Saya tidak tahu judul apa yang tepat untuk menggambarkan secara garis besar hubungan saya dengan Kompasiana. Walau saya juga sadar diri, bahwa saya belum genap setahun bersama Kompasiana. Namun, di tahun ini saya akan menginjakkan kaki ke tangga Anniversary yang pertama.
Artinya, butuh 10 tahun Kompasiana "menantikan" tangan saya menyentuhnya, dan tahun ini menjadi tahun romantisme saya dengan Kompasiana yang sedang hangat-hangatnya. Ibarat hubungan percintaan, kami sedang berada pada fase pendekatan (PDKT).
Tentu seperti hubungan percintaan yang tak jarang mengalami gejolak. Meski tak secara frontal, namun di balik gelombang tulisan saya di Kompasiana, juga terselip beberapa kritikan dari saya terhadap Kompasiana. Bahkan, di awal-awal tahun (2019), saya sangat gencar mengkritisi kebijakan Kompasiana khususnya dalam hal kerja sama dengan Gopay yang merupakan "kepanjangan tangan" dari Gojek.
Memang, saya tidak menuliskannya dalam bentuk artikel, melainkan saya ungkap di dalam kolom komentar pada unggahan Kompasiana dan pada kuisioner yang disebarkan oleh Kompasiana ketika itu. Di situ, saya memberikan kritikan namun juga sedikit saran terhadap sistem yang akan dan telah dijalankan Kompasiana.
Memang, saya saat itu baru dua-tiga bulan bersama Kompasiana. Namun, saya sudah merasa bahwa Kompasiana akan menjadi "pasangan" saya setidaknya dalam beberapa waktu ke depan ini -jika memungkinkan. Untuk itulah saya mengharapkan yang terbaik, termasuk soal kemudahan sistematisasi validasi dan juga verifikasi akun Gopay.
Jujur saja, saat mendaftarkan akun Gopay saya, hampir setiap hari dipenuhi dengan perasaan-perasaan tak tenang. Penyebabnya adalah proses verifikasi akun Gopay bisa dikatakan tidak mudah. Walau hanya sekadar selfie dan memotret kartu identitas diri, saya tetap mendapatkan kendala.
Dari yang dikatakan file rusak, foto blur, hingga kabar verifikasi yang tak kunjung datang. Hingga akhirnya, bulan Maret atau April, akun Gopay saya terverifikasi. Pada saat itulah perjalanan saya bersama Kompasiana semakin kencang.
Apalagi, di bulan Mei, Kompasiana memberikan event Samber THR yang memberikan tantangan berupa menulis sebulan penuh (ditambah beberapa hari saat Lebaran). Maka, disitulah intensitas menulis saya meningkat pesat. Terbukti di bulan 5 (bulan pelaksanaan Puasa) saya menghasilkan 26 artikel dan 34 artikel khusus Samber THR (sampai beberapa hari di bulan 6).
![Sekumpulan artikel selama Ramadan 2019. (Dokpri/DeddyHS_15)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/11/08/jumlah-artikel-di-kompasiana-bulan-ramadan-2019-5dc5619e097f363eca1799e3.png?t=o&v=770)
Itulah yang membuat saya dua langkah semakin dekat dalam menjalani kehidupan bersama Kompasiana. Entah, ini dianggap berlebihan atau tidak, namun bagi saya ini adalah suatu pencapaian yang belum saya duga sebelumnya.
Memang, secara kualitas, saya belum berani menjamin keabsahan saya sebagai penulis hebat. Namun, secara kuantitas, saya cukup bangga dengan apa yang sudah dapat saya hasilkan. Saya tentu tetap sadar diri, bahwa saya masih bukan siapa-siapa. Namun, berkat Kompasiana, saya semakin menemukan kepercayaan diri.
Suatu hal yang kemudian membuat saya tiga langkah kian dekat dengan Kompasiana. Jujur saja, saya tak memungkiri bahwa saya membutuhkan kepercayaan diri agar saya dapat bangkit dari masa-masa kelam saya beberapa waktu sebelumnya, dan itu -kebersamaan dengan Kompasiana- yang membuat saya masih dapat menghirup oksigen yang sama dengan kalian. Artinya, keberadaan Kompasiana bagi saya adalah hint terhadap puzzle di kehidupan saya.
