Hal ini diperparah dengan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan yang tidak maksimal. Jika dicermati, dua gol yang tercipta dari Myanmar adalah kesalahan bola akhir dari pemain timnas dan nahasnya itu adalah pemain senior, Zulfiandi. Sosok yang menjadi gelandang jangkar itu kurang bijak dalam menghadapi pressure dari lawan dan membuat duet bek tengah timnas Indonesia gagal menutup pergerakan lawan.
Begitu pula dengan gol kedua yang sebenarnya tidak murni disebabkan oleh kegagalan Nadeo menangkap bola datar yang datang sangat kencang. Kepanikan yang terjadi dari lini tengah membuat pemain lain bisa berpotensi tertular kegugupan yang sama. Sehingga, terjadilah kesalahan antisipasi yang dilakukan oleh Nadeo.
Namun di poin kedua, timnas Indonesia beruntungnya menyadari letak kelemahan dan kekurangannya. Mereka sadar bahwa memberikan ruang berkreasi kepada lawan akan membuka kelemahan terhadap fokus di lini belakang. Sehingga, para pemain timnas Indonesia mencoba untuk kembali mengambil kendali permainan.
Beruntung, hal itu berhasil dilakukan dan membuat timnas Indonesia tidak kehilangan kepercayaan diri hingga babak tambahan waktu berlangsung. Tekanan yang terus diberikan oleh timnas Indonesia tetap terjaga, termasuk dengan pergantian pemain yang dapat dikatakan sangat tepat.
Seperti Alex yang kembali membuat lini kiri pertahanan Indonesia kembali solid dan nyetel dengan rekannya di tengah dan depan. Begitu pula dengan menjaga keseimbangan di lini tengah dan depan dengan memasukkan Rahmat Irianto dan Witan Sulaiman. Masuknya kedua pemain ini membuat agresivitas menyerang timnas tetap tinggi dan membuat timnas Myanmar gagal untuk mengulangi proses comeback mereka.
Di poin ketiga adalah keberhasilan taktik dan upaya menghadapi pressure dari Myanmar yang menunjukkan bahwa Indra Sjafri dan tim asuhannya telah belajar dari kekalahan mereka saat menghadapi Vietnam. Meskipun bayang-bayang terulangnya kejadian tersebut sempat muncul (saat skor 2-2), namun pengelolaan mentalitas sudah lebih baik. Tinggal, bagaimana timnas Indonesia tidak lagi berani memberikan kesempatan kepada lawan untuk berkreasi.
Memang, determinasi para pemain dapat cepat menurun. Apalagi jika pola permainan tetap tinggi, maka ada peluang bagi beberapa pemain untuk cedera. Seperti apa yang terjadi pada Firza Andika ataupun Egy Maulana yang sudah tidak maksimal menjelang akhir pertandingan. Kendala ini perlu diantisipasi di final nanti, apalagi jika harus "rematch" dengan Vietnam.
Fokus, dan semoga juara!
Malang, 7 Desember 2019
Deddy Husein S.
Baca juga:
Ketika Medali Emas Sepakbola Lebih Berharga daripada Juara Umum