Meski namanya tak setenar Jorge Lorenzo, Marc Marquez, apalagi Valentino Rossi, Karel Abraham tetap dikenal sebagai pembalap MotoGP. Bahkan kiprahnya di kelas tertinggi juga tak sebentar. Terbukti ketika dirinya sempat hengkang ke World Superbike, dia kembali ke kelas MotoGP dan terlihat mudah untuk mendapatkan tim.
Selama karirnya, pembalap asal Ceko itu tidak memiliki kesempatan untuk membela tim besar seperti Repsol Honda, Yamaha Factory, apalagi Ducati Corse. Bahkan untuk memperkuat tim satelit utama di tiap pabrikan juga tidak pernah.
Memang, Karel bisa dikatakan memiliki jam terbang cukup dalam menjajal motor yang berkualitas, seperti Ducati yang dikenal kencang di trek lurus. Namun, di sana dia tidak pernah mendapatkan motor yang spesifikasinya sama dengan tim pabrikan. Bahkan motor yang digunakan biasanya berada di level ketiga seperti yang digunakan bersama Aspar Ducati. Hal ini juga terjadi ketika dirinya memperkuat Reale Avintia Racing (di bawah Ducati dan Pramac).
Uniknya, livery motor yang digunakan selalu identik dengan warna putih-biru, seperti saat memperkuat Cardion AB Motor Racing. Namun secara performa di lintasan, Karel terlihat tidak pernah mampu menunjukkan perlawanan yang berarti dengan pembalap-pembalap lain.
Ada beberapa faktor yang dapat melandasi hal ini. Pertama, motor yang digunakan biasanya menggunakan spesifikasi lama. Bisa setahun atau dua tahun di belakang dari spesifikasi motor pabrikan. Sehingga, secara kecepatan motor ini tidak banyak berbicara. Kecuali ada motor dan pembalap lain yang masih kesulitan dengan motornya, maka Karel dan Avintia dapat mendahului mereka.
Faktor kedua, ada indikasi bahwa di tim yang dibela tidak memiliki target tinggi. Mereka hanya ingin berpartisipasi tanpa berupaya memperoleh sesuatu (baca: poin). Sehingga, torehan Karel dan tim yang dibelanya seringkali tak maksimal.
Faktor ketiga sebenarnya menjadi indikasi bahwa faktor inilah yang membuat faktor pertama dan kedua dapat terjadi. Yaitu privilege. Hak istimewa yang terlihat terjadi pada Karel Abraham dikarenakan dirinya merupakan anak pengusaha kaya sekaligus pemilik sirkuit Brno Ceko. Akibatnya, tim tidak memiliki motivasi besar untuk mendorong Karel harus menunjukkan upgrading terhadap kualitas balapnya.
Privilege ini membuat Karel seperti di zona nyaman. Tidak ada tekanan, apalagi jika berbicara soal uang. Siapa yang bersedia membayar kursi di paddock jika tujuan para pembalap saat ini adalah untuk membuktikan kualitas di lintasan dan mencari pendapatan?
Itulah yang menjadi pembeda bagi Karel sekaligus membuatnya selalu aman ketika setiap tim yang berkompetisi di MotoGP harus riuh bongkar-pasang pembalap. Sedangkan timnya atau dirinya selalu mampu menggaransi satu tempat dan tidak mempermasalahkan tim dan apa spesifikasi motornya.
Situasi ini sebenarnya juga diduga terjadi pada Tito Rabat. Rekan setimnya itu juga merupakan pay rider di MotoGP selain dirinya. Dia dapat memperoleh kursi di Avintia juga tak lepas dari kekuatan privilege.
Meski awalnya sempat membela tim ketiga Honda (Marc VDS), Rabat akhirnya memutuskan untuk setim dengan Karel di Avintia Racing. Namun, nasibnya terlihat lebih baik. Terbukti dirinya saat ini masih dipertahankan oleh timnya ketika Karel harus terdepak.
