Mungkin di awal musim 2019/20 atau tepatnya sebelum pekan pertama England Premier League (EPL) dimulai, nama Ole Gunnar Solskjaer "difavoritkan" menjadi pelatih pertama yang dipecat. Namun, kali ini nama Frank Lampard yang justru mulai diisukan untuk menjadi pelatih pertama yang akan terdepak dari klubnya; Chelsea.
Hal ini tak lepas dari dua pertandingan kompetitif pertama yang dihadapi oleh Chelsea di awal musim dengan menghadapi Manchester United (MU) di pekan pertama EPL dan UEFA Super Cup dengan melawan Liverpool, sang juara Liga Champions (UCL). Di laga melawan MU, Chelsea harus takluk 4-0 dan menjadi laga kedua EPL yang menghasilkan skor telak pasca kemenangan Manchester City atas West Ham (5-0).
Baca juga: Arti 4 Gol di Old Trafford Bagi Solskjaer dan Lampard (Hendro Santoso)
Kekalahan telak ini menjadi debut tragis bagi Lampard yang baru saja naik kasta dari EFL ke EPL. Dia memang menjadi nama favorit untuk melatih "The Blues" pasca karir singkat nan sensasionalnya bersama Derby County. Hal ini tak lepas dari kegagalan Chelsea mempertahankan Maurizio Sarri pasca final Liga Europa (UEL) 2019.
Nyaris tidak ada nama yang menarik untuk digaet Chelsea, kecuali jika Roman Abramovich ingin mendaratkan kembali pelatih asal Italia lainnya. Pelatih itu adalah Massimilliano Allegri. Eks Juventus itu dipastikan tidak memiliki klub pasca jabatannya diambil alih oleh Sarri.
Namun, saat itu Chelsea tidak punya banyak waktu untuk memberikan tempat kepada Allegri. Sehingga, Lampard adalah solusi tepat nan cepat bagi mereka. Keputusan ini terbilang penting agar masa persiapan Chelsea (untuk musim 2019/20) tidak terganggu oleh saga kepelatihan.
Hal ini juga dapat dikorelasikan dengan jadwal Chelsea yang tidak begitu kondusif saat di awal musim, yaitu bentrok dengan dua rival di momen penting. Pertemuan dengan MU jelas penting, karena setiap klub membutuhkan start bagus agar dapat membangun kepercayaan diri. Selain itu, jika mampu mengalahkan rival sesama pemburu trofi, juga akan meringankan beban mereka ketika harus dihadapkan pada perolehan poin yang sengit (di akhir musim).
Namun start bagus di EPL itu dimiliki oleh MU dengan Solskjaer yang di bursa transfer sangat fokus dengan perbaikan di lini belakang (ada Harry Maguire). Hasil kerja itu rupanya dapat memberikan dampak di laga besar tersebut. Kemenangan MU (dengan tanpa kebobolan) pada akhirnya memberikan mimpi buruk dini kepada Chelsea yang memang musim ini tidak mampu merekrut pemain baru (kecuali Mateo Kovacic).
Alasan kepasifan Chelsea dalam merekrut pemain baru memang dapat menjadi bagian dari start buruk Lampard di Stamford Bridge. Namun, apa yang dialami Chelsea juga nyaris sama dengan Liverpool yang di bursa transfer musim panas ini tidak banyak merekrut pemain baru. Hanya ada nama Adrian yang paling menonjol meski si pemain bergabung tanpa ditebus dengan biaya transfer (free agent).
Namun, apa yang dilakukan Liverpool lagi-lagi dapat menjadi poin krusial bagi mereka ketika bertemu dengan Chelsea di Piala Super Eropa. Memang, awalnya Chelsea terlihat akan mampu mengalahkan Liverpool. Klub London Barat itu mampu unggul terlebih dahulu lewat gol yang dilesakkan eks Arsenal, Olivier Giroud.
Kedudukan kemudian kembali sama kuat ketika Sadio Mane berhasil membobol kiper mahal, Kepa Arrizabalaga. Bahkan ketika di masa babak tambahan waktu, Liverpool berhasil unggul dengan gol kedua pemain Senegal tersebut. Namun, Chelsea sepertinya cukup beruntung ketika wasit Stephanie Frappart menunjuk titik putih.
Baca juga: Istanbul, Liverpool, dan Wasit Perempuan Bernama Stephanie Frappart (Hadi Santoso)
Jorginho berhasil membawa Chelsea mengimbangi skor Liverpool dan duel duo Inggris itu berlanjut ke babak adu penalti. Di situlah kemudian Liverpool menunjukkan diri mereka telah melakukan keputusan yang tepat dengan merekrut kiper asal Spanyol itu. Adrian yang tersingkir dari West Ham United sukses melakukan penyelamatan terhadap eksekusi Tammy Abraham.
