Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Semarak Gebyar HAN 2019 dan GERNASBAKU di Kota Malang

27 Juli 2019   17:47 Diperbarui: 27 Juli 2019   17:54 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Acara yang diselenggarakan Sabtu (27/7) pukul 7 pagi di Stadion Gajayana Malang. (Dokpri/Safira)


Di bulan Juli ini, Indonesia tidak hanya mulai mempersiapkan diri menyambut bulan kemerdekaan (Agustus), namun juga terdapat beberapa perayaan lainnya. Salah satunya adalah peringatan hari anak nasional (HAN). Peringatan ini biasanya akan dirayakan oleh pihak-pihak yang ingin memperingati sekaligus menjadi simbolisasi terhadap upaya memperbaiki kualitas didik terhadap anak sejak dini.

Dari misi itulah maka tidak mengherankan jika pihak pemerintah dan akademisi selalu menyempatkan diri untuk memperingatinya dengan tajuk yang sangat familiar. Yaitu Gebyar HAN dan Gebyar PAUD. Kota Malang pun menjadi salah satu kota di Indonesia yang memperingati Hari Anak Nasional dengan mengadakan Gebyar HAN.

Seperti tahun sebelumnya -namun dengan nama Gebyar PAUD (2015), Gebyar HAN kali ini diadakan oleh pihak pemerintah kota (pemkot) Malang dengan diikuti oleh ratusan Taman Kanak-Kanak (TK) sekota Malang. Jika merujuk pada daftar yang tertera di website Diknas Kota Malang, ada 425 lembaga yang masuk ke dalam tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD).

Namun, untuk acara ini, yang berpartisipasi adalah TK saja. Sedangkan untuk Kelompok Bermain (KB) tidak berpartisipasi dikarenakan faktor usia. Sedangkan untuk yang sederajat (RA/BA), belum diketahui penyebab ketidakikutsertaannya di acara ini. Sehingga jika ditotal jumlah partisipannya dari data di website tersebut ada 331 TK yang berpartisipasi di Gebyar HAN 2019. Wow!

Acara yang digelar Sabtu pagi hari tadi (27/7) bertempat di Stadion Gajayana Kota Malang dan bertajuk "Gebyar HAN 2019 dan GERNASBAKU". Artinya, acara ini tidak hanya seperti beberapa tahun sebelumnya, melainkan ditambah pula dengan adanya agenda gerakan nasional baca buku. Sehingga, ada misi yang lebih khusus dan jelas tentang diadakannya acara ini oleh pihak diknas dan pemkot Malang.

Melihat tajuknya yang sedemikian rupa, maka acara ini tidak hanya menyasar pada kerekatan hubungan antara guru dan murid serta menikmati keseruan menari bersama. Namun juga terdapat harapan untuk menggiatkan aktivitas membaca buku kepada anak sejak dini. Tentunya harapan ini dapat diawali dengan terlaksananya Gebyar HAN yang berkolaborasi dengan GERNASBAKU tersebut.

Acara ini tentu disambut sukacita oleh anak-anak, guru, dan wali murid. Karena, dapat menjadi hiburan dan penyemangat anak-anak untuk semakin giat beraktivitas di sekolahnya. Biasanya, pasca acara semacam ini, anak-anak akan lebih segar dan bersemangat untuk kembali beraktivitas di sekolah bersama teman-teman dan guru-gurunya. Apalagi bagi yang baru saja menjadi murid baru di jenjang ini, pasti momen seperti ini akan menjadi sarana perkenalan yang bagus antara si anak dengan guru dan teman-temannya.

