Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Pro dan Kontra Cover Lagu dari Via Vallen

7 Oktober 2019   18:33 Diperbarui: 7 Oktober 2019   20:48 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nella Kharisma yang diidentikkan dekat dengan rakyat. (Merdeka.com)

Siapa yang tidak kenal Via Vallen?

Nama Via Vallen melejit setelah berhasil mengeluarkan lagu fenomenal kala itu, "Sayang". Namun, sebelum itu Via Vallen seperti pedangdut pada umumnya yang dapat menyanyikan lagu-lagu populer dengan genre dangdut koplo. Bahkan, sejak melahirkan album dengan single andalan "Sayang", Via Vallen semakin digandrungi karena keberhasilannya menyanyikan lagu-lagu populer ke dangdut koplo.

Don't Let Me Down, Despacito, Deen Assalam, Senorita, hingga Ddu Du Ddu Du, berhasil dinyanyikan dengan baik oleh Via Vallen. Pujian pun mengalir, karena kualitas menyanyinya yang luar biasa, apalagi dapat menyanyikan lagu-lagu dari berbagai aliran. Eksistensinya juga semakin bagus ketika terlibat ke pembuatan lagu untuk Asian Games 2018 dengan judul "Meraih Bintang".


Namun, tidak ada orang yang selamanya mendapatkan pujian dan itu juga dialami oleh Via Vallen. Karena dengan popularitasnya, masyarakat juga mulai mengkhawatirkan tentang royalti terhadap lagu-lagu yang dia nyanyikan lagi (cover). Khususnya lagu-lagu yang masih ngetop dan dipopulerkan oleh pemilik lagunya.

Ungkapan viewer/netizen di cover lagu Via Vallen. (Dokpri/Screenshot/Youtube
Ungkapan viewer/netizen di cover lagu Via Vallen. (Dokpri/Screenshot/Youtube
Sebagian besar lagu-lagu yang "dipermasalahkan" oleh masyarakat khususnya netizen adalah lagu-lagu dari Didi Kempot. Perlu diketahui bahwa lagu-lagu dari Didi Kempot memang sangat akrab untuk di-cover oleh para penyanyi, khususnya penyanyi dangdut koplo.


Nama yang tak kalah populer dengan Via Vallen, Nella Kharisma juga melakukan hal serupa. Masyarakat bahkan dapat mendengarkan lagu-lagu populer dari Didi Kempot maupun penyanyi aliran koplo lainnya dengan "dua versi"; Via Vallen dan Nella Kharisma.

Nella Kharisma yang diidentikkan dekat dengan rakyat. (Merdeka.com)
Nella Kharisma yang diidentikkan dekat dengan rakyat. (Merdeka.com)
Namun, tak bisa memungkiri bahwa popularitas Via Vallen bisa disebut telah mencakup skala nasional dibandingkan Nella Kharisma. Salah satu penyebabnya (mungkin) adalah faktor jenis vokal yang dimiliki keduanya. 

Jika Via Vallen masih ada ala-ala pop, sedang Nella Kharisma lebih ke cengkok-cengkok tradisional. Maka tak mengherankan jika lagu-lagu yang dinyanyikan Nella Kharisma lebih laris di panggung-panggung desa dibandingkan lagu-lagu dari Via Vallen yang lebih enak didengarkan saat berselancar di Youtube.

Selain jenis vokal yang dimiliki keduanya yang berbeda, keduanya juga dibedakan oleh output musik yang dihasilkan band yang mengiringi keduanya. Untuk Via Vallen, band yang mengiringinya masih ada ala-ala pop, sedangkan untuk Nella Kharisma masih sangat tradisional dan ramai (banyak instrumen yang keluar).

Terlepas dari perbedaan itu, keduanya sama-sama dikenal sebagai penyanyi dangdut koplo dan selalu dihadirkan lagu-lagu populer yang berhasil mereka nyanyikan. Namun, dengan semakin menjamurnya lagu-lagu cover di Youtube, netizen mulai resah dengan royalti (seperti di atas). Uniknya, mereka masih memaklumi jika yang meng-cover lagu bukan penyanyi profesional seperti Via Vallen. Padahal konteks-nya juga sama; cover lagu.