Liverpool pun juara Piala Super Eropa 2019. Hasil yang tentunya memberikan pukulan beruntun kepada Chelsea khususnya dalam memandang keberadaan Lampard sebagai pelatih baru Chelsea. Namun, benarkah dua kekalahan beruntun ini menjadi kegagalan dan tekanan besar kepada eks gelandang timnas Inggris tersebut?
Seharusnya tidak. Karena, langkah Lampard belum jauh (baru 2 laga kompetitif). Masih ada banyak laga yang akan dijalani Chelsea bersama Lampard. Bahkan, seharusnya Lampard dapat bertahan sangat lama dengan Chelsea. Mengapa?
Dari perbandingan pencapaian itu, tentu hasil ini bisa dikatakan wajar. Tekanan Lampard belum sekeras yang dialami Solskjaer apalagi Klopp dengan reputasinya bersama Borussia Dortmund di Jerman (Bundesliga). Bahkan tekanan Lampard tidaklah sebesar Sarri, karena Sarri datang ke Chelsea untuk langsung meneruskan pekerjaan Antonio Conte (misi meraih juara).
Namun, yang menjadi faktor dilematis adalah Lampard hadir terlalu cepat di EPL dan langsung menangani klub yang pastinya ingin bersaing meraih juara EPL di setiap musim. Di sini yang menjadi titik pertimbangan bagi Chelsea dan Lampard, baik untuk musim ini maupun untuk musim-musim selanjutnya. Kira-kira apa target realistis Chelsea bersama Lampard?
Akankah Lampard harus terdepak untuk kedua kalinya dari Chelsea (sebagai pemain dan pelatih)? Jawabannya adalah menunggu keputusan dari tim manajemen Chelsea, khususnya dari pemilik klub, Abramovich. Karena, sosok pria Rusia ini tergolong sangat pragmatis dalam membawa Chelsea untuk dapat meraih prestasi.
Berlanjut ke faktor lainnya yang membuat langkah Chelsea bersama Lampard akan begitu sulit -khususnya di musim ini- adalah karena keberadaan pelatih-pelatih lainnya. Di musim ini, sepertinya EPL benar-benar memasuki era baru dalam hal kepelatihan. Karena, EPL tidak lagi dihuni oleh pelatih-pelatih kawakan Liga Inggris seperti Arsene Wenger ataupun Jose Mourinho.
Ketiganya telah mampu menjuarai liga di negara lain dengan Pep Guardiola mampu menjuarai La Liga (Spanyol) bersama Barcelona dan Bundesliga bersama Bayern Munchen. Torehan ini bahkan ditambah dengan keberhasilan Guardiola membawa tetangga MU menjadi jawara Premier League dua kali beruntun (2017/18-2018/19).
Capaian ini bisa diprediksi akan bertambah ketika City masih memberikan tanda-tanda kedigdayaan mereka dengan mampu mengalahkan Liverpool di ajang Community Shield. Memang bukan berarti pemenang CS tersebut dapat menjadi jawara di EPL, namun dengan start kemenangan telak di pekan pertama EPL (dan melawan skuad asuhan Pellegrini), "The Citizens" dapat difavoritkan untuk juara lagi.
Inilah yang membuat peta persaingan akan lebih diunggulkan untuk tiga pelatih impor tersebut. Apalagi dengan start bagus Liverpool dan Arsenal yang membuat Klopp dan Emery lebih difavoritkan menjadi pesaing Guardiola. Ini adalah eranya ketiga pelatih tersebut untuk membangun peta persaingan seperti era Sir Alex Ferguson (MU), Arsene Wenger (Arsenal), dan Jose Mourinho (Chelsea).
Sehingga, pelatih-pelatih seperti Maurichio Pocchettino (Tottenham Hotspur), Solskjaer, dan Lampard harus bersabar dalam menunggu era mereka untuk menguasai EPL. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah Chelsea dengan Abramovich-nya itu bersedia untuk "merawat" Frank Lampard?
Akankah kebersamaan Chelsea dan Lampard akan langgeng meski jalan terjal sangat panjang?
Sepertinya, hanya raja minyak dari Rusia itu yang lagi-lagi dapat menjawabnya.
Malang, 15 Agustus 2019
Deddy Husein S.
Tambahan:
Pernyataan Lampard. (Bola.net) dan 4 pelatih sukses yang juga terseok-seok di awal. (Indosport.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H