Seandainya saya tidak berani berkenalan dengan Kompasiana dan tidak berani mengikuti segala tantangan yang disediakan oleh Kompasiana, mungkin saya sudah menamatkan diri saya sebagai manusia yang berakal. Di zaman seperti saat ini, menemukan wadah untuk berekspresi tanpa begitu menyiksa diri adalah suatu hal yang langka. Inilah yang membuat saya beruntung dapat menemukan Kompasiana.
![Penulis dan kaos pemberian dari Kompasiana. (Dokpri/DeddyHS_15)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/11/08/1558095442358-5dc5625a097f3621f42fcc02.png?t=o&v=770)
Artinya, Kompasiana sangat mengapresiasi terhadap kritik dan saran dari Kompasianers (sebutan "penduduk" Kompasiana). Suatu hal yang langka, karena dewasa ini mengapresiasi kritik dan saran seperti menemukan jarum di tumpukkan jerami. Susah!
Mana ada orang yang mengkritik dan memberikan saran lalu diberikan hadiah? Biasanya yang diberikan hadiah adalah mereka yang sudah memberikan "pertunjukkan". Sehingga, saya berpikir bahwa Kompasiana ingin terus maju, sehingga mereka tidak gentar dengan kritik-saran dan juga mengapresiasinya dengan cindera-mata berupa kaos "Beyond Blogging" tersebut. Keren!
Lalu, apa langkah kelima saya bersama Kompasiana?
![Sekumpulan artikel di bulan ketujuh. (Dokpri/DeddyHS_15)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/11/08/jumlah-artikel-bulan-7-2019-5dc561e3d541df261f19e232.png?t=o&v=770)
Bahkan, secara rata-rata per bulan, saya masih mampu menghasilkan tulisan separuh dari jumlah hari dalam satu bulan (belasan artikel). Artinya, saya masih memiliki peluang untuk tetap bersama Kompasiana. Namun, semakin ke sini, saya tidak lagi hanya berpikir soal berapa jumlah artikel yang dapat saya unggah, melainkan seberapa tepat tulisan saya untuk diunggah di Kompasiana.
![Torehan artikel di bulan ke-5. (Dokpri/DeddyHS_15)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/11/08/jumlah-artikel-bulan-5-2019-5dc5625fd541df62387d1702.png?t=o&v=770)
Apakah analogi ini tepat? Silakan dikomentari di kolom komentar, ya!
Beranjak ke langkah keenam saya bersama Kompasiana. Di sini terdapat suatu hal yang mungkin tidak begitu terlihat di segala tulisan saya yang terunggah di Kompasiana. Yaitu, keterlibatan saya sebagai anggota Komalku Raya yang merupakan salah satu komunitas di bidang kepenulisan.
![Fotbar pasca audiensi dengan Walikota Malang. (Dokpri/ajudanWalikota)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/11/08/img-20190828-wa0019-5dc5638cd541df7357303382.jpg?t=o&v=770)
Di komunitas itulah saya semakin yakin terhadap sebuah pepatah, bahwa "belajar tak pernah mengenal usia". Suatu hal yang tentu perlu ditanamkan di kepala, agar saya tak hilang kesadaran dan membuat diri saya merasa sudah hebat -padahal masih jauh dari kata itu. Inilah keuntungan saya saat bersama Kompasiana, yaitu mendapatkan ruang baru dan tentunya relasi baru.
Jika mengingat kata-kata yang diungkapkan oleh Wiwien Wintarto (Kompasianer senior sekaligus penulis ulung) di dalam artikelnya tentang profesi penulis. Saya menangkap pesan bahwa untuk menjadi penulis yang sukses harus dibangun dengan relasi yang kuat dan luas -tidak hanya meningkatkan skill menulis. Sehingga, bersama Kompasiana harapan saya adalah dapat mengembangkan jaringan dan membuka peluang untuk menjadi penulis di masa depan.
Lalu, bagaimana dengan langkah selanjutnya?
Simak 5 langkah selanjutnya di video ini!
#11TahunKompasiana
#BeyondBlogging
Malang, 23 Oktober - 8 November 2019
Deddy Husein S.
Artikel ini juga terunggah di blog pribadi penulis:
deddyhuseins15.blogspot.com
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI