Apakah ingin bertahan (menurunkan garis bertahan dan hanya mengandalkan serangan balik) atau terus menekan penguasaan bola dari lawan (menaikkan garis pertahanan dan menghancurkan pola permainan lawan).
Dari sini, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa permainan timnas remaja kita tidaklah istimewa namun sudah bagus. Timnas kita kembali mampu melahirkan produktivitas seperti yang dilakukan oleh era Bagus Kahfi dkk. Namun, mereka juga sama buruknya seperti timnas era tersebut ketika berbicara soal organisasi permainan dan pola bertahan.
"Beruntungnya", timnas era Fakhri saat itu baru diendus kelemahannya saat pentas di zona Asia. Sehingga, kegagalan mereka tidak begitu buruk. Karena mereka sebelumnya sudah melahirkan gelar juara. Sedangkan bagi timnas U-15 era Bima Sakti, mereka seharusnya dapat segera belajar dari kegagalan "dini" ini. Agar mereka dapat lebih baik lagi permainannya ketika berada di zona Asia.
Seharusnya, bukan suatu masalah besar ketika Garuda remaja gagal di turnamen ini. Toh, hanya Piala AFF. Kenikmatan rasanya juga sudah dicicipi oleh timnas Indonesia di era sebelumnya. Jadi, kini timnas Indonesia harus berani mencapai target yang berbeda. Mereka harus dapat melaju lebih jauh di zona Asia dan menunjukkan bahwa kegagalan mereka akan membuahkan hasil yang lebih baik, dibandingkan kesuksesan yang membuat mereka terlena dan menemui pintu kekecewaan.
Semangat Garuda Remaja! Tetap kepakkan sayap-sayapmu!
Malang, 8-8-2019
Deddy Husein S.
Sumber:Â PSSI.org, Bola.com, dan Bolasport.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H