Terdepaknya Karel di Avintia, membuat dirinya sudah dapat dipastikan absen di MotoGP 2020. Namun, keputusannya tergolong mengejutkan. Karena, dia memilih untuk pensiun. Pensiunnya Karel dan kosongnya satu kursi di Avintia membuat peluang Johann Zarco untuk merapat terbuka lebar.
Bahkan, Zarco disebut-sebut sebagai faktor yang membuat Karel didepak dari timnya dan tim tersebut ingin menerima pembalap asal Prancis itu. Lalu, apakah hegemoni dari privilege juga dapat berakhir?
Seperti yang pernah diulas di Mojok.co (tautan ada di akhir artikel), bahwa privilege juga dapat kita miliki dan dia dapat datang kapan saja. Karena privilege ini memiliki banyak pertimbangan. Pertama, bisa karena latar belakang orangtua kita. Kedua, kita memiliki uang. Ketiga, kita memiliki relasi di lingkaran tersebut. Keempat, kita memang memiliki kualitas.
Ketika kita memiliki salah satu maupun hampir semuanya, maka privilege akan datang ke diri kita. Privilege juga dapat diminta maupun dihapuskan (memiliki masa akhir). Sesuai dengan keadaan di waktu tersebut. Termasuk pada MotoGP dan Karel Abraham.
Privilege yang dimiliki Karel Abraham bisa saja dianggap pihak tim dan Dorna -yang dikabarkan ikut turun tangan- sudah berakhir. Posisinya harus dapat digantikan oleh pembalap lain yang lebih segar dan masih haus akan persaingan di lintasan. Jawabannya pun mengarah pada Johann Zarco.
Pembalap inilah yang kemudian memiliki privilege. Memang tidak sepenuhnya disebabkan oleh kekayaan seperti yang ada pada Karel Abraham. Zarco lebih berupaya menawarkan kualitas. Menjuarai Moto2 dua kali dan pernah menyabet rookie of the year bersama Tech 3 Yamaha bukanlah pencapaian sembarangan.
Francesco Bagnaia, Andrea Iannone, dan pembalap lainnya saja kesulitan untuk melakukan hal yang sama. Sehingga, tidak begitu mengherankan jika Avintia dan Dorna berani menyingkirkan Karel Abrahan yang sebenarnya sudah "berkontribusi" ke MotoGP dan itu demi bertahannya Zarco di kelas tertinggi.
Keberadaan Zarco saat ini memang sudah sulit untuk diperhitungkan. Apalagi ketika dirinya tidak mampu beradaptasi dengan tim pabrikan KTM dan tak memiliki peluang mengisi kursi di Honda (Repsol dan LCR). Maka satu-satunya cara adalah menjajal motor Ducati dan itu adalah bersama Avintia.
Lalu, apakah kualitas Zarco akan dapat berbicara lagi di MotoGP 2020? Kita lihat saja nanti. Karena, yang terpenting adalah kita melihat MotoGP 2020 tidak lagi diisi oleh dua pembalap yang memiliki privilege karena uang. Terbukanya Avintia dan kemungkinan masuknya Zarco ke tim tersebut akan membuat MotoGP masih terlihat dapat menyajikan kualitas di lintasan, dan itulah yang sebenarnya dicari.
Harapannya, Zarco kembali "berulah" dengan keberaniannya mengeksplorasi motor hibah seperti di musim pertamanya di MotoGP saat itu. Yaitu, memaksimalkan kapasitas spesifikasi motor satelit Yamaha. Siapa tahu, bersama motor hibahan dari Ducati, Zarco juga dapat kembali mengeksplorasi kecepatannya dan memberikan kejutan ke para penikmat MotoGP. Semoga!
Malang, 25 November 2019
Deddy Husein S.
Referensi:
Kompas.com 1, Kompas.com 2, Asphaltandrubber.com, Iwanbanaran.com, Mojok.co, Viva.co.id.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H