Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pindah Ibu Kota adalah Jalan Terbaik

31 Agustus 2019   20:54 Diperbarui: 31 Agustus 2019   21:04 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu penampakan wilayah Yogyakarta. (Blog.reservasi.com)

Indonesia tidak pernah kehabisan berita. Begitu pula dengan topik yang dapat dibicarakan, baik di ranah meja warung kopi ataupun di media sosial. Salah satu topik yang masih hangat untuk dibicarakan adalah perpindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Tepatnya, ibu kota itu akan bertempat di sebagian wilayah administratif Kabupaten Penajam Paser dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim).

Entah apa yang sudah dipertimbangkan oleh pemerintah pusat khususnya dari pihak Presiden RI, Joko Widodo. Karena, yang pasti beliau dengan berani telah melakukan perubahan tubuh negara yang sangat krusial, yaitu pergantian ibu kota negara. Ini yang kemudian menimbulkan perbincangan sekaligus perdebatan di kalangan masyarakat termasuk menjadi topik populer di Kompasiana.

Perdebatan seputar perpindahan ibukota tersebut bukan hanya soal pro dan kontra, melainkan penting dan tidak pentingnya pergantian ibu kota negara. Pentingkah ibu kota Indonesia berpindah?

Bagi penulis, pergantian ibu kota itu adalah ranah kuasa pihak pemerintah pusat dengan keputusan yang disetujui oleh presiden. Entah apakah ini berdasarkan masukan (ide/saran) dari pihak jajaran di sekitar sang kepala negara, atau menjadi pertimbangan dan solusi yang benar-benar datang dari Jokowi (panggilan akrab sang Presiden RI) ketika Jakarta diketahui publik mulai kesulitan dalam menjaga tatanan kota maupun menyelesaikan berbagai permasalahannya.

Dari kaca mata opini, penulis melihat bahwa Jakarta dalam beberapa bulan terakhir bahkan mungkin dalam satu tahun terakhir seperti lebih mengandalkan kinerja presiden dibandingkan gubernurnya. Padahal wilayah Jakarta adalah wilayah DKI dengan kepala daerahnya yang setara dengan provinsi, yaitu gubernur.

Namun, beberapa permasalahan yang ada di Jakarta justru seperti langsung dilemparkan ke presiden, alih-alih dihadapi oleh gubernurnya, Anies Baswedan. Inilah yang kemudian menjadi salah satu pemikiran dari penulis bahwa dengan adanya pergantian ibu kota, ada kemungkinan bahwa kinerja Anies Baswedan dalam menata wilayah Jakarta atau Jabodetabek akan lebih meningkat kapabilitasnya -ruang geraknya.

Sekali lagi, ini hanya dari opini penulis yang terungkap di poin pertama dalam menanggapi perpindahan ibu kota dari Jakarta ke wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Selain itu, perpindahan ibu kota di sisi lain akan membuat adanya perpindahan kepadatan penduduk dari wilayah Jabodetabek ke wilayah ibu kota baru. Karena, keberadaan ibu kota sama dengan keberadaan jaminan adanya ladang perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Apalagi dengan nama ibu kota, pasti setiap kebijakan dari pemerintah pusat akan diujicoba terlebih dahulu di wilayah ibu kota.

Inilah yang membuat masyarakat Indonesia akan mulai membidik tempat di wilayah ibu kota baru tersebut sebagai wilayah domisili. Jika hal ini terjadi maka, kita akan melihat sejauh mana kemampuan pemerintah dan kerja sama dengan rakyat dalam membangun dari awal sebuah ibu kota yang diharapkan lebih ideal daripada Jakarta.

Bukan berarti Jakarta sudah tidak lagi ideal. Namun, dengan segala kompleksivitas yang ada di Jakarta saat ini, rasanya cukup sulit untuk menata ulang wajah Jakarta ketika wilayah ini mulai disebut-sebut dilingkupi banyak permasalahan. 

Walau secara jujur, penulis tetap berpikir bahwa Jakarta adalah wilayah yang sangat menggambarkan kemajuan Indonesia. Namun, sebagai negara yang ingin maju, tentu tidak bisa hanya mengandalkan satu wilayah saja.

Inilah yang kemudian penulis pikirkan ketika ibu kota berpindah dari Jakarta (Jawa) ke Kaltim. Yaitu, adanya pembangunan Indonesia dengan wujud nyata berupa ibu kota baru. Artinya, dengan adanya ibu kota baru, pemerintah punya model dalam mewujudkan misi pembangunan. Namun, dari pemikiran ini kemudian muncul pula sebuah pertanyaan; apakah Indonesia harus benar-benar membangun ibu kota baru untuk membuktikan adanya pembangunan negara?