Warna cerah yang dipilih untuk dresscode cukup cocok dan membuat Stadion Gajayana terlihat meriah. (Dokpri/Safira)
Warna cerah yang dipilih untuk dresscode cukup cocok dan membuat Stadion Gajayana terlihat meriah. (Dokpri/Safira)
Selain itu, kemeriahan acara ini dapat dilihat dari jumlah peserta dan pilihan warna untuk seragam (dresscode) yang dikenakan oleh guru dan anak-anak TK tersebut. Melihat jumlah peserta secara lembaga saja sudah banyak, apalagi melihat jumlah peserta berdasarkan hitungan anak dan gurunya. Menurut informan yang terkait langsung dengan acara ini, jumlah peserta Gebyar HAN 2019 dan GERNASBAKU adalah 6375 orang yang sudah termasuk murid dan guru secara keseluruhan. Fantastik!

Tentunya jumlah tersebut tidak mencakup semua anak dan guru TK sekota Malang. Karena, ada beberapa TK yang dikabarkan absen sebagai peserta di acara tersebut. Mereka yang absen pasti memiliki alasan tersendiri yang tidak bisa dipaksakan untuk ikut. Sehingga, dari pihak panitia penyelenggara memberikan semacam sanksi yang dikenakan kepada TK yang tidak berpartisipasi. Sanksinya adalah membeli corong yang digunakan sebagai penanda barisan agar barisan yang dibentuk saat mengadakan tarian dan senam bersama dapat terbentuk rapi. Adanya peraturan semacam ini juga membuat acara ini dapat tetap berlangsung menarik dan saling mendukung antara pihak penyelenggara dan TK-TK yang tidak berpartisipasi secara langsung.

Merujuk pada behind the scene dari acara ini, penyelenggaraan Gebyar HAN 2019 dan GERNASBAKU ini diprakarsai oleh pihak-pihak penting yang terlibat langsung dalam pendidikan usia dini di Kota Malang. Secara garis besarnya ada pembagian tugas yang dapat disebut sebagai perwujudan dari kinerja panitia penyelenggara yang melibatkan pihak diknas pemkot Malang yang kemudian turun ke jajaran pengurus lembaga TK di 5 kecamatan yang ada di Kota Malang. Yaitu Kecamatan Klojen, Lowokwaru, Blimbing, Sukun, dan Kedungkandang. Di masing-masing kecamatan itu, dikabarkan terdapat pengurus inti yang kemudian mengakomodir setiap lembaga TK di wilayah kecamatannya masing-masing dan mengoordinir terselenggaranya acara Gebyar HAN 2019 ini.

Peserta Gebyar HAN sebanyak itu. Luar biasa! (Dokpri/Safira)
Peserta Gebyar HAN sebanyak itu. Luar biasa! (Dokpri/Safira)

Jika dihitung-hitung secara kasar, maka jumlah panitia penyelenggara dengan jumlah peserta (murid dan guru) terdapat perbedaan yang signifikan dari segi kuantitas. Dari sinilah kemudian mulai terdapat celah kekurangannya, di samping telah terselenggaranya acara ini dengan meriah dan cukup menarik.

Menggunakan istilah populer, "tidak ada gading yang tak retak", maka, acara ini juga seperti itu. Ada sisi keunggulan dan sisi kekurangan. Sisi keunggulannya sudah sangat jelas, bahwa acara ini dapat diikuti oleh hampir semua lembaga TK di Kota Malang dan mereka mampu menghadirkan suasana ceria yang terbalut dari ekspresi gembira dan dresscode cerah. Apalagi, acara ini juga mengolaborasikan Gebyar HAN dengan GERNASBAKU yang sedang digencarkan oleh pemerintah pusat melalui bidang pendidikannya.

Sedangkan dari sisi kekurangan, acara ini memiliki celah di beberapa hal.
Dimulai dari koordinasi panitia dengan peserta. Ini lebih mengarah pada kesiapan panitia dalam menyediakan atribut peserta dan pengisi acara. Pengisi acara ini bisa menyasar pada guru-guru yang terlibat di tari dan juga orang-orang yang dipilih sebagai instruktur senam bersama.

Secara khusus, di bagian ini yang disorot paling utama adalah penyeragaman atribut peserta. Terdengar kabar, bahwa stok dresscode yang digunakan oleh guru dan murid ada yang kurang. Jumlahnya pun tak sedikit karena memang pesertanya pun sangat banyak.

Namun, hal ini seharusnya bisa diantisipasi jauh-jauh hari. Karena sedikit menyedihkan, jika benar bahwa panitia sekelas orang-orang dari jajaran pemerintahan tidak memiliki pencanangan plan A, B, C, hingga D untuk mempersiapkan acara ini. Apalagi jika itu hanyalah mengenai penyediaan seragam. Jika sudah jelas yang ikut mencapai 6000-an peserta (seharusnya bisa lebih), maka akan terasa mustahil terpenuhi jika hanya mengandalkan satu konveksi yang sama, walaupun konveksi itu besar dan terpercaya.

Jumlah 6000 itu tidak sedikit walau tidak sangat banyak, karena itu hanya sekitar 5% dari total penduduk Indonesia (269 juta). Namun, tetap saja itu adalah jumlah yang banyak dari lingkup satu kota. Sehingga, seharusnya penyiapan seragam dapat dipertimbangkan dengan menyebarkan jaringan kerja sama ke lebih dari satu konveksi. Jika dalam satu konveksi misalnya dapat mengakomodir produksi dresscode maksimal 3000, maka panitia harus memiliki dua konveksi untuk mengerjakannya.

Atau dapat dibagi-bagi sesuai dengan jenis dresscode-nya. Misalnya, dresscode untuk guru dipesankan ke konveksi A, maka untuk dresscode anak-anak dapat dipesankan ke konveksi B. Termasuk juga perihal jika penyediaan bahan untuk dresscode anak tidak dapat ditanggung oleh satu konveksi, maka bisa disebarkan ke beberapa konveksi. Misalnya dengan membagi rata per konveksi memproduksi 1000 dresscode. Maka, dibutuhkan 5-6 konveksi yang dapat menghasilkan 5000-6000 dresscode untuk anak.

Jika konveksinya banyak, maka tenggat waktu dalam menghasilkan dresscode itu juga akan lebih cepat. Termasuk jika salah satu konveksi kehabisan bahan sedangkan yang lain masih tersedia bahannya, maka dapat dilakukan pemindahan produksi dari satu konveksi ke konveksi lainnya. Memang, akan sedikit rumit soal negosiasi (menyamakan harga, standar, dan target), namun dengan embel-embel acara yang resmi (dari pemerintah), biasanya pihak partnership akan lebih kooperatif.

Pemikiran semacam ini seharusnya bisa dijalankan pihak panitia tanpa bergantung pada pernyataan kesanggupan dari pihak konveksi. Karena pihak konveksi adalah pebisnis, sehingga sebagai orang-orang bisnis pasti akan memiliki kebiasaan berani menyanggupi plan A yang ideal meski pada akhirnya belum tentu kesampaian.

Dresscode guru, anak-anak, instruktur, dan keberadaan panggung di Gebyar HAN 2019. (Dokpri/Safira)
Dresscode guru, anak-anak, instruktur, dan keberadaan panggung di Gebyar HAN 2019. (Dokpri/Safira)

Sehingga, sebagai pihak panitia seharusnya tidak termakan oleh pola kerja pebisnis. Mereka harus punya cara kerja yang berbeda. Karena, mereka tidak dituntut untuk berkreasi mencari keuntungan sebesar-besarnya, melainkan dituntut untuk bekerja secara rasional dan ideal, bukan mengandalkan spekulasi.

Jika hal ini dapat diperhitungkan dengan baik, maka insiden seragam habis karena kehabisan bahan tidak akan terjadi. Apalagi ini bukanlah acara pertama yang diselenggarakan oleh pemkot dan diknas Kota Malang yang berkaitan dengan HAN, maka seharusnya bisa lebih antisipatif dan solutif dibandingkan reaktif (dengan meminta maaf) saja. Apalagi jika tidak ada solusi, maka panitia yang tentunya sudah bekerja keras tetap akan dianggap cacat oleh pihak peserta apalagi oleh penonton dan pengamat (yang hanya melihat dari jauh).

Kekurangan kedua adalah penyiapan venue. Di sini ada kaitannya dengan penyediaan panggung, sound system, dan banner. Sebuah acara akan terlihat menarik jika ada panggung yang kokoh dan megah, sound system yang kuat daya jangkaunya (tidak "pecah"), dan banner yang besar.

Jika pihak panitia tidak mampu menyelenggarakan secara totalitas dengan memperhatikan ketiga hal tersebut, maka pilihlah salah satu yang menarik perhatian atau setidaknya menjadi simbol penting dari acara tersebut. Masyarakat memang tahu jika acara Gebyar HAN ini bukanlah acara semenarik band musik nasional yang konser di stadion atau lomba olahraga. Namun, sebagai acara yang diprakarsai oleh jajaran elit, seharusnya tidak kalah menarik dengan acara yang diselenggarakan oleh mahasiswa.

Contoh publikasi Gebyar PAUD beserta ragam agendanya yang diadakan oleh kampus di Purwakarta. (Dokpri/screenshot)
Contoh publikasi Gebyar PAUD beserta ragam agendanya yang diadakan oleh kampus di Purwakarta. (Dokpri/screenshot)

Padahal para mahasiswa jika sedang membuat acara, biasanya modalnya tidaklah banyak, namun mereka tahu situasi dan kondisi. Mereka selalu sadar ruang dan waktu. Inilah yang sebenarnya menjadi momok bagi jajaran elit yang ingin membuat acara meriah namun tidak terlihat totalitas. Karena, biasanya mereka gagal menyadari ruang dan waktu.

Secara ruang, menggunakan Stadion Gajayana untuk menampung 6000-an peserta memang tepat. Namun, secara ruang pula dengan menghadirkan sound system yang kurang tepat, juga akan terasa kurang mengasyikkan. Ditambah pula dengan panggung dan banner yang tidak besar. Jika memang panggungnya tidak penting (hanya untuk podium sambutan saja), maka buatlah banner besar yang bisa menyimbolkan pentingnya acara itu. Karena dengan adanya banner yang besar, para peserta pun dapat mengabadikan momen perayaan HAN dengan bukti konkrit berupa foto bersama di depan banner tersebut.

Contoh sesi pemotretan anak dengan banner acara Gebyar HAN/PAUD. (Dokpri/screenshot/AdhistyHandriyani)
Contoh sesi pemotretan anak dengan banner acara Gebyar HAN/PAUD. (Dokpri/screenshot/AdhistyHandriyani)

Meski acara ini hanya disemarakkan oleh anak-anak kecil, ketotalitasan dalam menyelenggarakan acara ini seharusnya tetap ada, minimal di satu-dua sisi. Jangan hanya mengejar kuantitas dari jumlah pesertanya, lalu mengabaikan unsur-unsur menarik lainnya yang sangat berkaitan erat dengan sadar waktu. Yaitu menyadari bahwa acara ini diselenggarakan di tahun 2019, yang mana setiap anak, orangtua, dan guru sangat menyukai momen-momen berfoto bersama. Sehingga, ketika mereka tidak menemukan sisi ikonik di acara ini -untuk dijadikan setting berfoto, rasanya pasti akan ada kejanggalan.

Di poin terakhir, ada sisi kekurangan yang cukup fatal dari acara ini yang masih ada kaitannya dengan sadar waktu, yaitu publikasi. Padahal acara ini adalah acara yang positif, namun mengapa tidak ada publikasi yang cukup gencar?