Situasi ini tak hanya terjadi karena seringnya lagu-lagu Didi Kempot di-cover oleh Via Vallen, namun juga ketika lagu "Selow" yang sebenarnya milik Wahyu ternyata lebih digandrungi ketika dinyanyikan oleh Via Vallen. Hal ini juga berlanjut ke lagu yang masih menjadi trending di mulut-mulut masyarakat bahkan juga di mulut-mulut anak-anak kecil di desa. Yaitu, lagu "Setan Apa yang Merasukimu".


Lagu yang dipopulerkan oleh grup musik Ilir 7 itu ternyata di-cover oleh Via Vallen dan lagi-lagi Via Vallen plus band-nya berhasil membuat lagu tersebut semakin enak didengar. Karena, selain mulut kita ikut menyanyi, badan kita juga turut bergoyang. Uniknya, penulis juga menjadi salah satu orang yang sangat menikmati lagu yang di versi Via Vallen berjudul "Salah Apa Aku" itu.

Tidak memungkiri bahwa beberapa lagu yang di-cover oleh Via Vallen terasa lebih pas dinyanyikan Via Vallen dibandingkan pemilik lagunya (tanpa merendahkan Didi Kempot, Ilir 7, dan musisi lainnya). Selain "Salah Apa Aku" dan "Selow", lagu yang terdengar sangat "merasuk" di telinga (penulis) ketika Via Vallen yang menyanyikannya adalah "Banyu Langit".

Didi Kempot kini dijuluki sebagai The Godfather of Broken Heart. (Asumsi.co)
Didi Kempot kini dijuluki sebagai The Godfather of Broken Heart. (Asumsi.co)
Bagi penulis, lagu-lagu yang bertemakan nelangsa seperti "Banyu Langit" akan lebih pas ketika dinyanyikan oleh penyanyi perempuan dibandingkan laki-laki. Apalagi jika musiknya memang benar-benar selow.


Namun, tak memungkiri bahwa lagu legendaris seperti "Sewu Kutha" adalah lagu yang memang sudah terlanjur melekat dengan suara Didi Kempot, sehingga jikalau di-cover oleh penyanyi siapapun akan terasa kurang pas.

Salah seorang viewer yang berupaya mengingatkan cover lagu Via Vallen. (Dokpri/Screenshot/Youtube)
Salah seorang viewer yang berupaya mengingatkan cover lagu Via Vallen. (Dokpri/Screenshot/Youtube)
Dari sini, perihal cover-coveran lagu seperti yang dilakukan oleh Via Vallen sebenarnya tidak perlu diragukan lagi baik soal kualitas dan penghargaan terhadap royalti. Mengapa? Karena dengan popularitasnya, justru Via Vallen pasti dapat "berbagi hasil" dengan si pemilik karya.

Justru yang perlu diragukan itu adalah ketika lagu-lagu itu dinyanyikan oleh penyanyi yang hanya manggung di panggung-panggung kondangan lingkup RT-RW. Karena, mereka pasti "tidak perlu" untuk membayar sekian persen pendapatannya untuk si pemilik karya. Terlepas dari penghasilannya yang tidak sebesar si pemilik karya, si pemilik karya juga sudah cukup senang ketika karyanya masih "dilestarikan" oleh masyarakat.

Title yang (akhirnya) disematkan
Title yang (akhirnya) disematkan
Jadi, jika si pemilik karya saja sudah selow, kenapa kita sebagai orang yang belum tentu tahu proses produksi karya-karya cover tersebut harus ngedumel online? Lebih baik kita fokus mendukung saja karya-karya terbaik itu. Karena, mereka membuat karya-karya itu juga tak hanya untuk memperoleh penghasilan, namun juga untuk memperkaya "sarana" hiburan untuk masyarakat (baca: kita). Semakin banyak lagu yang dinyanyikan ke dalam berbagai genre (pastinya dengan kualitas yang bagus), tentu semakin membuat lagu itu tak mudah punah dari telinga masyarakat.

Malang, 7 Oktober 2019
Deddy Husein S.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun