Timnas Indonesia Sea Games Sudah Dapat Dibebani
Berita terkait:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H