Tidak ada publikasi atau promosi tentang akan terselenggaranya acara ini di website. (Dokpri/screenshot)
Tidak ada publikasi atau promosi tentang akan terselenggaranya acara ini di website. (Dokpri/screenshot)

Seharusnya di publikasi ini ada pengenalan acara Gebyar HAN yang akan diselenggarakan. (Dokpri/screenshot)
Seharusnya di publikasi ini ada pengenalan acara Gebyar HAN yang akan diselenggarakan. (Dokpri/screenshot)

Unggahan terkini di akun medsos yang lain. (Dokpri/screenshot)
Unggahan terkini di akun medsos yang lain. (Dokpri/screenshot)


Inilah yang sebenarnya disayangkan terhadap penyelenggaraan acara ini. Karena terkesan seperti acara yang disebar dari mulut ke mulut dan baru akan muncul ke permukaan ketika sudah ada hasilnya. Inilah yang membuat masyarakat kita masih seperti orang-orang yang hanya suka mengumbar keberhasilan dan kegagalan namun tidak menunjukkan prosesnya. Apalagi jika itu menyangkut pada acara seperti Gebyar HAN dan GERNASBAKU. Salah satu acara yang pasti akan dikenang oleh anak-anak tersebut ketika mereka nanti tumbuh dan berkembang, lalu mencari jejak masa kecilnya. Namun, bagaimana jika mereka sulit menemukannya?

Wefie para guru TK yang terasa kurang, karena tidak ada background menarik (banner/wall of fame). (Dokpri/Safira)
Wefie para guru TK yang terasa kurang, karena tidak ada background menarik (banner/wall of fame). (Dokpri/Safira)

Dari sini kita bisa berharap bahwa kedepannya, pihak penyelenggara Gebyar HAN dan GERNASBAKU lebih memperhatikan soal kesiapan mereka menyelenggarakan ini secara proses. Tidak perlu mengejar jumlah yang fantastis, namun buatlah acara yang sangat memorable, khususnya bagi anak-anak tersebut. Mereka (di zaman sekarang) tidak butuh banyak bertemu dengan yang seusianya, mereka hanya butuh tetap bersama teman-temannya dari sekolahnya dan orang-orang terdekatnya (guru dan orangtua) dalam merayakan acara tersebut.

Begitu pula dalam hal pemilihan tempat. Jika Stadion Gajayana terlalu luas, digunakan latihan klub sepakbola (ada jadwal ketat dalam penggunaan venue), dan ada pagar-pagar yang berbahaya, mengapa tidak menggunakan Lapangan Rampal saja? Karena di situ juga lebih mudah mobilisasi anaknya walau secara keamanan harus ekstra ketat agar tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan. Salah satu cara agar keamanan terjamin, dapat diterapkan dengan pemberlakuan nametag/ID Card pada guru dan wali murid. Sehingga, yang dapat masuk adalah orang-orang tertentu, namun masyarakat biasa juga masih dapat menonton dengan pemberlakuan zona menonton yang berbeda dengan pengguna IDC.

Jadi, sebenarnya masih ada cara untuk kembali menyelenggarakan Gebyar HAN ini dengan bentuk yang lebih menarik dan seimbang antara kualitas dan kuantitas. Kalaupun berat sebelah, diharapkan perbedaannya tidak terlalu besar dan masih dapat dimaklumi sebagai standar acaranya anak-anak. Poin terpentingnya tentunya adalah kebahagiaan anak-anak, bukan hanya sebatas visi-misi dalam mengarahkan anak-anak untuk ke mana, melainkan menumbuhkan semangat mereka untuk terus menikmati masa kecilnya. Karena, itulah yang akan mereka ingat.

Ragam ekspresi mereka yang menarik untuk dinantikan masa depannya. (Dokpri/Safira)
Ragam ekspresi mereka yang menarik untuk dinantikan masa depannya. (Dokpri/Safira)

Selamat Hari Anak Nasional untuk adik-adik, anak-anak, dan cucu-cucu kita semua! Semoga mereka menjadi pelita yang lebih terang dari kita.

Tulungagung, 27 Juli 2019
Deddy Husein S.

Ditulis berdasarkan informasi dari seorang guru TK, Mbak Safira. Best regards!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun