Memang bacaan ini lebih tepat jika dijeda, alias tidak dimaraton. Karena, bisa sangat larut emosi pembaca ketika harus mengikuti secara runtut kehidupan tokoh Midah yang amat berliku di kisah tersebut. Bagi pembaca laki-laki, membaca karya ini juga akan seperti beruji-nyali.
Karena, kisah Midah ini sangat kental dalam mengobrak-abrik kebobrokan laki-laki dalam hal percintaan, yang mana ini akan menimbulkan dilematis secara subjektif. Bagi seseorang yang open minded, mungkin akan cepat menerima kenyataan yang ingin diungkap oleh Pram. Namun, bagi yang kurang open minded, akan cukup sulit untuk segera mengakui potret fenomena di dalam kisah itu.
Ada pula karya yang perlu dijeda atau lebih tepatnya dibaca ulang. Yaitu, karya puisi dari Afrizal Malna. Di dalam buku kumpulan puisinya (kumpuisi), terdapat beberapa karya yang menarik untuk dibaca ulang. Seperti "Arsip Kegelapan", "Udara Dingin di bawah Bantal", "Bintang Kecil", dan lainnya.
Karya-karya semacam itu akan selalu menggugah selera untuk dibaca lagi, karena interpretasi seseorang yang membacanya dapat berubah ataupun bisa disebut lebih kompleks ketika membacanya lagi. Selain itu, ada fungsi lain dari keputusan menjeda dan (jika perlu) membaca ulang karya-karya tulisan yang ingin kita baca. Yaitu, membuat rileks pikiran kita.
Karena biasanya, efek dari rutinitas membaca yang terlalu padat tidak hanya membuat pikiran kita semakin kaya, namun juga semakin tertekan. Banyaknya inspirasi, akan semakin banyak pula dorongan untuk mewujudkan ide-ide yang muncul di kepala pasca membaca. Ketika hal itu tidak selaras dengan faktor-faktor lain, misalnya pengelolaan waktu dan kesempatan, maka akan menimbulkan tekanan tersendiri bagi kita.
Padahal, niatnya dalam membaca adalah untuk pewujudan hobi ataupun bagian dari tanggung jawab kita sebagai penulis. Namun, akibat daya intensitas membaca yang melebihi batas kemampuan (pikiran) juga akan memberikan dampak yang tidak bagus bagi pikiran kita. Maka dari itu, menjeda aktivitas membaca bagi penggila karya-karya tulis bukanlah hal yang terlarang.
Siapa tahu, dengan kemampuan kita mengelola aktivitas membaca kita, akan membuat kita lebih lihai dalam merealisasikan inspirasi-inspirasi dari hasil bacaan tersebut. Jadi, masihkah gengsi untuk menutup buku, meski sudah berkedok kutu buku? Hehehe.
Malang, 8 Oktober 2019
Deddy Husein S.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H