Pertanyaan ini kemudian disambar dengan pemikiran yang cukup lucu, yaitu, bagaimana jika Indonesia memiliki program berjangka waktu tertentu dengan mengadakan pembangunan dan perpindahan ibu kota baru. Karena, dengan demikian Indonesia punya pekerjaan rumah dan tagihan yang nyata dalam misi pembangunan.

Tapi, ini tentunya hanya pemikiran liar. Sehingga, akan terasa konyol jika benar-benar terjadi seperti itu -misalnya ibu kota berpindah dalam rentang waktu 20 tahun sekali. Namun, jika cara ini adalah jalan ampuh untuk membangun negara yang makmur, mengapa tidak?

Lalu di pemikiran selanjutnya adalah tentang nasib Pulau Jawa. Apakah Jawa akan dapat bertahan sebagai pulau yang dapat disebut sebagai wilayah termaju di Indonesia, atau nasib Pulau Jawa akan mengalami degradasi?

Pemikiran dan pertanyaan ini tidak bisa diabaikan, dikarenakan kemajuan Pulau Jawa tidak bisa lepas dari keberadaan teritori ibu kota Indonesia yang berada di Pulau Jawa. Bahkan, jika boleh sedikit merujuk pada sejarah masa-masa perang dan upaya mempertahankan kemerdekaan, wilayah yang pernah dijadikan sebagai "ibu kota" Indonesia nyatanya mampu mengalami pembangunan yang cukup pesat, yaitu Yogyakarta.

Salah satu penampakan wilayah Yogyakarta. (Blog.reservasi.com)
Salah satu penampakan wilayah Yogyakarta. (Blog.reservasi.com)
Meski Yogyakarta mendapatkan sematan Daerah Istimewa (DI) -mirip dengan Aceh, namun kemajuan Yogyakarta lebih bagus dan ini bisa diduga karena dulu wilayah ini pernah menjadi tumpuan negara Indonesia dalam upaya mempertahankan kemerdekaan. 

Inilah yang membuat penulis berpikir bahwa keberadaan (bekas) teritori ibu kota, mampu mempengaruhi gaya hidup masyarakat dan visi pemerintah daerahnya untuk berani melangkah lebih cepat daripada daerah-daerah lain.

Statistik ibu kota baru. (Pinterpolitik.com)
Statistik ibu kota baru. (Pinterpolitik.com)

Dari sini penulis mulai kembali tenang, karena ketika ibu kota Indonesia berpindah ada kemungkinan Pulau Jawa secara umum dan Jakarta secara khusus, tetap memiliki potensi untuk berkembang dan menghindari nasib degradasi. 

Sedangkan di Pulau Kalimantan, dengan keberadaan teritori ibu kota di sana, maka sudah dapat dipastikan bahwa Pulau Kalimantan akan lebih berkembang lagi dan mungkin inilah yang diinginkan oleh pemerintah pusat dan tentunya sang presiden.

Lalu, apakah penulis menganggap perpindahan ibu kota ini adalah hal yang penting untuk dilakukan oleh pemerintah?

Secara pribadi (opini), penulis memilih untuk mendukung keputusan itu. Apabila keputusan itu memiliki minimal 55% keuntungan untuk masyarakat Indonesia secara umum dan minimal 60% untuk masyarakat Kalimantan secara khusus, maka bukan suatu hal yang sia-sia untuk dilakukan oleh pemerintah. Lagipula, memutuskan perpindahan ibu kota tentu bukanlah keputusan yang dipikirkan hanya dalam satu malam saja. Jadi, seharusnya kita berani menaruh kepercayaan kepada pemerintah.

Apabila di masa depan keputusan ini menghasilkan prahara, maka itu adalah konsekuensi yang memang harus siap dihadapi oleh kita (bukan hanya pemerintah pusat). Jadi, memang lebih tepat jika pertanyaan urgensial terhadap perpindahan ibu kota ini dialamatkan ke rakyat, alih-alih hanya kepada pemerintah saja. Karena dengan keberanian rakyat menjawab pertanyaan ini, maka rakyat juga akan selalu siap untuk mengawal proses pembangunan ibukota baru baik dari dekat maupun dari jauh.

Harapannya, pembangunan dan perpindahan ibu kota baru ini dapat memberikan masa depan yang lebih baik untuk Indonesia.

Malang, 31 Agustus 2019
Deddy Husein S.

Referensi terkait:

Kompas.com (1), Liputan6.com, dan Kompas.com (2).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun