Dari sini kita dapat mengambil pesan lagi bahwa cinta di antara manusia itu bisa tumbuh berdasarkan kebaikan yang dilakukan oleh masing-masing tanpa harus melihat dulu apa agamanya. Apakah kita perlu mengetahui agama si "hamba Allah" yang menyumbangkan bantuan ke korban bencana alam di Indonesia kemarin (di Aceh, Yogyakarta, Palu, NTB, Lampung, dll)? Apakah kita harus menolak sumbangan sesama masyarakat Indonesia ketika praktik kebaikan itu hanya berdasarkan agama?
Praktik-praktik kebaikan itulah yang sebenarnya menumbuhkan rasa cinta, alih-alih hanya berlandaskan kesamaan agama. Karena, belum tentu agama A atau B seratus persen menaungi orang-orang baik. Bisa saja agama A dimiliki orang baik di satu tempat, namun di tempat lain dapat dimiliki orang jahat. Begitu pula di agama B, C, D, dan lain-lain.
Pesan lainnya adalah pentingnya peran orangtua dalam mendidik anaknya dan membuat si anak tumbuh menjadi orang yang baik. Terlepas dari apapun agamanya, ketika orangtuanya mampu mendidik anaknya secara logis tentang kebaikan (dengan contoh gambar pemberi permen lolipop) dan kejahatan (contoh orang yang hendak memukul Rizwan), maka si anak juga akan mempertahankan pemahaman itu sampai dewasa.
Selain itu, orangtua harus mampu bertindak adil meski tidak sama. Kasih sayang ibu bisa terlihat besar kepada Rizwan (dibandingkan Zakir) bisa jadi karena Rizwan adalah anak yang "istimewa" (memiliki sindrom Asperger). Kekurangannya bisa menjadi kelebihan ketika orangtuanya mampu mendidiknya dengan baik (menyesuaikan medianya) dan benar (tetap dengan ilmu tinggi dan kedisiplinan).
Didikan itulah yang kemudian menjadi tanda bahwa kekurangan yang dimiliki Rizwan tetap diterima dengan lapang dada oleh orangtuanya (ibu). Itulah yang kemudian menghasilkan sosok Rizwan yang seolah tetap dapat hidup normal meski harus lebih struggle.
Jika kita selama ini (saat menonton My Name is Khan) hanya terpaku pada konflik agamanya, maka di sini kita lebih menarik pesan yang ada dari film ini berdasarkan peran ibu terhadap anak. Bagaimana sosok ibu Rizwan dan Mandira (terhadap Sam) dapat menghasilkan sosok-sosok yang "dewasa".Â
Hal ini dapat dilihat dari Rizwan yang tetap mampu mengayomi sang adik (Zakir) meski dirinya sadar akan keterbatasannya. Begitu pula pada Sam yang mampu memaafkan dirinya dan ayahnya (Rizwan) di adegan yang berlatar tempat lapangan basket.
Terkhusus pada Sam, kita bisa mengacungi jempol pada tokoh ini. Karena, dia memiliki kedewasaan dalam menerima sosok ayah baru pada diri Rizwan. Di realitas sekitar, tentu tidak banyak hal ini dapat terjadi.
Begitu pula ketika dirinya harus dijauhi oleh temannya Reese. Dia marah dan tidak tahu harus menyalahkan siapa. Hingga akhirnya, dia harus membentak ayahnya pasca pulang sekolah. Namun, di malam harinya dia meminta maaf kepada ayahnya.
Tentu praktik ini juga tidak mudah untuk dilihat di realitas. Karena meminta maaf kepada orang lain, sekalipun itu orang di dalam rumah (keluarga), biasanya tetap sulit. Perlu kebesaran hati untuk mengakui diri sendiri salah dan patut meminta maaf.